"Zav, jaga baik-baik anak kita!" ujarnya seraya mengelus perut wanita yang dicintainya.
Wanita itu tersenyum tulus, "kita bakalan jaga dia bersama-sama. Dia bakalan bangga punya ayah seperti kamu."
Lelaki itu menggeleng samar dan perlahan memberi jarak dengan wanitanya, "aku pamit, Zav. Ingat pesan aku, jaga diri kamu dan dia baik-baik."
Gadis itu menggeleng keras mulai diterpa rasa panik dan ketakutan yang besar, "Dervan, kamu ga akan pergi kemanapun! kamu udah janji ga akan ninggalin kita, kenapa kamu harus pamit? kamu mau pergi kemana?"
Lelaki itu tak memberi jawaban kecuali kecupan dalam yang hanya disematkan di kening perempuan itu dan ia perlahan mulai pergi meninggalkan perempuan itu dalam tangisan menyakitkan.
═════ ࿇ ═════
Perempuan itu terbangun dari tidurnya sekitar limabelas menit yang lalu. Jam menunjukkan pukul 1 dini hari, ia menoleh ke setiap penjuru kamar gelap itu. Tak ada siapapun kecuali dirinya dan rasa takut yang menyelimutinya. Bola matanya bergerak liar mencari seseorang yang sejak sore ia tunggu kedatangannya. Mimpi tadi seolah memberikan sebuah pesan yang begitu menghantui pikirannya sekarang.
Ia berjalan menuju balkon dan melihat suasana markas besar CRC sangatlah sepi dan ia kembali masuk ke dalam kamar milik Dervan yang ia tempati. Di luar udara begitu dingin menusuk kulit, angin berhembus menyapu kulit lembutnya yang tak tertutup. Ia tak bisa duduk tenang. Ia berjalan mondar-mandir dengan raut cemas, pikirannya hanya tertuju pada Dervan. Ia takut terjadi sesuatu pada kekasihnya.
Tak terasa waktu berjalan cepat menunjukkan pukul tiga dini hari dan Elzavira masih dalam posisinya yang tak tenang. Mondar-mandir, keluar balkon, duduk di sofa dan ia merasakan tenggorokannya haus. Ia memutuskan untuk keluar dari kamar itu dan perlahan berjalan di lorong gelap lantai dua untuk sampai ke dapur. Suasana di markas besar tampak sunyi dan gelap, hanya ada dirinya yang berjalan menekankan rasa takutnya.
Setelah ia selesai minum, ia kembali menuju kamar Dervan. Ia duduk di tepian tempat tidur sambil memeluk kedua kakinya yang tertekuk, satu tangannya terulur meraih ponselnya dan mencoba menghubungi ponsel Dervan namun hanya jawaban dari operator yang ia dengar. Elzavira semakin dilanda rasa ketakutan yang besar.
Tak terasa waktu menunjukkan pukul tiga pagi, dan wanita itu masih setia pada posisinya sejak beberapa jam lalu. Ia hanya menunggu kedatangan seseorang yang ia khawatirkan kepulangannya. Hingga ia memutuskan kembali untuk menelpon Dervan namun tetap tak ada jawaban. Elzavira tampak bingung harus mencari Dervan kemana saat malam seperti ini, ia menangis tenggelam dalam tekukan lututnya.
"Dervan, cepet pulang!"
═════ ࿇ ═════
Dervin menyelesaikan semua urusan tentang Dervan dan ayahnya di rumah sakit. Ia berdiri di samping tubuh Dervan yang sudah tertutup kain putih, jasadnya baru selesai dimandikan dan tinggal melakukan proses selanjutnya. Semuanya terasa begitu sangat cepat, hari-hari sebelumnya kedua lelaki kembar itu masih saling melontarkan candaan dan tawa yang kini terdengar begitu nyata, kilasan memori bersamanya menekan relung hatinya, menaburkan duka yang begitu dalam pada hati yang telah hancur.
Perjalanan hidup keduanya sedari kecil sudah hancur dan saat dewasa pun keduanya harus terpisahkan. Bukan hanya terpisah jarak dan waktu, namun terpisah dengan dimensi yang berbeda. Setengah jiwanya pergi terlebih dulu pulang menuju keabadian, meninggalkan duka dan luka yang sulit dijabarkan. Hanya linangan airmata dan jeritan histeris yang teredam dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Leader! || ✔️
Teen FictionAwal yang buruk menjadi bagian dari ujian hidup yang begitu berat ia rasakan. Dervin yang dibesarkan disebuah keluarga yang tak sehat, hal itu tak membuat dirinya menjadi sosok anak yang nakal ataupun pembangkang. Namun sebaliknya, ia menjadikan sem...