Pagi-pagi Dery sudah berada di rumah Daffa, duduk di atas motor CBR-nya dengan pakaian seragam putih abu. Helm ia taruh di tangki bensin. Tidak biasanya ia sudah bersiap pergi ke sekolah, dan itu direncanakan oleh dirinya dan Daffa. Mereka akan lebih dulu ke kostan Dervin untuk mengajaknya berangkat bersama seperti biasa.
Daffa keluar dari rumahnya. Cowok itu juga sudah berpakaian seragam SMA Darmayasa, tas ia gendong di punggungnya lengkap dengan helm yang sudah terpasang.
"Jam berapa ini, Der?" tanya Daffa sambil menghampiri motor CRF-nya di depan garasi."jam 6 kurang, Daff. Buruan dah, anjir!" jawab Dery dengan cepat. Ia juga memakai helm KYTnya dan menghidupkan motornya.
Kedua lelaki itu segera meninggalkan rumah Daffa menuju kostan Dervin.
Bukan hanya ada maksud untuk pergi sekolah bersamaan, namun mereka ada tujuan lain di samping itu. Ketika pada saat itu Dervin meninggalkan markas dengan raut kecewa, membuat keduanya harus secepatnya untuk meluruskan masalah tersebut.Sesampainya di gedung kostan Dervin, kedua cowok itu memarkir motornya di parkiran yang sudah disiapkan. Tanpa melepas helm, mereka segera menuju kostan Dervin di lantai atas. Namun, ketika Daffa menggedor pintu tak ada sautan. Mereka tau bahwa Dervin tak pernah bangun terlalu siang, dan mengapa tak ada jawaban ketika mereka memanggil Dervin sambil mengetuk pintu.
"Ada ga, Daff?" tanya Dery mulai cemas.
"Lo malah nanya ke gue. Gue aja kaga tau!" balas Daffa sebal.
"Coba lo telpon!" titah Dery sambil mengedikkan dagu menunjuk saku seragam Daffa yang di sana terdapat ponsel milik cowok itu.
"Dari kemaren off, bego! terakhir lo telpon, nah dia kagak on lagi. Gue liat di status last seen nya," balas Daffa makin ketus.
"Masa iya anjir tuh bocah pundung sampe segitunya?!" gumam Daffa dengan berbagai pikiran tentang Dervin.
"Kita susul ke rumahnya aja dah. Skuy buruan!" ujar Dery setelah diam sesaat, tanpa banyak bicara ia menyeret Daffa untuk kembali ke parkiran.
"Tega lo, Der! Gue diseret-seret kayak anjing liar aja," umpat Daffa kesal ketika sampai di parkiran dan menaiki motornya.
"Bodoamat lo kebanyakan diem nantinya," balas Dery langsung menghidupkan motornya.
"Emang lo tau di mana rumah si Dervin?" tanya Daffa.
"Tau! udah buruan gas!" balas Dery langsung menarik pedal gas diikuti Daffa. Sekarang tujuan mereka ke rumah orangtua Dervin.
═════ ࿇ ═════Dervan terbaring tak berdaya di tempat tidurnya, di sebelahnya ada Dervin yang baru saja mengganti perban yang menutupi luka sayatan dalam di bahu Dervan.
"Thanks ya, Vin," gumam Dervan menatap pada Dervin sambil tersenyum tipis. Ia melihat kembarannya itu tengah membereskan obat-obatan dan perban pada kotak obat.Setelah mendapat kabar Dervan yang diperbolehkan untuk pulang oleh dokter setelah perawatan pada lukanya, dengan susah payah Dervan memohon pada kedua orangtuanya agar Dervin sementara tinggal di rumahnya sampai dirinya benar-benar sembuh. Awalnya kedua orangtuanya menolak secara terang-terangan permohonan Dervan, namun tanpa menyerah cowok itu merayu orangtuanya lebih halus dan akhirnya Dervin pun diijinkan untuk tinggal di rumahnya sampai keadaannya membaik dan bisa kembali bersekolah. Tak mungkin juga orangtuanya repot-repot ingin merawatnya atau sekedar membantu menggantikan perban saja, kalau bukan Dervin siapa lagi yang bisa diandalkan.
"Santai aja," balas Dervin dengan nada begitu tulus. Ia berjalan meletakkan kotak obat tersebut di rak terdekat. Dervin kembali duduk dan ia mengerutkan alisnya ketika melihat Dervan tengah melamun.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Leader! || ✔️
Teen FictionAwal yang buruk menjadi bagian dari ujian hidup yang begitu berat ia rasakan. Dervin yang dibesarkan disebuah keluarga yang tak sehat, hal itu tak membuat dirinya menjadi sosok anak yang nakal ataupun pembangkang. Namun sebaliknya, ia menjadikan sem...