"Mungkin bagi kamu, aku adalah orang asing. Tapi bagi aku, kamu adalah orang yang begitu istimewa"
~Faeza Langit Dermantara~
***
Mamanya masih harus rawat jalan. Papanya masih tetap sibuk bekerja. Sedangkan Nayla? Dia menjadi pribadi yang lebih dingin dari sebelumnya. Bahkan sepulang dari mendonorkan darah untuk mamanya sampai saat ini, dia masih enggan berbicara pada sang Mama.
Sudah 2 hari sejak kejadian dimana dia ingin mengakhiri hidupnya. Lagi-lagi keinginan terpendamnya bangkit kembali. Dia merasa bahwa dunia ini tidak adil terhadapnya.
Jauh dari keluarganya, bahkan dia tidak tau siapa keluarganya. Mama Papa kandungnya.
Jauh dari keluarganya sekarang. Keluarga yang menampung dirinya sejak dia kecil. Kecil? Bahkan Nayla lupa sejak kapan dia tinggal dirumah semegah ini.
Dan lagi. Dia merasa dunia ini tidak berpihak kepadanya karena dirinya yang dipertemukan kembali oleh seseorang dari masa lalu. Mantannya, mantan pacarnya yang dulu sangat dicintainya. First love-nya. Bahkan rasanya waktu 3 tahun ini tidak cukup untuk dapat membuang jauh-jauh perasaan ini.
Harusnya Faeza sadar. Sadar, bahwa Nayla bukan siapa-siapanya lagi. And than Nayla bukan Ayla yang dulu. Bukan.
Pagi ini, Nayla berangkat sekolah seperti biasa. Tanpa sarapan. Tanpa senyuman. Tanpa sapaan. Tanpa pamitan.
"Heh. Kamu!" tunjuk seorang wanita yang dikiranya adalah ibu kandungnya kepada Nayla.
Nayla berhenti melangkah saat telah sampai didepan gerbang rumah nya. Dia hanya menoleh sebentar sebelum suara wanita itu terdengar lagi.
"Dasar kamu anak ga tau diuntung! Nyesel saya mungut kamu dulu!" suara lantang nan keras menggelegar ditelinga Nayla. Nayla menghembuskan nafasnya pelan, jujur dia lelah dengan situasi ini.
"Orang tua bicara itu didengerin!" ucapnya lagi.
Lantas Nayla mendongak menatap manik mata sang Mama eh ralat sang tante.
Dadanya terasa sesak. Mama yang dulu dia kira adalah ibu kandungnya ternyata bukan. Mama yang Nayla pikir adalah wanita hebat ternyata bukan. Apa pantas wanita yang dipanggilnya mama ini disebut mama terhebat? Setelah apa yang dilakukannya terhadap Nayla. Jika memang Nayla bukan anak kandungnya, Nayla bisa apa? Tidak ada kah sedikit rasa sayang yang ia miliki setelah tinggal bersama Nayla beberapa tahun?
"Ga usah drama. Sana pergi" ucap mama nya dengan ketus setelah melihat setetes air mata mengalir dipipi tembem sang anak, setelah mendengar kalimat yang pertanda harus pergi sekarang itu, Nayla pun lantas membalikan badan dan melangkah keluar dari area rumah.
Nayla berjalan cepat menuju sekolah. Entah mengapa rasanya dia hanya ingin sendirian. Bukan nya berjalan kearah sekolah, Nayla malah berjalan kearah lain. Jalanan yang sama, yang ia lalui 2 hari lalu.
Langkahnya terhenti setelah dia sampai diatas jembatan. Jembatan kematian, mungkin itu nama yang tepat untuk jembatan perebut nyawa. Nayla hanya ingin ketenangan dalam hidupnya. Kalau pun tidak bisa, Nayla bisa mengakhiri segalanya sekarang.
Sudah satu jam dia berdiri disana tanpa gerak sedikit pun. Tanpa suara. Yang ada hanya tatapan layu. Bibir yang dulu sering ia lengkungkan keatas, sekarang hanya terlihat seperti garis lurus.
Lagi-lagi keinginan terpendamnya kambuh. Tangannya mencengkram tembok jembatan dengan kuat, kakinya mulai naik. Ia bersungguh-sungguh kali ini.
Tidak ada yang Nayla harapkan dalam kehidupan nya kali ini. Karena menurutnya semua begitu tidak adil. Nayla tidak memiliki tempat untuk nya pulang, Nayla tidak memiliki seseorang untuk nya bersandar dan berkeluh kesah. Nayla tidak punya siapa-siapa. Dan Nayla bingung harus bagaimana dirinya kelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Again ; Ketika Kisah Belum Usai [End✓]
Fanfiction[COMPLETED] "Ayla gue itu perhatian engga kayak lo yang cuek, Ayla gue itu orang nya sabar engga kayak lo yang pemarah, Ayla gue juga orang yang ramah engga kayak lo yang dingin" ucap Langit dengan penuh penekanan. "Gue bukan Ayla! Lo perlu ke THT"...