Peduli

64 17 0
                                    

"Aku pernah se-peduli kamu peduli dengan ku, tapi itu dulu."

~Nayla Nacaella Putri~
***

Disini lah Nayla berada, di tengah lapangan yang berada tepat dibawah matahari berada. Jika saja tadi Nayla tidak melamun pasti dia tidak akan dikeluarkan dari kelas. Jika saja tadi Nayla memperhatikan pasti dia tidak akan kepanasan ditempat ini.

Andai bisa diulang, kata 'jika' pasti sangat membantu. Namun kali ini kata 'penyesalan' lebih cocok diujarkan. Nayla terus saja menggerutu kesal, sudah panas, haus pula. Kini dia mulai berpikir jika dia punya teman pasti lebih menyenangkan. Seperti yang ada dinovel-novel, dihukum bersama, dikasih perhatian, solidaritas deh pokokknya. Namun pemikiran itu langsung ia tepis setelah mengingat pertemanannya dulu. Yang hanya sebatas kata. TEMAN.

Nayla melirik jam yang melingkar dipergelangan tangan kanan nya sesekali. Dia hanya dihukum sampai jam pulang sekolah, tidak lama memang namun tetap saja masih setengah jam lagi.

"Dihukum Nay?" Nayla melirik orang yang berada disampingnya.

"Gue temenin ya Nay" lagi lagi Nayla hanya meliriknya sebentar lalu kembali menatap arah depan. Hukumannya simpel, hanya berdiri ditengah lapangan tanpa harus hormat kearah bendera pusaka.

"Lo lagi sariawan Nay?"

"Diam!" lirih Nayla, namun tetap dengan intonasi yang terkesan membentak. Nayla hanya tidak mau membuang-buang energi nya yang tersisa, apalagi jika ketahuan sedang mengobrol pasti hukumannya akan ditambah. Memang guru yang satu ini ga pernah setengah-setengah jika menyangkut hukuman.

"Lo---" omongannya terpotong.

"Jangan mentang-mentang gue diam dari tadi terus lo bisa anggap gue udah lupain kejadian kemarin" ucap Nayla tanpa menoleh kearah nya.

"Gue tidak nembak siapa-siapa Nay? Serius" jawaban Langit yang hanya mendapat jawaban lewat tatapan mata tajam Nayla pun langsung menampilkan deretan gigi putihnya. Entah mengapa sifat Langit kali ini membuat Nayla sebal setengah mati. Bahkan segala sumpah serapah ia tujukan untuk orang bernama Faeza Langit Dermantara ini.

"Tapi kan dia emang bukan laki-laki yang baik buat lo" Langit tau kemana arah pembicaraan gadis bernama Nayla ini, dia hanya ingin mencairkan suasana.

"Dia punya nama!"

"Ck. Iya-iya"

Sudah panas, haus, pegal, ditambah lagi dengan kehadiran laki-laki yang satu ini, membuat Nayla tambah kesal. Nayla bisa saja bersikap cuek seperti biasanya, namun mengapa hari ini dia ingin terus saja menjawab setiap perkataan Langit.

"Ya udah gue minta maaf soal kemarin" ucap Langit dengan kesungguhan yang terpancar dari mata nya.

"Sama Kaka!" perintah Nayla. Langit hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis menyadari jika kemungkinan Nayla sudah tidak marah lagi dengannya.

"Jadi kita baikan?"

"Mimpi" Nayla masih kesal dengan tingkah Langit yang seenak jidatnya sendiri.

"Gue tanya, terus gue harus apa biar lo maafin gue?" terlihat Nayla yang tengah berpikir.

"Alasan lo kemarin" kalimat yang terlontar dari bibir Nayla seolah bukan kalimat tanya, tidak ada nada bertanya sedikit pun yang terdengar.

"Deska selingkuh"

***

Nayla masih saja memikirkan perkataan Langit tadi yang bilang jika Kaka selingkuh, mungkin perempuan itu adalah pacar asli Kaka? Lalu mengapa Langit begitu peduli dengan dirinya? Apa Langit memang peduli dengan nya?

Meet Again ; Ketika Kisah Belum Usai [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang