EIGHTEEN

15 4 0
                                    

Matahari bersinar terik pagi ini, suara pijakan kaki terdengar gaduh dari arah lapangan, juga teriakan yang keluar dari mulut selepas mengambil napas. Peluit sesekali di tiup memberikan simbol dari awal pemanasan sampai selesai.

Ara dengan kaos coklat susu dengan bawahan senada namun lebih tua terlihat mulai kelelahan, rambut yang ia kuncir satu mulai lepek dan tali sepatu yang sudah terlepas dari ikatannya.

Hari ini hari terakhir dalam mata pelajaran olahraga karena nanti senin PAT sudah akan dilaksanakan. Sebenarnya Ara belum mempersiapkan dengan matang untuk itu tapi mau tidak mau ia harus siap. Dengan statusnya murid pindahan membuat Ara sedikit kesulitan mengejar ketinggalan mapel, namun dengan pemberian semangat dari bundanya membuat Ara semangat untuk mencetak nilai bagus dalam PAT pertamanya di sekolah baru.

"Pak," Ara mengangkat tangannya meminta perhatian

"Iya ada apa Ara?" balas guru lelaki itu dari depan

"Saya boleh istirahat dulu gak? Kepala saya pusing pak," pinta Ara

Kebiasaan yang membuat diri sendiri tersiksa yaitu tidak pernah mau sarapan pagi. Dari kecil Ara tidak pernah mau sarapan walaupun hanya roti atau susu. Ia lebih memilih minum air putih daripada yang lain karena Ara selalu mendapat efek samping dari sarapan pagi, sakit perut. Tapi untungnya Ara belum pernah mendapat kejadian buruk dari kebiasaan nya ini, ia belum pernah pingsan gara-gara tidak sarapan, walaupun sering lemas saat ada jam olahraga pagi.

"Oh boleh, duduk aja di tempat yang teduh," titah guru itu

Ara berjalan keluar sari barisannya, langkahnya melewati Hesam yang berbaris tepat tiga orang di belakang Ara. Lelaki itu sempat menahan lengan Ara saat melewatinya, Hesam meminta Ara untuk istirahat saja di UKS atau pergi ke kantin untuk sarapan, juga beberapa pertanyaan klasik Hesam lontarkan pada Ara  sebelum ia mendapat teguran dari guru yang mulai meniup peluitnya itu.

Usai pemanasan selesai Hesam dan Ciyo menghampiri Ara yang duduk di kursi tempat biasa iya duduk jika melihat latihan basket. Kegiatan olahraga hari ini bebas, tapi dengan syarat semua harus berkeringat.

Hesam duduk di samping Ara sedangkan Ciyo duduk meluruskan kaki di bawah. Hesam menyenggol lengan Ara yang dari tadi melamun selama menunggu pemanasan, sampai kedatangan Hesam dan Ciyo di sana Ara tak sadar.

"Masih pusing?" tanya Hesam saat Ara terperanjat kaget

"Udah mendingan," balas Ara menoleh

"Sarapan dulu yuk," ajak Hesam

"Enggak ah, entar malah sakit perut," Ara menolek

"Dari pada pusing terus lemes terus pingsan, mending sarapan," Hesam masih kukuh

"Belum waktunya makan Sam, ntar aja pas istirahat. Lagian udah ilang kok pusingnya,"

"Beneran?" Hesam memastikan

"Iya nanti aja," ara tersenyum meyakinkan

Matahari mulai naik sedikit demi sedikit, Ara mengangkat tubuhnya dari kursi berjalan sedikit ke tengah lapangan untuk berjemur sebentar. Hesam dan Ciyo hanya memperhatikan Ara dari tempat duduk masing-masing, tak ada niatan untuk bergabung karena mereka sudah cukup berkeringat karena pemanasa.

"Ra,," panggil seseorang yang berdiri di belakangnya sedang memegang bola basket

Kala mendengar Ara di panggil Hesam menoleh refleks mencari siapa orang itu. Aksa dengan bola basket di tangannya melambai tangan meminta Ara untuk mendeket membuat Hesam mengangkat halisnya sebelah penasaran dengan apa yang mereka obrolkan dari jarak jauh darinya.

Sekitar satu menit Hesam memperhatikan dua temannya yang berdiri di tengah lapangan, tiba-tiba kedua halisnya mengerut kala melihat Aksa yang tiba-tiba berdiri di belakang Ara dan kedua tangannya menahan lengan Ara yang akan memasukkan bola orange itu ke ring.

Senyum tipis yang hambar tergambar pada wajah Hesam. Belum bisa dipastikan mengapa ia membuat raut seperti itu, tapi yang jelas kini hatinya terasa terbakar hanya karena melihat momen yang ada di depan matanya itu.

"Napa lo Sam?" tanya Ciyo saat melihat temannya

Hesam tak membalas membuat Ciyo mengikuti arah pandang temannya itu ke tengah lapang, tepatnya pada Aksa dan Ara. Ciyo tersenyum samar mengerti, ia punya pirasat jika temannya yang satu ini suka pada Ara. Tapi karena gengsi ia tak mau mengakui dan malah lebih suka menjahili dari pada berbuat romantis.

"Udah gue bilang dari dulu, kalo suka tinggal bilang jangan di diemin keburu di ambil kan tuh," Hesam tiba-tiba menoleh dengan mata yang tajam membuat Ciyo diam tak ingin lagi bicara

Prinsip asmara Hesam sedikit rumit, ia tak ingin merusak hati wanita saat dirinya belum yakin sepenuh hati. Walaupun cara Hesam memastikan diri agak sedikit aneh tapi dengan itu ia akan tau apakah jika ia bilang suka akan siap memberi kebahagiaan atau malah membuat harapan-harapan kosong.

Hari pertamanya bertemu dengan Ara memang sangat tidak baik, Hesam sama sekali tidak ada niat untuk kenal lebih jauh dengan gadis yang ia tabrak. Tapi saat tahu jika itu anak baru di kelasnya dan duduk dengan sahabatnya membuat Hesam bimbang dengan perasaannya.

Awal saat Ara meminta di temani ke ruang guru adalah awal dimana Hesam mulai meragukan setiap candaannya pada Ara. Membuat Ara kesal adalah sebagian dari bahagianya, dengan itu Hesam akan yakin dengan hatinya perlahan.

"Yo," Hesam bergumam pelan, matanya masih belum lepas dari Ara yang tertawa lepas di sana

"Apa?" Ciyo membalas malas kepalanya menunduk melihat tangannya yang menyimpulkan tali sepatu

"Cinta," seru Hesam

"Kenapa lo cinta sama Ara?" balas Ciyo santai

"Bukan, lo inget Cinta?" kini Hesam menurunkan pandangannya pada Ciyo yang tiba-tiba mengangkat kepala

"Inget, kenapa?" Ciyo sedikit bingung ingatannya mencoba menggambar kembali wajah gadis yang sudah lama tak ia lihat

"Menurut lo Ara bakal ngeganti in posisi Cinta?"

"Maksudnya?"

"Ara udah duduk satu bangku bareng Aksa, dia juga sering nongkrong bareng kita, apa dia juga bisa jadi sahabat kita?" Hesam kembali menaiki pandangannya, kini ia melihat Aksa yang tersenyum lebar dan Ara yang cemberut. Mungkin mereka berdua sedang berantem kecil

"Gak satu bangku atau ikut nongkrong juga kita bisa jadiin Ara sahabat Sam, kenapa lo melow banget tumben, galau?"

"Berarti Aksa bisa deket dong sama Ara?" Hesam bergumam pelan tapi Ciyo bisa mendengarnya kemudian ia mengangguk

"Lo juga bisa deket kali gak cumen Aksa, gue juga bisa,"

Bukan itu yang Hesam maksud, jika memang bisa berarti posisi Cinta juga bisa Ara ganti, dan itu yang membuat Hesam tidak bisa yakin dengan keinginannya. Karena ia tak ingin ada keributan dengan sahabatnya hanya karena wanita.

Untuk berjuang, Hesam akan memperjuangkan keyakinannya namun dengan batas-batasan, walau sebenarnya Hesam juga belum yakin jika Aksa suka pada Ara tapi untuk berjaga-jaga ia akan memperingati Aksa terlebih dahulu.

"Kenapa lo cemburu sama Aksa?" Ciyo masih gereget pada Hesam yang masih tak mau mengaku

"Kata siapa?"

"Ya elah susah amat bilang iya," Ciyo berdiri beranjak dari duduknya untuk pergi bergabung dengan Aksa dan Ara di lapangan

Hesam menimbang-nimbang yang akan ia lakukan kedepannya. Ara pernah bilang jika tak masalah untuk dekat dengan teman, ungkapan itu membuat Hesam yakin saat itu tapi saat setelah mendengar Ara bercerita tentang Aksa yang curhat tentang Cinta padanya membuat Hesam kembali tak yakin. Pasalnya ia tak pernah mendengar sejelas itu cerita dari Aksa tapi Ara tahu semuanya sekarang.

"Ra gue mau yakin sama lo," gumam Hesam dari kursinya

~AKSARA~

Hoyyy, jadi sebenernya Hesam suka gak sih sama Ara?
.
.
Cocok mana Ara-Aksa // Ara-Hesam atau malah mau Ara-Ciyo?
Oke lah tunggu aja kelanjutannya, jangan lupa vomen ❣️

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang