TWENTY

11 4 0
                                    

Meja dan kursi sudah diatur serapih mungkin. Hanya ada satu kursi untuk satu meja. Dan juga hanya ada pensil dan juga penghapus untuk mengerjakan lembar jawaban.

Hari ini senin, agenda semester yang biasa dilakukan satu tahun sekali untuk menentukan nilai kelayakan naik atau tinggal kelas kini sedang dilaksanakan. Dijadwalkan dalam satu hari ada dua mata pelajaran yang diujiankan. Suasana hening kala waktu pengerjaan soal di mulai, walaupun tak semuanya mutlak mengerjakan sepenuh hati.

Ara, gadis itu mau tak mau harus terpisah dengan Aksa, Hesam dan Ciyo. Ia di tempatkan di kelas yang berbeda dari temannya karena Ara murid baru jadi ia memiliki absen paling akhir di kelas.

Gadis itu mencoba serius dalam mengerjakan soal-soalnya, semalam Ara sudah menghapal sekeras mungkin untuk mendapat target nilainya. Walaupun terkadang fokusnya teralihkan dengan kegaduhan yang sesekali terjadi dikelasnya kala pengawas keluar ruangan.

Bahasa Indonesia pelajaran kedua dihari pertama. Setelah pengerjaan soal yang pertama ada waktu istirahat yang diberikan sekitar setengah jam, jadi Ara dan ketiga teman lelakinya memilih untuk makan. Tapi kaliini Aksa mengajak mereka untuk makan di rooftop, dengan mudahnya mereka setuju dan berakhir kini duduk di kursi kayu, dengan angin yang berhembus pelan menerpa kening mereka.

"Gimana tadi gampang?" Ara membuka suara setelah acara makan mereka selesai

"Alah gitu doang," Hesam menjawab

"Ye sombong banget, liat aja nanti kalo nilainya keluar,"

"Selagi gak dapet nol gue bersyukur,"

"Gak usaha banget dasar,"

"Gue usaha kok," balas Hesam sewot

"Usaha apa? Jualan mie?" cibir Ara

"Lo gak liat apa, selama ini gue udah coba usaha,"

"Hadeuh lo butuh pelicin hah buat bisa gampang ngomong?" cibir Ciyo yang sedari tadi gereget melihat kedua temannya yang berdebat kecil

"Gak, gak perlu. Lo aja sana beli sabun, cuci tuh otak lo yang gak beres," balas Hesam balik mencibir

"Lah kok sewot sih, di bantuin malah nolak. Kalo gitu gue mending dukung Aksa aja,"

"Apa lo ngomongin gue?" sipunya nama merasa terpanggil kala sedari tadi ia hanya fokus dengan handphone nya

"Udah Sa tenang gue ada di pihak lo, biarin aja tuh si kutu usaha sendiri," balas Ciyo dengan nada menyobongkan diri

"Gak bisa gitu dong Sa, satu banding satu kalo mau," Hesam kini beralih pada Aksa

"Lah apaan gue gak ngerti? Lo mau adu panco? Atau mau ngajak lomba lari?" balas Aksa tak paham yang tiba-tiba terlibat debat kecil Hesam dan Ciyo

"Lari Sa, lari dari kenyataan," Ciyo tertawa besar setelah berhasil menjahili teman pakboys nya itu

Tak terasa tiga puluh menit telah berlalu. Keempat manusia yang ada di rooftop kini kembali pada tempatnya, duduk menunggu pangawas datang dan kembali fokus.

Denting air terdengar mendominasi saat ini setelah apa yang telah di lalui tadi siang. Hujan tiba-tiba turun menjebak beberapa siswa yang masih berdiri diam di beberapa koridor kelas. Tidak banyak gemuruh yang membuat takut hanya saja angin yang bertiup cukup kencang hingga mampu membuat seluruh tubuh hampir membeku.

Ara terduduk diam di kelas menunggu hujan reda, gadis itu tak henti memperhatikan jam tangannya melihat seberapa lama ia harus menunggu lagi. Walaupun ini masih belum terlalu sore tapi langit tampak gelap karena matahari yang seharusnya masih bersinar tertutup awan hitam.

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang