"Nam Hee-ya, sini duduk."Nam Hee yang baru saja keluar dari kamar segera berjalan menghampiri orangtuanya yang sedang berada di ruang tengah sembari menonton acara televisi.
Nam Hee duduk di sebelah ibunya.
"Ah, anak ibu. Bagaimana tadi di sekolah?" Ibu Nam Hee bertanya dengan tangan yang bergerak mengelus puncak kepala Nam Hee. "Ayah dan ibu sudah menetapkan tanggal tunanganmu dengan Soobin," ujar ibu Nam Hee yang langsung membuat putrinya itu bergeming.
"I—ibu..."
"Tenang saja, masih lama. Mungkin akhir semester nanti, tepat ketika libur musim panas. Dan setelah itu kau dan Soobin akan langsung menikah setelah kalian lulus, ya?"
Nam Hee terdiam. Sedikit lega mendengar ucapan ayahnya. Namun, tetap saja dia terpikirkan itu terus. Terhitung beberapa bulan lagi menuju akhir semester lima. Dan Nam Hee yakin, waktu akan berjalan sangat cepat.
"Bagaimana di sekolah? Soobin sudah masuk, 'kan?"
Nam Hee menoleh lagi pada ibunya. Dia mengangguk sembari tersenyum. "Iya, bukankah tadi ibu yang memintaku pulang diantar olehnya?"
Ibunya langsung terkekeh. "Iya. Ibu hanya basa-basi saja. Oh iya, mulai besok dan seterusnya, Soobin yang akan mengantar-jemput mu."
"Apa? Antar-jemput?"
Ibu Nam Hee mengangguk. "Kau harus sudah bersiap jika dia datang kemari, ya?"
"Memangnya tidak merepotkan Soobin? Nam Hee bisa di antar ayah, 'kan? Tidak usah diantar-jemput oleh Soobin."
Ibu Nam Hee menggerakkan jari telunjuknya, tanda bahwa Nam Hee tidak boleh menolak. "Ayah tidak bisa, ayah akan berangkat ke luar kota besok untuk 2 minggu ke depan. Dan Soobin, dia juga sudah setuju dan tidak keberatan," jelas ibunya.
"Benarkah? Ayah akan ke luar kota?" Nam Hee mengalihkan atensi pada ayahnya yang sibuk menonton acara.
Tanpa menoleh, sang ayah membalas, "iya, kau bersama Soobin saja. Nanti jika pulang ayah akan membawakan hadiah untukmu. Jaga diri baik-baik, ya?"
"Ayah... Ibu..." Nam Hee menoleh lagi pada ibunya dengan wajah cemberut.
"Kenapa cemberut? Seharusnya kau senang karena Soobin akan selalu bersamamu. Kau akan menjadi lebih akrab dengannya, benar? Oh iya, omong-omong bagaimana penilaianmu ketika bertemu dengan Choi Soobin?"
"Tidak tau..."
"Hey, jawab saja. Ibu ingin mendengar."
Nam Hee masih cemberut. Dia mengembuskan napas dengan tatapan yang mengarah ke kakinya. "Ya... Dia baik."
"Dan... tampan, 'kan?"
◍◍◍
"Kau sudah sarapan, kan?"
Nam Hee menoleh pada lelaki yang berada di sampingnya. Lalu dia menganggukkan kepala sebagai jawaban. Saat ini, dia dan Soobin sudah berada di dalam bus untuk pergi ke sekolah. Tadi, begitu Soobin datang, Nam Hee sudah siap berangkat. Jadi, Soobin tidak perlu menunggunya terlalu lama.
"Baguslah kalau begitu. Aku dengar, tuan Cho hari ini pergi ke Busan, ya?"
Nam Hee kembali mengangguk. "Sudah berangkat sejak pagi. Bahkan aku tidak sempat berpamitan dengannya," balas Nam Hee. Tatapannya yang semula terfokus pada sepatu orang lain yang duduk di kursi sebrang kini menatap Soobin. "Semalam ibuku menelpon orangtuamu?" Tanya Nam Hee kemudian.
Kini giliran Soobin yang mengangguk. "Dia memintaku untuk berangkat dan pulang sekolah denganmu. Kenapa?"
"Kau tidak keberatan?"
Soobin menggeleng. "Tidak. Tidak sama sekali. Apa... Kau yang merasa keberatan?"
"Ti—tidak. Aku... Hanya tidak enak saja denganmu. Kau penurut sekali," balas Nam Hee.
Soobin terkekeh pelan. "Sebagai anak satu-satunya, aku harus menuruti apa permintaan orangtuaku."
"Walaupun kau tidak menyukainya?"
"Eoh?"
"Memang benar apa yang kau katakan. Kita memang harus menuruti apa yang diinginkan orangtua. Tapi kita juga bisa menolak keinginan yang sama sekali tidak kita suka," jelas Nam Hee yang membuat Soobin speechless.
"Misalnya?"
"Eo.... Tunangan ini, mungkin..." Nam Hee berbicara seiring dengan pandangannya yang melihat ke arah lain.
"Tidak. Kata siapa aku tidak menyukainya?"
Nam Hee kembali melihat Soobin. "Eoh?"
"Aku menyukainya dan akan tetap bertunangan denganmu."
◍◍◍
Nam Hee berdiri di depan lokernya. Sudah 1 minggu lokernya itu terkunci. Dan sekarang dia ingin sekali membersihkan dan merapikan isi lokernya itu. Lantas, Nam Hee pun segera membuka kunci yang memakai kombinasi angka.
Tek
Setelah terbuka. Nam Hee segera menarik pintu kecil lokernya. Dan dia langsung terkejut ketika melihat berbagai sticky note yang tertempel di dinding lokernya itu.
"Apa ini?"
Nam Hee mengambil beberapa catatan kecil tersebut dan membacanya. Nam Hee merasa tertohok karena semua catatannya berisik penghinaan tentang dirinya yang penyakitan. Rasanya, Nam Hee ingin menangis saja. Dia tau siapa pelaku yang menempelkan sticky note itu.
"Eoh! Kau sudah membacanya, ya?"
Pertanyaan itu membuat Nam Hee menoleh dan beberapa orang yang ada di kelas ikut menoleh. Min Na Eun baru saja tiba di kelas.
"Kenapa kau melakukan ini padaku?" Tanya Nam Hee dengan nada yang bergetar.
Na Eun tersenyum miring. "Hanya... Ya... Sedikit memberitahu fakta," balasnya dengan enteng. Lalu dia melangkah mendekat. "Lain kali, jangan menyusahkan semua yang ada di kelas ini karena penyakitmu yang selalu kambuh mendadak itu, ya?" Ucapnya sambil menepuk bahu Nam Hee dan setelah itu melenggang pergi menuju tempat duduknya.
Nam Hee menunduk. Matanya terasa panas sekali. Dia kembali menatap sticky note ditangannya.
"DASAR PENYAKITAN, BISANYA MENYUSAHKAN ORANG SAJA!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] HOME: sincerity
Fanfiction‹ 𝐇𝐎𝐌𝐄 › ft Choi Soobin ❝Ayo menikah. Aku tidak mau rumahku ditinggali orang lain.❞