31. Lapang dada

58 2 1
                                    

Karena jujur lebih baik, walaupun itu menyakitkan.

Tut.. Sambungan terputus, Billy mendadak memutuskan panggilan tanpa menunggu jawaban dari Agatha.

Setelah berbicara seperti itu, hati Billy kembali berdetak kencang. Antara menyesal dan lega.
Entah. Ada yang bisa mendeskripsikan perasaan Billy sekarang?

Sementara di kelas yang hening karena mendengar penjelasan dari Bu Dian, guru fisika kelas 10 IPA, hanya suara kerasnya yang menggema.

Agatha mulai tidak berkonsentrasi dengan pelajarannya.  Ia menoleh ke arah belakang, disana terlihat Algi dan Galang yang sedang bermain game online secara sembunyi-sembunyi di kolong meja.

Tak ada siswa yang berani mengadu, menegur saja sudah mendapat hadiah sepulang sekolah nanti.

"Jam terakhir, di isi fisika. Gila antara otak, pikiran, dan tubuh udah gak bisa di ajak kompromi."
Agatha menatap Adel lesu.

Agatha tak menjawab, dia hanya berfikir bagaimana caranya bisa keluar lama tanpa dicari.
Ia berniat mencari Billy untuk meluruskan semuanya, demi tuhan hatinya sekarang tidak tenang.

"Bu, saya izin ke kamar mandi."
Agatha mengacungkan diri, lalu berjalan menghampiri Bu Dian yang kini menatapnya datar.

"Sebentar atau lama? Ngapain kamu?"

"Perut saya sangat sakit, Bu. Tadi memakan sambal banyak.  Mungkin sekarang mau buang air besar." Agatha menatap Bu Dian dengan tatapan memohon.

Selang beberapa detik, Agatha tersenyum kala melihat Bu Dian menganggukkan kepalanya tanda mengizinkan.

Agatha membungkukkan badan lalu berjalan keluar kelas, ia berjalan menyusuri koridor berharap bertemu Billy.

Ia merogoh ponselnya. Mengetikkan sebuah pesan kepada si cowok yang sudah memenuhi pikirannya sekarang.

Billy
Km dimana? Aku mau kesana.

Sembari menunggu jawaban Billy, Agatha berbelok ke kantin membeli minuman dingin terlebih dahulu.

"Berapa,Mbak?"

"11.000 aja."
Agatha menyodorkan uang kepada penjual kantin bernama Mbak Ratni itu.

"Masih kembali,Dek."

"Buat Mbak Ratni aja."

Agatha berjalan santai sambil melirik bangku kosong siapa tahu ia menemukan Billy. Namun, kenyataannya tidak.

Ia merogoh sakunya, melihat ponselnya yang tak kunjung mendapat balasan.

"Kemana sih."
Agatha berjalan menaiki tangga, ia memutuskan akan mencarinya di rooftop.

Derap langkah kaki membuyarkan lamunan Billy yang tengah rebahan santai di lantai. Ia bangkit lalu menatap seorang gadis yang berdiri di depannya. Tak ada kata yang terucap pada Billy, ia memilih bangkit, berniat untuk meninggalkan gadis itu.

"Tunggu."
Billy menoleh kala tangan gadis itu memegangnya.

"Boleh bicara?"
Billy melepaskan kaitan tangannya, ia memilih pergi saja dari pada harus berurusan dengan Agatha.

"Billy terserah habis ini kamu jauhin aku.  Aku mau butuh penjelasan kamu."

Langkah cowok itu berhenti namun ia enggan berbalik. Pikiran dan hatinya sedang tidak sinkron sekarang.

Agatha berjalan mendekat, memeluk dari belakang tubuh kekar dan tinggi kekasihnya itu dengan lembut.

Deg.. Deg.. Deg.. Deg

Epiphany Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang