Chapter 26

3.1K 263 17
                                    


Sejak kecil, Seokjin selalu diajarkan untuk menjadi manusia yang jujur. Meski ia sudah pernah melanggarnya— berbohong soal hubungannya dan Namjoon, tapi ia sama sekali tidak bisa mentoleransi kebohongan lain.

Empat bulan berharap saja sudah terasa sangat menyesakkan, tapi Namjoon malah menambahkan tiga bulan lagi. Seokjin benar-benar tersiksa dengan semua perasaan yang ada. Ia ingin marah dan memaki kekasihnya itu, tapi ia bahkan tidak punya cara untuk bertemu.


Satu bulan kembali berlalu, masih tidak ada kabar sedikit pun dari Namjoon yang entah bagaimana kabarnya. Setiap malam air mata selalu terbuang sia-sia. Tubuhnya semakin kurus, wajahnya semakin tirus, pipi gembil itu nyaris tidak bisa dicubit seperti dulu.

Waktu tidurnya tidak beraturan, makan hanya ketika ia benar-benar lapar, minum hanya ketika dia haus dan keluar kamar ketika dia ingin. Ponsel tidak ada, karena ayahnya benar-benar tidak ingin anaknya berbohong lagi di belakangnya.



"Aku tidak suka seorang pembohong." Ia berujar lirih di tengah tangisnya.


Baju pemberian Namjoon yang sedang ia pakai langsung dilepas. Ia membuangnya ke lantai, tidak lama kemudian ia tertidur tanpa pakaian lengkap, dengan jendela kamar yang terbuka lebar.







Pagi harinya, Seokjin demam tinggi, ia sampai harus dirawat di rumah sakit. Sudah delapan hari berlalu, tapi panas di tubuhnya hanya berkurang sedikit.

"Nak, segeralah sembuh. Jangan menyiksaku. Kau hartaku satu-satunya."

Seokjin ingin menangis. Ia merasa bersalah karena sudah bersikap seperti ini pada sosok yang membesarkannya seorang diri. Tapi ia ingin ayahnya membebaskan dirinya.

"Ayah," ujarnya pelan. Kedua matanya mulai redup. "Maaf karena tidak bisa menjadi anak yang baik."

Tidak! Ayah Seokjin berteriak dalam hati. Ia tidak ingin mendengar kata-kata ini, yang juga diucapkan oleh istrinya terakhir kali. Ia tidak ingin kembali kehilangan!

"Kau pasti sembuh, jangan tinggalkan aku seorang diri. Aku tidak bisa hidup tanpamu, anakku." Ayah Seokjin menangis dengan keras, sama seperti ketika ia kehilangan istrinya.



"Aku mencintai ayah. Ayah tahu itu, kan?" Ayahnya mengangguk dengan cepat, tidak peduli jika kepalanya akan pusing.


Kedua mata indah anaknya tertutup perlahan. Ia panik luar biasa dan segera keluar dari kamar inap, berteriak memanggil dokter. Ia baru bisa bernapas lega ketika dokter mengatakan anaknya hanya pingsan.



Kedua kaki yang semakin lemah itu ia langkahkan menuju kafetaria rumah sakit, ingin memesan teh hangat untuk melepas lelah. Dengan langkah gontai, ia menuju bagian pemesanan.


"Permisi! Tolong satu gelas teh hangat!" Seseorang memotong antreannya. Ayah Seokjin menatap ke sebelah kirinya, hendak marah, namun ia mengurungkan niatnya. Kedua matanya terbuka cukup lebar.


Pemuda Kim Namjoon kembali menampakkan diri di hadapannya. Dengan mengenakan setelah jas dan sepatu pantofel, ia terlihat berbeda daripada ketika mengenakan pakaian santai.

"K-kau—"

Namjoon juga terkejut, ia mendadak gugup dan takut. "H-halo, paman Kim." Ia menyapa sambil membungkuk hormat.

Pegawai kafetaria menginterupsi mereka, menanyakan siapa yang ingin dilayani terlebih dahulu. Namjoon menunjuk ayah Seokjin dengan sopan, tidak lama kemudian pesanan keduanya tiba. Namjoon ingin segera permisi dan pergi, namun ayah Seokjin menghentikan langkah kakinya.


"Bagaimana kabarmu?" Ayah Seokjin bertanya.

Namjoon menjawab dengan sopan. "Saya sangat baik, paman Kim."


"B-bisakah kita berbicara sebentar?"

Wajah Namjoon terlihat meragu, namun ia menjawab, "Tentu."

"Kau sudah bekerja di sini ternyata."

Namjoon tertawa canggung. "Hanya sebagai karyawan keamanan."

Ayah Seokjin sedikit terkejut. Ia ingin kembali berujar, tapi Namjoon bergegas pamit.



Pria tua Kim menghela napasnya. Ia berpikir jika kecerdasan otak pemuda yang pernah mencuci pikiran anaknya itu ternyata hanya bisa mendapatkan posisi keamanan rumah sakit.





Ketika kedua kakinya hendak melangkah, ia mendengar karyawan kafetaria tadi berujar pelan pada temannya.


"Sekretaris keuangan sangat tampan, ya?"

Yang lainnya membalas, "Di mana dia? Aku benar-benar kagum padanya. Dia sangat tampan dan seksi."

Yang tadi kembali berucap, "Baru saja pergi. Aku sangat malu ketika tangan halusnya menyentuh tangan kasarku saat menerima teh hangat tadi, haha."





















Ketika senja hampir tiba, Namjoon kembali ke kafetaria, ia tidak melihat ayah Seokjin di sana. Ia ingin bertanya apa yang dilakukan pria tua itu di rumah sakit. Apakah ia yang sakit? Atau anaknya?

Saat ia hendak bangkit untuk pergi, ia melihat ayah Seokjin berjalan ke arahnya dan mengambil tempat di hadapannya.


"Kau tidak sedang sibuk, kan?" tanya ayah Seokjin. Namjoon hanya menggelengkan kepalanya.

"Kau lulus dengan cepat, anakku benar tentang kecerdasanmu."


Menyebutkan Seokjin, Namjoon langsung berujar tidak sabar. "K-kenapa anda bisa ada di sini? Siapa yang sakit?"

"Ah, Seokjin demam tinggi, sudah lebih dari seminggu tapi tidak juga turun." Pria tua Kim itu menjawab dengan jujur. Ada kilatan yang tidak bisa Namjoon artikan di kedua matanya.


Jantung Namjoon berdetak keras, ia ingin segera berlari menemui sang kekasih. Tapi ia tidak yakin ayah Seokjin akan membiarkannya, dan juga Seokjin pasti tidak ingin bertemu dengannya.



"Kau ingin menjenguk anakku?"

Kedua mata tajam Namjoon terbuka lebar. Ia meragukan pendengarannya. Namun ayah Seokjin menyadari itu dan segera berujar, "Mungkin demamnya bisa langsung turun ketika melihatmu."


Namjoon meragu, ia tidak yakin akan semudah ini. Tapi ia tidak ingin membuang kesempatan. "B-bolehkah?"

Ayah Seokjin tersenyum tipis dan mengangguk. Kaki-kaki jenjang itu berlari cepat menuju sebuah kamar inap yang ayah Seokjin sebutkan. Pintu dibuka dengan keras dan kasar, membuat sosok yang sedang berbaring lemas sedikit terkejut.



"… Seokjin hyung."

Rasa terkejut Seokjin kian bertambah, jantungnya hampir meledak. Ia berusaha untuk duduk, Namjoon segera membantunya perlahan.

Detik itu juga, pertemuan haru kembali mereka rasakan. Senyum, tawa dan air mata kembali tumpah. Ada begitu banyak hal yang ingin segera mereka tuangkan untuk satu sama lain.


























TBC …








Satu lagi ya, hehe^^

















©daιnιғeι yυzι
—May 21, 2020—

Tanggal revisi
—September 29, 2020—

My Fabulous Slave 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang