"Di dalam hati tak mau. Namun, demi berbakti akan kulakukan."
Aisyah Annaya Alissia
🎀🎀
"Shollaatullah.. Salammullah.. A'lathoha Rasullillah sholatullah salammuallah a'la yasin habibillah.." bersenandung sholawat sambil memberes kamar, itulah yang dilakukan wanita bernama Aisyah. Di jam delapan pagi begini, ia harus melakukan sesuatu yang berguna. Apalagi, dimasa libur dari pesantren, ia ingin menghabiskan waktu di rumah akibat rasa kerinduan. "Alhamdulillah, udah beres." mengusap tangan dengan tersenyum senang. "Sekarang.. kayaknya lebih enak baca buku." berbalih pada meja belajar dan duduk di sana. Meratapi jejeran buku ilmiah, kitab dan pelajaran, akhirnya ia memilih mengambil buku hikayat yang berisi tokoh-tokoh teladan. "Hikayat Amir Hamzah, mengisahkan tentang kepahlawanan Amir Hamzah dalam memperjuangkan Islam serta mempertahankan Melaka dari serangan Portugis." membaca sipnosis di bagian belakang buku. "Wooh.. Masyaa Allah." terpukau Aisyah, lalu ia membuka lembaran pertama sebagai tanda memulai bacaannya.
Di tempat lain, Marwah menaruh secangkir teh hangat di meja ruang keluarga. "Nih Abi, tehnya."
Adam menutup kitab fikih di tangannya melihat minumannya sudah datang di meja. "Terima kasih, Ummi."
Marwah duduk samping Adam. "Iya."
"Bismillah." Adam menghirup air teh dengan pelan-pelan. Seketika, tenggorokannya merasakan kehangatan yang membuat tubuhnya lebih baik. "Aisyah mana, Mi?" menaruh cangkir kembali.
Rumah mereka tidak kecil atau sederhana, tetapi lebih dari itu. Besar, bertingkat dan berastektur arabia jika dipandang mata. Sungguh terasa di luar negeri. Akan tetapi, hati penghuni rumah ini tentu tidak
sebesar rumahnya. Sikap mereka begitu rendah hati dan dermawan dengan kentalnya tuntunan agama di jiwa keluarga ini. Kesederhanaan dan rasa ketentraman yang hanya ada disini.Adam angguk-angguk saja, jika Aisyah masih diam di kamar. Jika diperhatikan pun, raut wajahnya kini seperti sedang memikirkan sesuatu. Marwah yang merasakan itu, langsung bertanya. "Bii.. Ada apa?" memegang pundak suaminya.
"Ummi," panggil Adam.
"Ya?"
"Menurut Ummi... salah tidak jika Abi meminta Aisyah untuk pindah ke sekolah biasa?"
Tertegun Marwah dalam diam. "Ma-maksud Abi gimana?" Marwah sama sekali tidak mengerti dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan suaminya.
"Setelah perusahaan pabrik Abi bangkrut, Abi sudah tidak memiliki banyak uang lagi." bernada sendu. "Aisyah belum tau soal ini. Makannya.. mungkin sekarang waktu yang tepat buat Abi bicara sama dia."
Adam memiliki perusahaan pabrik di Jawa Barat. Kemudian, yang membuat perusahaanya bangkrut besar disebabkan oleh ledakan dari salah satu mesin utama di pabrik dan mengakibatkan kebakaran hebat. Peristiwa itu sudah terjadi seminggu yang lalu, tetapi untungnya, pada kejadian tersebut tidak sampai memakan korban, sebab terjadi di waktu malam hari ketika semua karyawan sudah pulang bekerja. Walaupun begitu, sebagai pembangun dan pemilik pabrik, Adam sangat dirugikan sampai puluhan miliaran. Itu.. bukan uang yang sedikit.
Alhasil, disaat-saat inilah Adam ingin bercerita mengenai persolannya kepada Aisyah, putri satu-satunya. Karena sebelumnya, Adam serta Marwah memang sengaja untuk tidak mau Aisyah ikut campur terhadap masalah yang dihadapinya tersebut.
"Abi rasa.. kita akan mengalami perubahan besar, Mi. Kita akan pindah rumah dan mencari kontrakan yang nyaman untuk kita tinggal sementara. Lalu.. dengan terpaksa Aisyah juga harus berhenti di pesantrennya.
"Pindah rumah, Bi??" Marwah membulat kaget.
Adam mengangguk dengan perasaan sedih. "Lalu, terpaksa Aisyah juga harus berhenti di pesantrennya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Siswi Bercadar ✅
Teen FictionDemi berbakti dan membantu kondisi ekonomi keluarga, muslimah bercadar ini rela pindah dari pesantren favoritnya ke sekolah formal. Apa yang terjadi? Entahlah, Yang pasti, ia akan disambut oleh lingkungan baru, masalah dan perbedaan yang terjadi. T...