"Sudah kuduga ini akan sulit. Perbedaan tempat sebelumnya dengan yang baru."
Aisyah Annaya Alissia
🎀🎀
Dua minggu kemudian.Adam, Marwah dan putri cantiknya yaitu Aisyah, sudah sampai di rumah kontrakan sehabis dari sekolah untuk mengisi formulir pendataftaran. Aisyah dapat diterima sekolah di sana, karena lewat prestasinya yang sangat banyak ketika masih di pesantren.
Sejak tadi, wajah Marwah terus saja menunjukkan cemberutnya yang sulit dideskripsikan. Namun yang jelas, ekspresi cemberut itu karena Aisyah.
"Ummi, Aisyah. Abi ke kamar duluan, ya." Adam berjalan sesudah kedua wanita itu mengangguk di sofa.
Aisyah beralih menatap Ummi di dekatnya. Ia baru sadar oleh wajah Umminya tak seperti biasanya begitu. "Ummi.. Ada apa..?" Aisyah bangun kecil di sofa mendekatkan jarak diantara mereka.
Kepala Marwah menoleh perlahan. Sekali, dirinya hembus nafas panjang. "Aisyah,"
"Ya?" menatap fokus Aisyah, siap mendengarkan sesuatu.
Tiba-tiba Marwah menangis begitu saja. "Ummi merasa bersalah. Kamu harus begini, Aisyah. Kamu harus melepas cadar demi kita." memeluk putrinya sambil menangis tersedu-sedu.
"U-Ummi.. Jangan nangis begini.." Aisyah sudah malas jika salah satu orang tuanya menangis. Ia tidak suka. "U-Ummi.. Udah, Mi. Gak perlu merasa bersalah."
Marwah melepas pelukan dari Aisyah.
"Ummikan tahu, Aisyah juga baru banget pakai cadar. Malah, belum sampai sebulan. Terus karena tiba-tiba kita kena ujian kayak gini, Aisyah harus rela demi kebaikan kita. Ummi.. wanita gak mesti memakai cadar. Justru, wanita berkewajiban menutup aurat. Ditambah, wajah dan telapak tangan bukanlah aurat seperti yang Rasulullah katakan. Jadi, Aisyah punya alasan yang jelas untuk melepas cadar. Ya.. ini semua demi keluarga kita. Makannya.. Ummi jangan terlalu menyalahkan diri Ummi, ya." merangkul Aisyah dengan kepala menyender di pundak Marwah.
Tak tahu kenapa, perkataan yang keluar dari mulut Aisyah, membuat tetesan air mata Marwah kembali jatuh.
Cup
"Terima kasih, Sayang. Ummi sayang banget sama kamu." ia tersenyum haru menatap bangga pada putrinya sendiri.
☁🌤☁☁
Berbagai jenis kendaraan seliwar-sliwir di depan mata. Semakin waktu, matahari yang diatas mulai nampak di langit pagi. Sudah berapa kali mulut Aisyah terus menghembus nafas, menenangkan diri ketika melihat keramaian siswa-siswi berseragam masuk ke gerbang megah sekolah SMA Samudra. Setelah permintaan Adam dua minggu silam, mereka mempersiapkan kepindahan Aisyah dari pesantren ke sekolah. Mulanya, kepala pesantren yang Aisyah tempati, menolak dan menyarankan jangan pindah disebakan tidak lama lagi Aisyah akan lulus. Namun, karena tekatan seorang Ayah, Adam berhasil meminta dengan sesopan mungkin kepada kepala persantren untuk diperbolehkan putrinya pindah dan mau menyetujui dengan menandatangani surat perpindahan.
Aisyah melirik sekilas jam tangannya. "Sepuluh menit lagi bel masuk." memperhatikan kembali situasi keramaian di seberang sekolah.
Adam abinya, sudah menghantarkan Aisyah menuju ke sini. Abinya berpesan, Aisyah akan diantarkan oleh bu Rahma selaku wali kelasnya, ketika selesai upacara nanti.
Hufff..
Tangannya naik turun menetralkan kegugupan yang dirasakan. "Ok, Aisyah.. Kamu bisa. In sha Allah, semua akan baik-baik aja. Ya, ayo! Bismillah." kakinya melangkah menuju gerbang sekolah yang semakin lama sepi karena upacara sebentar lagi akan dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siswi Bercadar ✅
Teen FictionDemi berbakti dan membantu kondisi ekonomi keluarga, muslimah bercadar ini rela pindah dari pesantren favoritnya ke sekolah formal. Apa yang terjadi? Entahlah, Yang pasti, ia akan disambut oleh lingkungan baru, masalah dan perbedaan yang terjadi. T...