Aisyah berjongkok di depan lemarinya. Ia mengambil kotak rahasia yang ada di dalam lemari tersebut.
Terlepas gembok kotaknya. Ketika ia pegang, ternyata kotak itu sudah menjadi lebih berat dari sebelumnya. Uhh!! ini membuat perasaannya semakin berdebar!!
"W-woh," membelalak kaget melihat tumpukan uang merah dan biru di dalamnya.
Berkedap-kedip Aisyah dengan uangnya sendiri. Padahal, kini tangan kanannya sedang memegang uang yang ingin ia masukan ke dalam kotak tersebut. Kalau begitu, uangnya akan bertambah banyak lagi.
"Alhamdulillah.. " senang dan senang, Aisyah.
Marwah yang selesai bebenah di dapur berjalan ke ruang depan untuk bersantai menonton televisi. Ketika menuju kesana, ia melewati kamar putrinya dengan posisi pintu terbuka.
Seketika, rasa ketetarikan Marwah datang ingin memasuki ke dalam kamar tersebut. Penasaran, putri cantiknya itu sedang apa di waktu malam begini.
Marwah datang dengan langkahan sangat hati-hati hingga tak terdengar suara kakinya. Ia diam-diam mengintip yang dilakukan Aisyah yang duduk di meja belajarnya.
"Assalammualakum.." salam Marwah dikuping Aisyah.
"Astagfirullah!" loncat kecil Aisyah di kursi.
Marwah semeringah. Terkadang, ibu paru baya ini sering buat candaan. "Wah, uangnya banyak banget." kagum melihat tumpukan uang di dalam kotak. "Udah ada berapa, Sayang?" duduk di sisi kasur.
Aisyah mengambil handpone dan langsung menunjukkan layar kalkulator.
32.800.000
"Ma-masyaAllah!" tutup mulut Marwah, melotot. "I-itu jumlah di kotaknya?"
"Em!" angguk-angguk Aisyah tersenyum. "Banyak ya Mi, alhamdulillah." menaruh handpone. Melihat jumlahnya, Aisyah sudah bisa membayar uang semester di Universitas Kairo.
"Haah.. Ummi ikut seneng liat kamu bisa begini, Aisyah. Kamu bisa sukses dengan cara kamu. Kamu mau berjuang sendiri demi keinginan kamu. Hem.. Hebat." tersenyum bangga menatap wajah putrinya.
Aisyah memajukan badannya memeluk Marwah. "Ini juga dari Ummi sama Abi juga. Aisyah gak berjuang sendiri, kok." memejam mata tersenyum senang.
Hembus panjang Marwah, mengusap punggung Aisyah.
Setelah itu, keduanya melepas pelukan.
"Gimana rasanya sekolah di Samudra? udah lama jugakan kamu disana.. ada gak perubahan atau lainnya? Coba cerita ke Ummi." mengambil bantal siap mendengar.
Aisyah menyamankan duduknya. "Emm.." memutar mata berpikir. "Alhamdulillah, semakin kesini, Aisyah semakin nyaman." melempar senyum kembali. Itu berarti Aisyah bahagia sekolah disana.
"Banyak teman ya disana?"
"Pasti. Ada Aca.. Jessica.. Della.. Melody... Harist sama Angga juga. Mereka sih yang deket sama Aisyah." terus terang.
Semakin panjang saja senyum Marwah, memandangi Aisyah, mendengari itu.
9 bulan sudah berlalu, telah mengukir banyak hal dikehidupan Aisyah. Ia terlahir sudah di sekolahkan di Pesantren yang berpatokan pada agama. Namun, alur hidupnya seketika berubah ketika usianya yang ke 18 tahun. Tentu butuh waktu untuk dirinya berorientasi oleh lingkungan baru pada awalnya. Merasa tak nyaman dipandang banyak lelaki, bergaul dengan lawan jenis di setiap harinya, meladeni sikap teman yang beraneka ragam, bertarung ilmu baru yang ada disana, menjaga harga diri tanpa mengikuti kebiasaan jelek mereka, sungguh sebuah proses yang cukup lama bagi seorang Aisyah si mantan santri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siswi Bercadar ✅
Teen FictionDemi berbakti dan membantu kondisi ekonomi keluarga, muslimah bercadar ini rela pindah dari pesantren favoritnya ke sekolah formal. Apa yang terjadi? Entahlah, Yang pasti, ia akan disambut oleh lingkungan baru, masalah dan perbedaan yang terjadi. T...