12

123 23 4
                                    

Aku tidak mampu melihat Mingyu, bahkan ketika proses penyerahan jabatan ala-ala aku hanya mampu tersenyum tipis ketika difoto, sisanya aku tidak bisa berekspresi hingga acara selesai. Bodohnya lagi selesai acara, ada game truth or dare yang pasti dimainkan ketika pertemuan macam ini. Aku pun tidak paham mengapa game semacam itu eixst dan menjadi permainan wajib anak organisasi yang dalam tanda kutip ingin dekat satu sama lain.

"Pokoknya siapa pun yang tertunjuk sama ujung botol yang kena! Pertanyaan truth cukup 3 aja biar ga kemalaman!" Jelas mantan ketua UKM-ku memberikan arahan. Semua orang mengangguk setuju kecuali aku yang ingin cepat-cepat tidur.

Karena aku pun tidak bisa pergi dari tempat itu, aku mau tak mau mengikuti permainan. Awalnya yang kena adalah angkatan inti lama, teman-temanku yang memilih truth dan ditanya soal perasaan kepada beberapa orang yang rumornya dekat dengan mereka--pertanyaan klise. Ada yang pilih dare juga untuk mengunggah foto teman sebagai foto profil di whatsapp dan sebagainya. Begitu malam makin larut, aku semakin bosan.

"Mingyu! Mingyu!" Minghao berseru semangat sembari menepuk-nepuk tangannya. Aku segera melirik botol yang sedang berputar itu, yang makin lama makin melambat dan ujung botol berhenti ke arahku.

"Rana!!" Mantan ketua UKM berseru semangat, beberapa temanku juga melakukan selebrasi karena tidak menjadi korban permainan laknag itu.

"Truth." Kataku cepat sebelum sang moderator bertanya.

"As expected." Komentar temanku. Aku tidak merespon, menunggu orang memberikan tanya padaku.

Tak perlu menunggu lama, ada 3 orang mengangkat tangan. Dua orangnya gadis inti baru yang memang sering ku lihat aktif di organisasi. Satu lagi temanku yang dulu pernah menjabat sebagai sekertaris.

"Aku dulu, Kak!" Sahut salah satu juniorku, gadis berambut pendek yang punya senyum sumringah. Cantik sekali anaknya, aku jadi tersenyum melihatnya.

"Kakak sama Kak Mingyu pacaran, nggak?"

Senyumku segera hilang di wajah. Semua orang seperti sudah expecting tanya itu akan keluar, mata mereka menatapku penuh tanya. Sedangkan ku lirik Mingyu yang duduk tak jauh dariku tengah membuang muka ke sembarang arah. Benakku kembali mengingat kejadian di taman samping Villa tadi. Sial! Aku harus melupakannya!!

"Nggak." Jawabku jujur. Si penanya tampak lega, aku yakin dia punya hati kepada Mingyu.

Beberapa temanku berseru, "Ouwww" like they didn't expect that. Aku makin ingin pulang ke rumah secepatnya, deh.

"Aku, ya, Kak! Perasaannya Kak Rana ke Kak Mingyu bagaimana?"

Lagi dan lagi. Dari awal aku sudah tahu mereka akan menayakan hubunganku dengan Mingyu, toh aku memang tampak dekat dengan anak itu. Kalau hubunganku dengan Mingyu sedang tidak bermasalah, aku mungkin tidak akan kesulitan seperti saat ini.

Sebelum aku bersuara, Mingyu berdiri dari duduknya. "Boleh nggak, skip aja? Aku nggak sanggup."

Aku terkejut, berikut orang-orang yang ada di sana. Tuhan! Mereka pasti akan berspekulasi yang tidak-tidak tentang Mingyu dan diriku. Aku jadi ikut berdiri, ingin bergegas ke kamar untuk tidur. Tapi salah satu temanku menarikku kembali untuk duduk.

"Lo suka sama Rana?" Tanya temanku itu kepada Mingyu.

Kedua mataku terbelalak, aku mendesis kepadanya, marah karena pertanyaan itu membuat seisi Villa sepi. Semua orang menunggu Mingyu menjawab.

"Gil--"

"Iya." Jawab Mingyu sebelum aku berhasil membuat keadaan lebih baik.

Semua orang menatapku bergantian dengan Mingyu. Wajahku mungkin sudah seperti kepiting rebus sekarang, sampai alu harus menutupnya dengan kedua telapak tangan. Bukan hanya malu, aku pun tidak tahu harus ngomong apa sekarang.

Grain [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang