Mingyu tidak membalas pesanku hingga akhirnya kami bertemu di kampus. Ia menatapku dari jauh dengan senyum yang lebar, sedangkan aku berusaha untuk tidak mengindahkannya. Joshua yang bersamaku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
"Brondong kamu, tuh." Sahutnya sembari duduk di kursi kantin. Aku duduk di sampingnya, menaruh tas di atas meja kemudian menyikutnya begitu melihat Mingyu berjalan ke arah kami.
"Kak." Sapanya kepada Joshua yang memasang senyum tipis.
Tanpa meminta izin, Mingyu duduk di hadapanku. Senyum masih menghiasi wajahnya. "Keren, kan, fotonya." Katanya kemudian.
Aku menggeleng. "Foto itu bikin kita diomongin orang, Mingyu."
"Diomongin gimana?" Tanyanya membuat lidahku kelu. Susah untuk dijelaskan, aku tidak ingin Mingyu berpikiran yang tidak-tidak karena aku yang terlalu memasukkan hati kata-kata orang.
"Kalian dikira pacaran." Jawab Joshua mewakiliku, ia memakan keripik yang ada di sana sembari menunggu makanan kami datang.
Mingyu menaikkan satu alisnya, ia melirik Joshua sekilas dan kembali menatapku. "Ada yang cemburu, memangnya?"
Aku menepuk jidat. "Bukan soal cemburu, tapi emangnya kamu nggak merasa nggak nyaman dengan kata orang?"
"Nggak." Jawab Mingyu tenang sembari tersenyum manis. Aku memutar kedua bola mataku. "Aku yang nggak nyaman. Enak ya, anda menggunakan saya untuk berlindung."
"Berlindung dari siapa?"
Joshua menghela napas, ia tampak kesal dengan Mingyu yang tidak paham. "Fans anda, permisi." Sahutnya kemudian.
Mingyu mengerutkan kening. "Kamu diusik sama mereka, Kak?"
"So far, nggak, sih. Tapi aku takut saja, soalnya anak ini sampai tahu kabar gosip kampus--which is kabarnya sudah menjadi rahasia umum." Jelasku sembari menunjuk Joshua yang mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ya sudah, biarin aja." Kata Mingyu sangat-sangat santai. Aku mendesahkan napas, sama halnya dengan Joshua yang juga menepuk jidatnya keheranan.
Sembari mengunyah keripik, Joshua berkata dengan tajam. "Ga bisa gitu dong, Mingyu. Kamu, tuh, nggak sadar? Rana bukan punyamu, jangan seenak jidat memperlakukan dia seperti itu. Kalau Rana diusik sama fans kamu, gimana?"
Aku terhenyak. Kalau ada Jeonghan, orang itu mungkin akan mengatakan hal yang sama pada Mingyu. Joshua kali ini seperti malaikat penyelamatku. Jujur saja, mungkin karena aku orangnya nggak enakan, aku agak sulit menyuarakan keresahanku kepada orang lain. Sebagai gantinya, Jeonghan yang mewakiliku. Dan karena anak itu ada di negara lain, aku bersyukur Joshua bisa menggantinya sementara.
"Aku akan ngomong sama mereka." Kata Mingyu dengan tegas.
Tapi Joshua menggeleng. "Bukan begitu caranya." Ia menelan keripik yang masih dikunyahnya di dalam mulut.
"Kalau kamu ngomong langsung, mereka bakal terus menyerang Rana. I've been there, Mingyu. Yang harus kamu lakuin, kasih kepastian ke Rana. Kala--"
"Eiy, kepastian apaan? Aku hanya in--"
"Kalau kamu suka sama dia, bilang secara gentle, lalu jelasin ke orang-orang. Jangan kayak gini." Joshua tidak peduli dengan wajahku yang memerah. Sial. Aku malu bukan main.
Si Mingyu, tidak sesuai ekspetasiku, wajahnya tampak serius. Ia menatap Joshua, mendengarkan omongan sahabatku itu dengan khidmat.
"Bukan suka, mungkin kamu terlalu sering upload fotoku di instagram, jadi alangkah lebih baiknya dikurangin biar ga menimbulkan banyak presepsi." Jelasku segera.

KAMU SEDANG MEMBACA
Grain [Complete]
FanfictionCinta itu seperti Grain dalam hasil cetakan kamera analog. Hampir tidak tampak karena berupa partikel kecil yang muncul setelah partikel kimia bereaksi pada cahaya. Sama halnya dengan cinta, yang berasal dari partikel kecil yang saling berkontribusi...