26

113 24 7
                                    

Aku menarik napas panjang, berusaha mengumpulkan keberanian untuk mendatangi sekre UKM Fotografi. Meski menjadi anggota yang tidak aktif, aku tetap anggota yang dihormati karena pernah menjabat di inti organisasi. Masalahnya aku bukan datang untuk mengikuti rapat atau semacamnya, aku datang untuk melabrak orang sendirian. Sendirian!!

"Ada Dila, nggak?" Aku bertanya langsung setelah membuka pintu sekre. Di dalam tidak banyak orang, hanya ada beberapa anak-anak saja termasuk Minghao.

Minghao segera menghampiriku dengan wajah khawatir, ia tahu aku sedang tidak baik-baik saja. Nada suaraku pun tidak seramah biasanya. Aku hampir tidak pernah marah kepada siapa pun, tapi kali ini aku tidak mau melepaskan momentumku untuk melabrak orang sialan yang telah meneror dan merusak kameraku secara sengaja.

"I-iya, Kak?"

Aku melihatnya. Dila. Gadis berambut pendek dengan senyum yang manis, sayang sekali sifatnya tidak semanis penampilannya. Otaknya pun tidak digunakannya dengan baik.

Tanpa banyak omong, aku membawanya keluar ruangan dan memperlihatkannya video yang telah kurekam ulang menggunakan aplikasi hp. Video bodoh yang ada di instastorynya.

Wajah Dila berubah masam. Minghao dan beberapa anak UKM yang ada di sana ikut melihat video itu. Mereka terkejut dan bertanya-tanya maksud video yang ku tuju.

"Ada apa, K-"

Aku mengangkat tangan, menyuruh Minghao diam. Setelah itu ku telepon nomor yang menerorku. Gadis di hadapanku itu terkejut, ia meraih hpnya yang berdering.

"Angkat." Titahku.

Tangan Dila bergetar. Ia mengangkat teleponku dan tanpa basa-basi aku berkata. "Ganti kamera gue, ya, lonte."

Minghao menutup mulutnya, ia tampak sangat terkejut mendengarku menyebut kata 'lonte'. Aku tidak akan menampar Dila seperti yang pernah ku bayangkan, hal ini sudah cukup membuatnya malu. Jadi, aku menunggunya berbicara.

"Bangsat." Dila mendecakkan lidah, salah satu alisku terangkat, di saat seperti ini pun ia masih tidak merasa malu. Dila berjalan menabrakku, berusaha untuk kabur. Aku menahan tawa.

"He--"

"Lo ngomong apa tadi?"

Tanganku hampir meraih tangan Dila untuk menahannya pergi, tapi Mingyu sudah melakukannya lebih dulu. Ia menahan Dila, menatapnya dengan tajam sampai aku pun tidak sanggup melihat wajahnya yang penuh amarah.

Dila tambah gagu, ia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Mingyu. "Ma... maaf, Kak."

"Tadi lo ngomong apa?!" Tanya Mingyu kali ini lebih keras. Aku bisa melihat Dila merintih kesakitan karena tangannya hampir dipelintir.

"I... ba-bang...bangsat.., Kak." Jawabnya sembari terisak.

Meski merasa puas melihatnya dipermalukan, aku tetap kasihan. Karena tidak ingin mengumpulkan massa lebih banyak (karena sekre tetangga juga ikut keluar menonton kami), aku segera menarik tangan Dila dan Mingyu untuk masuk ke dalam sekre. Minghao ikut membantu berhubung tenagaku tidak sekuat pria itu

Wow. Aku sudah lama tidak merasa se-excited ini. Balas dendam memang menyenangkan.

~~~

Kedua tangan ku lipat di depan dada. Aku mendengarkan penjelasan Dila yang masih keukeuh merasa dirinya tidak bersalah, tapi aku hanya tertawa. Semua bukti sudah ku simpan, tapi dasar orangnya punya mental korban. Untung saja semua orang setuju betapa gilanya perempuan itu terhadap Mingyu sampai berani meneror dan menjatuhkan kameraku dengan sengaja.

Mingyu bahkan tampak benci kepada Dila, aku tidak pernah melihatnya semarah itu sampai aku tidak berani mengajaknya bicara.

"Aku nggak minta ganti kamera," kataku kemudian berusaha lebih lembut. "Just stop your toxic behavior, that's all I need."

"Nggak. Dia harus ganti kamera kamu." Mingyu menyela, ia melemparkan hp Dila dengan kasar kembali ke pemiliknya setelah melihat isi pesan yang dikirimkannya kepadaku. Aku terkejut bukan main sampai hampir berteriak karena takut hp gadis itu rusak.

"Kamu mau neror aku, nggak masalah. Tapi jangan ke orang deket aku. Bahkan kalau bisa aku mau bawa masalah ini ke kepolisian, kasus ini udah masuk pasal berbahaya." Mingyu mengancam membuatku terkejut kembali, aku yang anak hukum tidak berpikir ke arah sana--tapi siapa yang mau, sih? Ngurus berkas kasus saja ribetnya minta ampun.

"Maaf, Kak. Jangan! Jangan laporin saya!" Dila meriah tangan Mingyu, memohon-mohon ketakutan.

Mingyu cepat-cepat menarik tangannya, ia tampak jijik. "Yasudah, ganti kameranya dan jangan muncul lagi di UKM ini. Kalau bisa didepanku dan anak-anak UKM."

Aku dan Minghao bertatapan selama beberapa saat. Kami setuju kalau Mingyu sangat keren sekarang. Sumpah. Meski aku sebal kepada Dila, aku merasa 'terhibur' dengan keributan ini.

"I-iya, Kak. Akan saya ganti segera." Kata Dila pada akhirnya. Aku mengangguk-angguk setuju, meski aku ingin tertawa. Dari awal aku memang tidak begitu mempermasalahkan soal kamera karena ada faktor kelalaianku juga di sana, tapi kalau memang mau diganti, aku pun setuju.

"Yaudah, minta maaf ke Kak Rana sekarang. Kamu lupa dia buyutnya UKM kita? Kalau sudah cepat pulang dan urus surat resign dari UKM."

WOW. Kalau hubunganku dengan Mingyu sedang baik-baik saja aku pasti sudah mengacak rambutnya dengan gemas. Ia tampak lebih garang dan seniorable daripada diriku yang jelas lebih tua darinya. Anak-anak di sekre tampak setuju--bahkan teman dekat Dila sendiri tidak berani menginterupsi. Aku yakin mereka baru sadar betapa berbahaya sifat Dila ini.

Dila menatapku takut-takut, ia meraih tangan kananku dan menyalami secara sopan. "Maaf, Kak. Saya nggak bakal ulangin lagi, kameranya nanti saya ganti." Katanya yang ku balas dengan anggukan kepala.

Mingyu berdehem, "Sudah?"

"S-sudah, Kak." Jawab Dila kikuk.

Kepala Mingyu bergerak ke luar sekre dan Dila pun beranjak pergi dengan langkah besar. Anak itu pasti merasa malu bukan main. Sepeninggal Dila, keadaan sempat sepi.

"Gilaaaa!! Freak banget! Aku geliii!!!"

Aku tertawa bersama Minghao dan yang lainnya. Mingyu berbaring di atas lantai, mengusap badannya yang merasa geli karena menghadapi his die hard fans. Susah memang menjadi orang yang populer. Kadang tipe fans seperti Dila inilah yang bisa membuat seorang idola stres bukan main.

"Kakkk!! Are you okay?" Tanya Mingyu tiba-tiba sembari menatapku khawatir.

Aku tersenyum tipis--tidak berekspetasi akan menemukan keramahan Mingyu lagi kepadaku. "Fine." Jawabku.

Ia mengangguk senang kemudian mengusap punggungku sekejap. "Maaf, ya."

"It's okay, Mingyu. At least she doesn't kill me. Dia juga bisa menggertak." Kataku lagi.

Mingyu setuju, bibirnya mengerucut dan tiba-tiba ia memelukku erat. "Untung aja kamu masih hidup, Kak!!"

"MINGYU!!!"

"Woyyy jangan mesra-mesraan!!"

Grain [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang