Mingyu memegang tanganku erat saat mencoba melewati kubangan air yang tersebar di Siliwangi Forest Walk. Tempat ini menjadi salah satu spot hunting favoritku, jadi jangan tanya mengapa lokasi ini selalu muncul di cerita hehe. Dila, si peneror, sudah membelikanku kamera analog baru. Aku tidak meminta yang bagus atau paling keren, aku hanya minta tipe kamera yang sama. Itu saja sudah membuatku merasa tidak enak.
"Kamu nggak pernah ngajakin Minghao lagi buat hunting bareng?" Tanyaku berniat melepas tanganku, tapi pria bertubuh jangkung itu tetap memegangnya erat.
"Buat apa? Kan, dari dulu ngajakin dia biar kamu mau diajakin hunting, Kak. Soalnya dulu kamu susah diajak hunting berdua." Jawabnya membuatku ingin tertawa. Oh ternyata Minghao hanya dijadikan modus untuk bertemu denganku.
Tapi aku kangen Minghao. Apalagi kalau Mingyu dan Minghao beradu mulut.
"Kan sekarang kamu udah tahu aku bagaimana, jadi langsung to the point aja." Katanya lagi sembari berdiri di hadapanku sehingga langkah kami sukses terhenti. Aku mendongak, menatapnya penuh tanya.
"Kalau sudah begini kamu nggak bisa berpaling, loh."
Aku memukul dadanya pelan, sekalian mendorongnya agar aku bisa melanjutkan langkah. "Kenapa nggak dari dulu kamu deketinnya? Kenapa baru sekarang?"
"Kan, aku udah pernah bilang kalau dulu aku hanya sekadar kagum. Aku mulai berani deketin ketika aku sadar, perasaanku lebih dari itu." Jelasnya sembari berjalan di sampingku. Iya, sih. Aku lupa ia pernah menjelaskan hal itu. Terlalu banyak yang terjadi belakangan ini, apalagi sebentar lagi aku harus sidang.
"Kalau deketin dari dulu, memangnya... kamu bakal terima aku, Kak?"
Aku diam. Pertanyaan yang sebenarnya tidak sulit tapi aku salting untuk menjawabnya. Karena Mingyu gemas, ia menarik tanganku dan memaksaku berhenti berjalan.
"Kamu nyimpan hati ke aku, ya?" Tanyanya dengan kedua bola mata menatapku intens.
Senyumku merekah tipis. Ku tarik tanganku perlahan. "Aku nggak pernah nyimpen perasaan, Mingyu. But there were some cases, aku salting sama perhatian yang kamu kasih. Back then, sebelum aku jadi terbiasa sama perhatian yang kamu kasih."
"Ah... harusnya aku nggak ngasih perhatian lebih, ya? Jadinya kamu terbiasa begini." Ia bersungut, aku tertawa kecil. Bukan begitu juga, sih. Tapi karena aku memaksa diri untuk terbiasa dengan perhatiannya--kalau tidak aku takut kecewa. Kenyataannya malah aku tidak kecewa sama sekali melainkan bingung harus bagaimana dengan perasaan Mingyu kepadaku.
"Setelah dipikir-pikir, kamu suka ekstra perhatian sama aku, ya. Aku pikir kamu hanya khawatir karena aku kadiv, ternyata..."
"Karena aku suka sama kamu, Kak. Aku sayang sama kamu. Jujur, aku selalu mau marah ketika tahu kamu dikasih tugas lebih dari ketua UKM kita dan kamu nggak pernah ngasih tau ke kita soal tugas tambahan itu." Mingyu tampak menahan emosinya, untung saja kejadian itu sudah lewat jadi ia tidak perlu misuh-misuh lagi.
Dan entah hasutan dari mana, aku melingkarkan tanganku pada tangannya, menariknya berjalan ke salah satu spot yang cocok untuk berfoto. "Santai... foto, yuk!"
Aku menyuruh Mingyu berdiri membelakangi pembatas jalan dengan hutan, kemudian aku mundur untuk memotretnya. Wajahnya masih masam, ia bahkan membuang muka ke arah lain. Meski begitu tetap saja ia tampak keren di kameraku. Orang seperti Mingyu mau difoto dari angle apapun atau dengan ekspresi apapun tetap tampan. Aku terkadang iri padanya.
"Mingyu!" Panggilku, begitu ia melihat ke arahku, shutter ku tekan.
"Kak, aku masih marah, loh." Sahutnya keki sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
"Aku tahu." Kataku sekali lagi menekan tombol shutter. Mingyu ku lirik mendecakkan lidah, ia kemudian berjalan ke arahku.
"Duduk di sini." Titahnya memegang kedua pundakku dan membawaku ke sebuah kursi. Aku mengikuti arahannya, agak takut juga melihatnya seperti itu.
Aku pikir Mingyu akan memotretku, pria itu malah berjongkok di hadapanku. Dengan tinggi yang semampai, ketika ia berjongkok, wajahnya tepat berada di hadapanku. Ekspresinya super serius sampai aku berpikir kesalahan apa yang aku lakukan sampai ia marah begini. Kalau marah karena masa lalu sepertinya tidak masuk akal.
"Aku tahu kamu bakal marah... tapi aku bener-bener sayang sama kamu, Kak." Kata Mingyu meraih kedua pipiku. Wajahnya mendekat sampai aku, secara tidak sadar, menutup mataku dengan rapat.
Deru napas Mingyu terasa di wajahku dan sesuatu yang dingin menyentuh bibirku dengan sempurna. Tubuhku lemas luar biasa, aku tidak bisa berontak atau menghindarinya. Yang ku tahu, aku pasrah. Apalagi ketika bibir Mingyu mulai bergerak melumat bibir atasku dengan lembut, membuat jantungku berdetak tidak keruan.
Aku gugup bukan main, kedua tanganku bergerak meremas kaos yang dikenakan Mingyu begitu ia bergerak melumat bibirku yang bawah, bergantian dengan ritme yang pelan selama beberapa detik. Aku terpaku, seakan menikmati apa yang dilakukannya.
Oksigen di sekitarku mulai menipis, ku dorong dada Mingyu pelan. Kedua kelopak mataku sudah terbuka lebar, Mingyu menyeringai sembari melap bibirnya yang basah. Aku malu bukan main sampai harus membuang muka dan menutup bibirku dengan punggung tangan. Syukur saja kondisi lingkungan di sekitarku sepi, kalau ada yang memergoki pasti kami akan dibawa ke kantor polisi dan dilaporkan atas tindakan mesum.
"Are we dating, now?" Tanya Mingyu dengan santainya. Apakah ia tidak gugup? Jantungku saja belum bisa berdetak dengan normal.
Aku tidak menjawab, dan berniat mendorong tubuhnya agar aku bisa berdiri dari kursi sialan ini. Tapi sebelum aku berhasil menyentuhnya, ia sudah meraih kedua tanganku terlebih dahulu dan menarikku mendekat.
"Aku tahu kamu suka sama aku, Kak." Katanya kemudian mengecup bibirku singkat.
Kedua bola mataku membulat sangking terkejutnya. Aku malu bukan main. Tanpa banyak bicara ku dorong tubuh Mingyu agak kasar, aku berdiri dan cepat-cepat berjalan menjauhinya.
"Ra! Kak Rana!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Grain [Complete]
FanfictionCinta itu seperti Grain dalam hasil cetakan kamera analog. Hampir tidak tampak karena berupa partikel kecil yang muncul setelah partikel kimia bereaksi pada cahaya. Sama halnya dengan cinta, yang berasal dari partikel kecil yang saling berkontribusi...