Pesan teror makin menjadi, ia tahu kejadian aku dan Mingyu di kantin bermesraan. Aku memang salah, tapi Mingyu tidak bisa menahan dirinya. Semua orang pun ikut berasumsi aku berpacaran serius dengan Mingyu sampai anggota UKM Fotografi juga ribut menyebut Mingyu berhasil membuatku luluh. Boro-boro luluh, adanya aku makin bingung harus bagaimana. Untung saja fokusku masih ke skripsi, jadi aku bisa mengenyampingkan pemikiran itu. Bahkan pesan peneror lebih sering kuabaikan daripada ku pikirkan.
Aku juga jarang bertemu dengan teman dekatku akhir-akhir ini. Keseharianku dipenuhi dengan kertas-kertas, putusan, buku UUD yang harus ku teliti satu-satu untuk keperluan skripsi dan laptop.
"RAA!!" Suara Ibu menggelegar, membuka pintu kamarku dengan lebar.
"Kenapa, Bu?"
"Ada Mingyu dateng," Jawab Ibu membuatku terperangah. Ibu melihat ekspresiku dengan bingung, ia sampai melipat tangan di depan dada.
"Kamu, kok, gitu wajahnya? Mingyu bawa kue loh buat Ibu." Katanya sembari memperlihatkan bingkisan berisi box kue yang cukup besar. Mataku membulat. Anak itu pintar sekali mencuri hati orangtuaku.
"Yaudah! Jangan sibuk-sibuk banget sama skripsi! Jalan sana sama Mingyu!" Ibuku menyahut kemudian bergegas pergi dari depan kamarku, sebelum beliau pergi lebih jauh aku balas berseru. "Ibuu aku nggak mau ke mana-mana!!"
~~~
Aku memangku dagu di atas tangan, menatap jalanan yang cukup ramai yang dilewati kendaraan yang aku naiki kini, bersama Mingyu. Pada akhirnya aku pergi juga atas paksaan Ibu yang mau mengosongkan rumah karena ia ada jadwal arisan. Benar-benar. Mingyu senang-senang saja, malah ia yang paling semangat mau membawaku hunting ke daerah Negla yang hampir mendekati Tebing Keraton. Sekalian ke cafè yang suasananya nyaman, katanya.
"Kamu udah berapa hari ga keluar rumah, Kak?" Tanya Mingyu sembari tersenyum lebar di sampingku.
Tanganku terangkat, memperlihatkannya 4 jari yang teracungkan. Ia terperangah. "Serius? 4 hari?"
"You think?"
"Aku nggak bisa, deh, kayak gitu. Gila." Kata Mingyu sambil menyisir rambutnya ke belakang. Ia memang tampan jadi aku tidak heran kalau sempat merasa wow dengan perawakannya dari samping.
"Kamu bakal ngerasain kalau udah ketemu sama skripsi. Mau keluar aja rasanya stress, mending di rumah. Kalau ga ngerjain skripsi ya tidur." Jelasku sembari menguap kecil, Mingyu ikut menguap. Hahaha.
"Kalau tidur aku suka, sih."
Heleh. Ga heran kalau dia ngomong begitu.
Sebenarnya, dibawa hunting begini membuatku sedih. Pasalnya aku tidak membawa kamera, selain malas membawa DSLR, kamera analogku tidak selamat akibat insiden mengerikan beberapa waktu lalu. Akhirnya aku hanya menemani Mingyu saja, tidak akan menjadi model karena aku sedang tidak mood. Ketika skripsi datang memang keadaan mental sampai psikis tidak pernah normal.
"Omong-omong, gimana kabar Kak Jeonghan?" Tanya Mingyu tiba-tiba. Pertanyaan sulit. Pasalnya, sejak Audrey datang aku tidak berani menghubungi Jeonghan. Pria itu pun tidak memberikan kabar apa-apa kepadaku.
"Mungkin sedang sibuk ngurusin berkas untuk balik ke Belanda." Jawabku yang 'kemungkinan' benar.
Saat Mingyu fokus menjalankan mobilnya aku mendapatkan sebuah pesan. Speak of the devil, pesan itu dari Jeonghan. Sebelum aku membuka pesannya, ia malah menelpon.

KAMU SEDANG MEMBACA
Grain [Complete]
FanfictionCinta itu seperti Grain dalam hasil cetakan kamera analog. Hampir tidak tampak karena berupa partikel kecil yang muncul setelah partikel kimia bereaksi pada cahaya. Sama halnya dengan cinta, yang berasal dari partikel kecil yang saling berkontribusi...