17

142 22 7
                                    

Mataku hampir tertutup ketika suara Minghao memecah keheningan yang tercipta di mobil. Aku, Mingyu dan Minghao sedang berada di perjalanan menuju Stasiun Purwakarta untuk mengikuti kegiatan hunting yang diusung Mingyu dkk sebagai anak divisi hunting UKM Fotografi. Meski angkatan senior, aku tetap diperbolehkan ikut, malah sebaiknya selalu join untuk meramaikan acara. Sayangnya agak sulit bagi senior sepertiku untuk ikut, skripsi sangat menyita waktu kami jadi memikirkan UKM saja sudah tidak bisa.

"Kak Rana tahu, nggak? Sebenarnya Mingyu sudah suka sama kamu sejak awal ikut UKM?"

Aku yang ngantuk langsung segar kembali. Mulut Minghao memang hampir sama dengan Jeonghan. Frontal, tidak berpikir dua kali sampai aku harus bersabar. Tapi aku masih mending, Mingyu yang sedang menyetir tengah meninju bahu Minghao, menyuruh sahabatnya untuk tidak ngomong yang aneh-aneh.

"Bisa nggak kamu diem bentar aja? Kalau mau ngomong begitu jangan ketika aku ada, ya." Kata Mingyu sembari mendesis. Minghao tertawa renyah, tidak mempermasalahkan ancamannya.

"Daripada diem-dieman nggak jelas, mending spill sekalian." Kata Minghao kemudian menoleh ke belakang menatapku penuh makna. Aku refleks menegakkan punggung, aura sekelilingku terasa mencekam.

"Kak Rana tahu, nggak fakta itu?"

"Nggak. By the way, kamu bawa baju ganti, nggak?" Tanyaku berusaha mengalihkan topik. Mingyu sadar usahaku, ia jadi ikut bersuara.

"Bawa cardigan itu, kan? Aku mau foto jadi ala-ala urbex. Untung kemarin sempat beli piloks biar jadi lebih aesthetic."

"Wah keren, tuh!" Aku berseru excited, meski sebenarnya tidak se-excited itu.

Minghao berdehem. "Aku bawa, santai." Jawabnya sembari memperlihatkan isi tas selempang yang diletakkannya di atas dashboard. Aku dan Mingyu mengangguk, kembali mencari topik agar Minghao tidak membahas hal yang bisa membuat kami makin awkward.

"Aku jadi ingat, Mingyu pernah ngomong ke aku kalau sebenarnya dia aktif di UKM hanya untuk Kak Rana. Kalau bukan dirimu, dia bakal ngelakuin hobi fotografi secara individual, Kak. Dia bucin parah! Aku sampai kaget waktu dia akhirnya bisa ngomong jujur langsung ke kamu soal perasaannya." Jelas Minghao kembali. Aku terhenyak, melirik Mingyu yang salting parah di kursi pengemudi. Apa yang dijelaskan Minghao adalah fakta yang baru ku ketahui--see aku tidak bisa disebut sebagai dokter cinta seperti yang orang-orang elukan.

"Kalian ga berniat pacaran, gitu? Bukannya nggak enak ya, hubungan tanpa status?" Lanjut Minghao sembari melihat aku dan Mingyu bergsntian. Ia tampak menahan tawa, kemudian berkata lagi. "Kak Rana harus tahu berapa banyak folder foto Kakak di laptopnya Mingyu."

"Hah? Foto apaan?" Tanyaku dengan kedua alis hampir bertaut. Aku tidak salah dengar, kan?

"Nggak ada apa-apa. Foto hunting tiap minggu emang banyak di laptopku." Sahut Mingyu dengan napas memburu. Aku tidak mengindahkannya, tetap menatap Minghao agar anak itu mau menjawab.

"Iya, foto Kakak banyak banget di folder Mingyu." Akunya menahan senyum. Tapi aku tidak bisa tersenyum sepertinya, bahkan tidak bisa meresponnya. Otakku membayangkan foto-fotoku yang mungkin tidak kobe berada dalam folder itu.

Ku lirik Mingyu menoel kepala Minghao pelan, mulutnya komat-kamit memperingatkan sahabatnya itu untuk berhenti membocorkan aibnya kepadaku. Kalau mereka membicarakan hal yang tidak ada kaitannya padaku, mungkin aku akan tertawa, tapi ini tidak. Perlahan aku menyandarkan tubuhku, memperhatikan jalanan keluar jendela.

Mingyu, please, paksa aku untuk menjawab pernyataanmu waktu itu.

~~~

Grain [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang