Seungcheol misuh-misuh sembari mengendarai mobil. Aku di sampingnya, sedangkan di kursi tengah ada Joshua yang tampak asyik menatap hp, tidak terpengaruh dengan Seungcheol. Aku paham, Seungcheol marah karena Jeonghan tiba-tiba menyuruh kami untuk menjemputnya--padahal ia yang memberitahukan kami untuk menjemputnya setengah bulan lagi. Seungcheol tidak terima karena anak itu sudah punya janji untuk kencan dengan pacarnya.
Emang bucin.
"Aku nggak ngerti, ya, sama Jeonghan. Seenak jidat minta jemput-jemput ke bandara." Katanya sembari fokus menatap jalanan. Napasku terhela, sebenarnya aku pun tidak paham. Tapi pesannya waktu itu membuatku super khawatir.
"Mau gimana lagi? Ini jelas ada hubungannya sama Audrey." Kata Joshua memunculkan kepalanya di antara kursiku dengan Seungcheol.
Itu benar. Joshua dan Seungcheol pun sudah hapal tabiat Jeonghan. Akibat terlalu cinta kepada Audrey--kekasihnya, ia sampai tidak rela melepasnya bahkan mengejarnya ke Belanda. Jeonghan memang berhasil balikan, tapi, ya, ternyata hubungannya masih belum selancar ekspetasi yang diharapkan.
Aku yang senang sekali dengan keputusannya ke Belanda malah jadi menyesal, tahu begitu tidak ku dukung keputusannya waktu itu.
"Si Jeonghan beberapa hari yang lalu sempat curhat, sih." Joshua berkata lirih.
"Bodoh memang! Kan, aku udah bilang jangan deketin si Audrey dari awal." Umpat Seungcheol sembari meninju stir, aku paham, mau semarah apa pun Seungcheol kepada Jeonghan, ia tetap mengkhawatirkan mental Jeonghan.
"Bukan begitu," kataku sembari menepuk bahunya. "Dulu Audrey nggak gini, Seungcheol. Aku takutnya dia masih kepikiran soal masalah itu."
Joshua berdehem. "Itu dia."
Aku segera menatap Joshua, sedangkan Seungcheol meliriknya dari kaca spion tengah.
"Jeonghan bilang, Audrey masih nggak bisa lupain masalah itu dan ia minta putus lagi." Kata Joshua memunculkan keheningan selama beberapa saat. Di benakku muncul gambar Jeonghan yang sedang berusaha meminta Audrey untuk tidak memutuskannya, sahabatku itu pasti menangis di hadapan Audrey, menyebut namaku dan menjelaskan kalau ia mencintainya lebih dari apapun di dunia ini. Sial.
"Anjin*!" Seungcheol refleks mengumpat, membuyarkan lamunanku.
Tidak ada yang bisa ku respon. Kepalaku berkecamuk dengan banyak masalah. Di saat begini, aku hanya bisa berharap kembali ke masa lalu. Memperbaiki apa yang harus diperbaiki untuk masa sekarang.
~~~
Jeonghan memeluk kami satu per satu dengan erat. Persahabatanku dengan ketiga pria tampan ini bermula dari masa pengenalan kampus saat kami jadi maba. Kebetulan kami satu grup orientasi dan dimulai dari sanalah kami dekat hingga sekarang, disaat kami mulai sibuk dengan skripsi. Seungcheol tidak tersenyum saat dipeluk Jeonghan, pria itu malah meninju perut Jeonghan dengan pelan, menyumpahinya yang tiba-tiba pulang ke Indonesia.
"Maaf, maaf. Aku nggak bisa nahan kangen ke kalian semua." Tawa Jeonghan sembari merangkul leher Seungcheol.
Aku tersenyum tipis dan Joshua menyikutku agar memasang poker face. Seharusnya aku tidak tahu alasan Audrey memutuskan Jeonghan, karena kalau sudah tahu aku malah jadi begini. Merasa bersalah luar biasa.
"Masih kepikiran Mingyu?" Tanya Jeonghan sembari mengacak puncak kepalaku, kami sedang berjalan menuju parkiran mobil bersama-sama--dilirik banyak manusia karena visual ketiga pria ini. Ada rasa bangga yang muncul di dada, tapi juga kesal karena aku jadi insecure. Takut dikira pembokat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Grain [Complete]
Fiksi PenggemarCinta itu seperti Grain dalam hasil cetakan kamera analog. Hampir tidak tampak karena berupa partikel kecil yang muncul setelah partikel kimia bereaksi pada cahaya. Sama halnya dengan cinta, yang berasal dari partikel kecil yang saling berkontribusi...