5

195 36 9
                                    

Mingyu

Mau ambil hasil nggak?

Aku terbelalak membaca pesan Mingyu, baru saja ku antar Seungkwan dan Ibunya keluar dari rumah, setelah godaan Seungkwan yang bersikeras soal Mingyu yang tampak memiliki rasa untukku. Aku hampir lupa soal develop filmku kemarin. Hasilnya sudah bisa diambil beberapa hari kemudian, which is today. Segera ku balas pesan Mingyu.

Rana

Boleh. Agak sorean, ya...

Mingyu

Okay, Gonna pick you up!

Ia membalas sangat cepat sampai aku tertawa sendiri. Sepertinya hari ini ia sangat semangat. Aku pun jadi ikut semangat dan bergegas membersihkan diri. Iya, aku belum mandi. Salahkan Seungkwan yang terus bercerita sampai siang. Ia sama seperti ibunya yang bercerita tentang tetangga kompleks kami selama berjam-jam tanpa lelah.

~~~

"Ada kabar menarik apa hari ini?"

Tanyaku begitu masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Mingyu. Pria itu tersenyum lebar, tiba-tiba ia bergerak maju mendekatiku. Aku terhenyak sampai tidak mampu berkata apa-apa. Ia seperti akan memelukku, tapi pikiran itu segera musnah karena Mingyu hanya menarik seat belt dan memasangkannya untukku.

"Aku juga bisa sendiri, Mingyu." Kataku protes. Ia masih tersenyum jenaka, mengedikkan bahu dan mulai menjalankan mobil.

Aku sebenarnya masih bertanya-tanya untuk apa ia memasangkan seat belt untukku, padahal kemarin aku memasangnya sendiri. Apa Seungkwan benar soal Mingyu yang mengambil kesempatan? Tapi untuk apa? Lagipula memasang seat belt terlalu menye-menye untuk dipraktekkan sebagai proses pendekatan, I mean, Mingyu wouldn't do that, right? Dia cuma menggodaku saja, kan?

"Kak?"

Karena Seungkwan aku jadi tidak fokus. Segera ku tolehkan kepala ke arah Mingyu yang melirikku dengan dahi sedikit berkerut. "Kenapa? Sorry sorry, aku nggak fokus."

"Kenapa? Kepikiran apa?" Tanyanya khawatir.

"Nggak. Si Seungkwan tadi main ke rumah, makan sereal aku. Jadi sadar kalau sereal aku sisa setengah karena dia." Jawabku agak dibumbui dengan kebohongan. Malu juga kalau aku mengakui sedang memikirkan sikapnya.

"Hm... dia deket banget, ya, sama Kakak." Sahutnya tidak bersemangat.

Aku menghela napas. "Nggak sudi dibilang deket. Tuh anak berasa rumahku kayak rumahnya dia. Seenak jidat kadang."

"Kayaknya seru kalau tetanggan sama kamu deh, Kak." 

Mataku menatapnya tajam. Sembari menggelengkan kepala aku berkata, "Nggak. Please. Hidupku makin riweh kayaknya. Nggak kebayang kalian berdua berantem mulu, main ke rumah aku mulu, mengambil perhatian kedua orangtuaku. NO. BIG NO. Nggak seru!"

Mingyu segera tertawa. Ia sampai memukul pahanya, sedangkan aku yang masih kesal cuma bisa mengerucutkan bibir. Sumpah! Seungkwan dan Mingyu itu seperti kucing dan anjing. Keduanya pernah bertemu dalam beberapa kesempatan, kerjaannya saling melemparkan kalimat tajam. Aku tidak bisa membayangkan hidup di antara keduanya, bisa-bisa aku stress berat setiap mau pulang ke rumah.

"Kamu beneran nggak mau tinggal deket aku, Kak?"

"Nggak." Jawabku cepat.

"Aku baik, tampan, suka makan, punya mobil, apa lagi yang kurang?" Tanyanya dengan dagu terangkat. Aku mendengus, "buaya."

Grain [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang