13

132 21 9
                                    

Seatbelt ku buka begitu rumahku terpampang jelas di pinggir jalan. Ketika mobil Mingyu berhenti, aku segera turun dan mengucapkan terima kasih sekenanya. Seharusnya aku pulang bersama teman-temanku yang lain, tapi mereka bersikeras memaksaku pulang bersama Mingyu, sedangkan Minghao nebeng bersama mereka menggantikanku. Aku tahu, mereka sangat excited akan hubunganku dengan Mingyu, berbeda dengan junior cewek yang tampak cemberut kepadaku di Villa tadi.

"Kak!"

Mingyu berteriak, aku berbalik melihatnya yang membuka kaca mobil, salah satu alisku naik.

"Take care." Sahutnya. Aku tersenyum tipis, mengangguk dan kembali berjalan masuk ke rumah. Ku dengar mesin mobil menjauh pergi. Akhirnya.

Tanpa membuang waktu aku segera berlari masuk, menyapa Ibu yang sedang ngobrol dengan Ibunya Seungkwan dan berujung menghempaskan tubuhku di atas kasur. Badanku lelah sekali rasanya. Kepalaku juga agak berat karena aku tidak tidur semalaman gara-gara duduk di depan mini market sampai jam 4 subuh.

Kepalaku juga masih suka memutar scene dimana aku dan Mingyu berciuman di balik semak semalam. Sampai secara tidak sadar aku sering memegang bibirku. Membayangkan bibir--

Argh... Mingyu bodoh!

Hpku tiba-tiba berbunyi, aku mengecek pesan masuk dari nomor tak dikenal.

+6289-90xx-xxxx

Lonte!
Tante-tante genit!

Bloody hell! Siapa lagi ini!?

~~~

Aku membaca pesan itu berkali-kali, mengecek foto profil whatsapp-nya yang tidak memunculkan gambar apapun. Aku juga mengirimkan nomor itu ke Seungkwan, mengecek apakah pelakunya temannya atau bukan. Tapi pria membalas kalau ia tidak mengenal nomor itu.

Napasku terhela panjang, setelah hibernasi karena kelelahan aku malah diterpa oleh pesan teror yang menyebutku sebagai lonte. Feeling-ku jelas ini karena Mingyu. Setelah kejadian semalam, pasti orang-orang ribut membicarakanku dengannya. Aku harap pesan teror ini bukan dari anggota UKM Fotografi, kalau iya, tamatlah nasibnya kelak.

Joshua

Don't you ever say that you were sorry?
Or what?
I got heartache, Ra.

Pesan itu tiba. Aku segera tertawa membacanya. Akhirnya anak itu kangen juga padaku. Padahal rencananya lusa aku mau ke kampus untuk meminta maaf padanya. Tanpa ba bi bu, aku langsung menelpon Joshua. Ada hal yang ia harus ketahui sebelum ia mendapatkan info itu dari lingkungan kampus.

"Uhm yea? Someone feeling sorry?"

Tawaku pecah. Aku kangen sekali dengan manusia ini! Untung saja ia bukan tipe pendemdam--atau mungkin hanya kepadaku saja ia tidak pernah marah begitu lama. Kami bersahabat sejak mengikuti UKM Radio, saat tidak sengaja bertemu di UKM Fair saat menjadi mahasiswa baru. Ia juga mengenal Jeonghan dan cukup dekat dengannya meski kami berbeda jurusan.

"Sorry, Josh. Aku mau ke kampus lusa untuk bimbingan sekaligus ketemu denganmu. Ada banyak yang harus ku beritahu." Jelasku setelah puas tertawa.

Joshua berdehem. "About Mingyu?"

"Siapa lagi?"

"Aku dengar, sih. Beberapa anak UKM sering sekali ngobrolin soal kalian, cewek-cewek yang kayaknya suka sama brondongmu itu." Kata Joshua agak grasak-grusuk, aku tidak tahu apa yang dilakukannya. Tapi aku segera mendesah mendengar kalimatnya itu. Bahkan lingkungan UKM Radio jadi tempat yang tidak aman untukku, apalagi pelaku pesan terror belum ku dapatkan.

"Katanya kamu masih gantungin dia, ya?" Tanya Joshua agak tenang, aku mengangguk.

"Ya, lebih tepatnya dia masih nggak mau dengar jawabanku."

"Jadi, kamu mau bagaimana?"

Ada jeda lama tercipta karena aku harus berpikir. Aku tidak tahu harus bagaimana, toh sebenarnya sangking jarangnya aku ke kampus, gosip-gosip itu tidak begitu memberikan efek. Hanya SMS teror saja yang agak membuatku cringe. Ah... ya, aku sepertinya harus memberitahukan Joshua tentang pesan Teror itu.

"Aku tidak tahu, tapi ada pesan yang mengataiku lonte."

"WHAT?? Kamu serius?" Joshua memekik tidak percaya, aku sampai menjauhkan telinga dari hpku sendiri. Ya, meski suaranya lembut tapi tetap saja telingaku bisa sakit mendengar pekikannya.

"Iya. Tapi, it's okay. Aku jarang ke kampus, toh kalau ketemu juga tu orang ga bakal selamat." Kataku menyembunyikan rasa geram di dada. Belum ketemu saja, tuh orang dengan Jeonghan, Seungcheol, dan Hoshi--ketiga kenalanku yang kalau emosi tampak sangat mengerikan.

"Ya, tapi bukan berarti kamu diam dong, Ra. You should told him about that."

"Told who?" Tanyaku dengan kening berkerut.

"Mingyu."

"Nggak. Buat apa? Aku takut nanti dia malah berbuat yang aneh-aneh. Kamu tahu, kan, dia bagaimana?"

"I know, Ra. Makanya aku mau kamu kasih tahu dia. No matter what dia rush-nya kayak gimana, tapi dia harus tahu kalau kamu kewalahan karena fansnya."

Joshua benar. Aku diam cukup lama untuk memikirkan penjelasannya. Tapi makin ke sini, makin aku takut kalau Mingyu malah makin mendorong perasaannya kepadaku. Kalau sudah begitu, aku juga kewalahan. Perasaanku tidak bisa dipaksa dan aku masih belum bisa menerima dirinya sebagai seseorang yang spesial di hatiku.

"I don't know yet, let me think for awhile, Josh. Thank you."

~~~

Jeonghan

Ra, Should I going back to Indonesia?

I feel I can't hold it anymore...

I feel I can't hold it anymore

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Grain [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang