🐈🐈🐈
Iqbaal sedari tadi tersiksa menahan lapar. Sudah guling sana, guling sini, tetap saja laparnya mau tidak hilang. Ia juga sempat berpikir apakah akan sampai disini saja akhir hidupnya? (Namakamu) benar-benar tega dan tidak ber-peri- kucingan. Masa kucing setampan dan luar biasa sepertinya dibiarkan begitu saja.
Tiba-tiba saja wangi aroma makanan menyeruak menusuk hidung kucingnya namun dengan mata yang masih terpejam Iqbaal tidak juga bergerak. Lama kelamaan aroma itu tepat mengenai hidungnya otomatis mata Iqbaal terbuka sempurna.
"Gue tau lo laper, makan sana!" suruh (Namakamu) kepada Iqbaal yang menatapnya linglung.
Iqbaal tersenyum sumringah buru-buru memakan makanan yang (Namakamu) siapkan dan pikiran buruk tentang (Namakamu) tadi ia buang jauh-jauh. Mana mungkin (Namakamu) membiarkan pangeran kucing yang wujudnya tampan dibiarkan mati kelaparan? itu tidak mungkin karena (Namakamu) memang sesayang itu dengan Iqbaal.
"Gue mau nanya, tapi lo harus jawab," ucap (Namakamu) memperhatikan Iqbaal tengah asyik makan.
Iqbaal berdeham pertanda setuju walaupun terdengar masih seperti suara kucing tapi tetap saja terdengar menggemaskan.
"Kenapa kalau di depan orang tua gue, lo gak ngobrol kayak ke gue gini?" tanya (Namakamu) serius duduk dekat Iqbaal bahkan tanpa sadar mengusap-usap kepala Iqbaal.
"Karena lo spesial." Iqbaal menjawab cepat tanpa ragu.
Jawaban Iqbaal terdengar sangat aneh membuat (Namakamu) bergidik ngeri dan langsung pergi ke kamar tidak lupa menguncinya sementara Iqbaal memperhatikan sikap (Namakamu) hanya menatapnya bingung seperti ada yang salah dari ucapannya atau (Namakamu) yang salah paham mengartikannya?
****
Seperti biasa (Namakamu) sarapan dengan kedua orangtuanya, kali ini sebelum pergi ke sekolah ingat memberi dulu si kucing makan. Setelah itu baru berangkat dengan hati tenang tanpa hambatan namun ada yang tidak beres sekarang dengan Iqbaal menghadang (Namakamu) agar tidak keluar rumah.
"Minggir! lo mau gue telat ke sekolah?" ujar (Namakamu) mendelik tajam kepada Iqbaal terus menghalangi jalan keluar rumah.
"Katanya mau bantuin gue." Iqbaal berubah cemberut namun masih terlihat menggemaskan.
"Bantu gimana? gue aja gak ngerti cara nolongin lo." (Namakamu) semakin kesal dengan permintaan Iqbaal.
"Kalau begitu ajak saya ke sekolah."
(Namakamu) tercengang. "Hah, nggak lo diem aja di rumah lagipula disana lo mau ngapain?"
"Saya mau belajar," lagi-lagi Iqbaal menjawabnya dengan alasan belajar.
"Nanti gue ajarin, mau bahasa Inggris, Indonesia, Jerman, Korea atau negara yang ada di dunia deh. tapi sekarang lo diem aja di rumah jangan aneh-aneh!" balas (Namakamu) tidak habis pikir kalau Iqbaal semakin absurd saja permintaannya.
"Tapi..."
"Yaudah gue berubah pikiran, gak mau nolongin lo atau gue buang aja lo ke tempat penampungan hewan liar mau?" ancam (Namakamu) sadis sambil membawa kresek hitam siap memasukkan si kucing ke dalamnya kalau tak menurut.
Biasanya memakai ancaman akan manjur apalagi kepada Iqbaal yang terus minta ikut tapi ternyata berbeda, Iqbaal malah semakin menghalangi jalan (Namakamu) tidak peduli jika nanti terinjak.
"Ini kucing jadi-jadian kenapa sih? atau gue rayu aja kali siapa tahu bisa, tapi masa gue rayu sih. Nggak itu bukan ide yang bagus," batin (Namakamu) menggeleng takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Kucing [IDR]
Fanfiction[COMPLETED] Ingin berteriak memanggil pertolongan namun suara kucing yang keluar. "Siapapun yang mendengar tolong, aku seorang pangeran, wajahku juga tampan," ucap Iqbaal Galendra Perwira memandang kendaraan asing yang melewatinya. "Suara siapa itu...