20 - Pangeran Kucing

454 59 4
                                    

🐈🐈🐈

Alwan tersenyum simpul mendapatkan pelukan tak terduga dari (Namakamu) tapi tiba-tiba keseimbangan badannya oleng sehingga (Namakamu) harus menahan berat tubuh Alwan.

"Al kamu kenapa?" tanya (Namakamu) berusaha menahan keseimbangan namun akhirnya gagal. Keduanya terjatuh.

"Alwan bangun!" (Namakamu) menepuk pipi Alwan agar tersadar dari pingsannya yang ternyata tak berefek apa-apa dan (Namakamu) baru ingat dibelakangnya ada Iqbaal tapi anehnya tidak ada suara ataupun pergerakan. Saat menoleh memang benar Iqbaal tidak ada di sana, hanya ada dirinya dan Alwan saja.

Lalu kemana Iqbaal pergi?

"Iqbaal kemana sih? bantuin gue kek," gerutu (Namakamu) menatap Alwan disampingnya masih tak sadarkan diri. Lagipula ia bingung bagaimana cara mengangkat Alwan, masa harus ditinggalkan begitu saja padahal Alwan sudah menolongnya dari kejahatan Ari.

***

Iqbaal merasa lelah dan tidak tahu dimana dirinya berada sekarang namun yang pasti ia sudah jauh dari pemandangan menyakitkan hatinya. Ia kembali berubah menjadi manusia memandang hampa sekitar.

Menghela napas berat memikirkan kejadian akhir-akhir ini. Ia sudah melewati banyak hal bersama (Namakamu) tapi masih saja tidak membuat (Namakamu) jatuh cinta kepadanya.

Alwan Raditya, nama itu selalu membuat ia kalah, selalu membuat ia merasa kesal, marah dan kecewa. Alwan selalu muncul disaat yang tidak tepat dan mengacaukan segalanya.

Iqbaal mengacak rambutnya frustrasi dan berteriak sekencang-kencangnya seolah menumpahkan amarah bergejolak di dalam dirinya kepada Alwan.

"Apakah saya tidak ditakdirkan untuk bahagia?" teriak Iqbaal putus asa. Tempat ini sepi dan jarang dilewati orang-orang jadi Iqbaal lebih leluasa berbicara ataupun berteriak tanpa harus memikirkan orang berkata apa melihat keadaannya saat ini.

Kemudian Iqbaal merasa sesuatu menghantam tengkuknya hingga ia tak sadarkan diri. Samar-samar melihat seseorang mengikatnya lalu di bawa pergi entah kemana.

***

(Namakamu) menatap jam dinding di rumah pohon dengan gelisah karena Iqbaal tak kunjung pulang ditambah keadaan Alwan yang tak baik-baik saja membuat (Namakamu) semakin pusing.

"Iqbaal pulang dong!" pinta (Namakamu) sesekali mengecek ponselnya, siapa tahu iqbaal menghubunginya. Tapi saat (Namakamu) menelpon bunyi ponsel berdering sangat dekat dan dipastikan itu adalah ponsel Iqbaal yang ketinggalan di rumah.

"Gak dibawa?" (Namakamu) berdecak atas keteledoran Iqbaal. Di situasi begini Iqbaal malah menghilang lalu Alwan datang tapi masih pingsan. Benar-benar membuat (Namakamu) ingin berkata kasar.

Untung mengangkat Alwan tadi dibantu pak satpam kalau tidak ada entah bagaimana nasib (Namakamu) membawa Alwan.

Iqbaal lo kemana sih? jangan bikin gue khawatir, batin (Namakamu).

***

Iqbaal perlahan sadar, kepalanya masih terasa berdenyut nyeri sehingga perlu beberapa kali mengerjapkan mata untuk menyesuaikan penglihatannya.

"Dasar lemah dan sok-sokan jadi pahlawan buat (Namakamu) lagi." Ari meludah di samping Iqbaal tangannya memegang balok kayu diarahkan pada dagu Iqbaal agar melihat kearahnya.

"Dan... gue juga tau rahasia terbesar lo. Dasar siluman kucing." ujar Ari tersenyum miring membuat Iqbaal terdiam.

Melihat reaksi Iqbaal yang terkejut, Ari semakin senang. "Denger ya siluman kucing songong, kalau lo berani dekat-dekat lagi sama (Namakamu) rahasia lo bakal terbongkar dan lo bakal..." Ari mengarahkan balok kayu itu pada kepala Iqbaal namun tak jadi dipukulkan dan hanya gertakan saja.

"Takut? kalau gitu turutin perintah gue!" peringat Ari tajam.

Iqbaal menggeleng lalu mendongak penuh kebencian. "Siapa lo merintah gue?" geram Iqbaal sudah tak tahan dari tadi terus saja diancam.

Satu pukulan balok kayu berhasil mendarat di salah satu pipi Iqbaal hingga darah segar mengucur di sudut pipinya.

"Kalau lo mau besok gak lihat sinar matahari lagi, gue kabulin." kata Ari menyeringai.

"Gue gak tak..." ucapan Iqbaal lagi-lagi terputus kali ini tonjokan cukup keras mengenai rahangnya.

"Siluman kucing kayak lo pasti punya komplotan, siapa aja sebutin namanya? atau (Namakamu) juga termasuk siluman kucing kayak lo." tebak Ari memandang Iqbaal sudah tak berdaya lagi.

"Jangan sebut-sebut nama dia." seru Iqbaal tepat di depan wajah Ari.

"Lo marah atau mengeong?" Ari tertawa puas dan pergi begitu saja meninggalkan Iqbaal yang terikat di sebuah kursi.

Ari beruntung saat itu tak cepat-cepat pergi dari lorong sekolah sehingga melihat jelas Iqbaal berubah menjadi seekor kucing. Setelah itu ia ikuti kemana Iqbaal akan pergi dan posisinya sangat menguntungkan Iqbaal berlari ke tempat yang sepi. Mendengar beberapa curahan hati Iqbaal cukup menyedihkan dan dengan mudah ia melumpuhkan Iqbaal dengan sekali pukul menggunakan balok kayu.

Benar-benar siluman kucing yang lemah.

****

Haloooo masih nunggu kelanjutan cerita ini?

Semoga masih suka juga ya dan tetap baca walaupun aku update nya lama kebetulan aku itu orangnya kalau udah mager ya mager hehe

Tapi karena ada yang vote terus nyempetin komentar membuat aku kembali semangat buat lanjutin

Thank you ya kalian!

Jangan lupa vote dan komentar lagi yaaa

See you next chapter 👋

Pangeran Kucing [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang