10 - Pangeran Kucing

547 68 5
                                    

🐈🐈🐈

Alwan menemukan Iqbaal di dekat kolam renang lalu berjalan ke sana dengan hati-hati namun cukup kebingungan karena Iqbaal berada di dalam sebuah kandang dikelilingi kabel-kabel yang siap menyetrum jika tersentuh secara langsung.

"Benda apa ini?" Alwan memperhatikan kabel-kabel yang terlilit pada kandang. "Pangeran apa kamu masih hidup?" tanyanya memastikan karena Iqbaal diam saja.

Iqbaal merasa ada yang memanggil, menoleh. "Apa saya sedang berhalusinasi kamu datang kesini?" tanyanya bingung sesekali matanya mengedip agar jelas pandangannya.

"Tidak pangeran, aku benar-benar datang lalu bagaimana cara mengeluarkan mu dari tempat aneh ini?" Alwan akan menyentuh kandang Iqbaal tapi segera Iqbaal menghentikan pergerakannya.

"Saya tidak tahu yang pasti jangan sampai menyentuh kabel itu karena bisa membuat dirimu terluka," peringat Iqbaal membuat Alwan mengangguk mengerti.

"Dimana (Namakamu)?" tanya Iqbaal mencari keberadaan (Namakamu).

"Dia menggantikan posisiku," jawab Alwan jujur.

Iqbaal terkejut. "Bawa dia kesini! jangan sampai dia ada disana, itu sangat berbahaya!" kata Iqbaal mulai panik bagaimana bisa (Namakamu) berada di sana tanpa ada yang menemani.

"Dia akan--"

Suara dehaman seseorang membuat Alwan dan Iqbaal menoleh. Ternyata Ari sudah berdiri memperhatikan keduanya.

"Siapa lo? berani-beraninya datang kesini. Oh gue tau, lo pasti suruhan (Namakamu)?" tebak Ari memerhatikan Alwan sinis. Dia sama sekali tak berurusan dengan siapapun kecuali (Namakamu) seorang.

"Apa untungnya kamu menculik pangeran?" bukannya menjawab Alwan malah bertanya apa tujuan orang asing menculik pangeran istana Gandara.

Ari tertawa lepas apa tadi ia salah dengar seekor kucing disebut pangeran. Benar-benar tidak masuk akal bahkan orang waras pun tahu bahwa seekor kucing tidak akan pernah menjadi pangeran kecuali memang ada asal-usulnya.

"Apa tadi lo bilang pangeran? itu cuma kucing," tambah Ari terkekeh geli.

"Iya, lepaskan dia!" suruh Alwan tegas sehingga Ari menghentikan tawanya.

"Kucing ini milik gue kecuali (Namakamu) mau jadi pacar gue, kucing ini bebas," ucap Ari serius.

"Kamu akan menerima hukuman jika menculik pangeran." Alwan kesal seorang manusia di depannya susah diajak berbicara baik-baik.

"Gue gak peduli, uang gue banyak bisa gue lempar ke orang lain termasuk lo. Jika gue mau," tegas Ari sombong. 

"Pangeran aku tidak mengerti ucapannya, maksudnya melempar apa?" tanya Alwan menoleh pada Iqbaal.

"Saya juga tidak mengerti, ini semua salahmu kenapa tukar tempat dengan (Namakamu)?" balas Iqbaal menyalahkan Alwan atas semua ini.

"Aku..."

"Gue disini kenapa malah diskusi sama kucing woy!" kesal Ari karena tidak digubris lalu memerhatikan penampilan Alwan dari bawah hingga atas.

"Lo habis dari panggung teater terus buru-buru kesini dan gimana caranya lo masuk ke rumah gue?" tanya Ari bertubi-tubi heran seseorang bisa dengan mudahnya masuk tanpa ketahuan cctv atau keamanan di depan rumahnya yang terbilang ketat.

"Itu tidak penting, sekarang kamu harus membebaskan pangeran segera!" ucap Alwan kekeuh.

"Kalau gue gak mau gimana?" ujar Ari menantang.

Alwan kehabisan kata-kata untuk membalas sehingga mau tidak mau harus putar otak agar orang jahat di depannya mau menuruti permintaannya.

"Bawa (Namakamu) sekarang!" perintah Iqbaal karena sepertinya sia-sia saja Alwan melawan Ari. Satu-satunya yang bisa diharapkan adalah (Namakamu).

Seketika (Namakamu) datang membuat Ari kebingungan.

Ari mendekat pada (Namakamu). "Kamu muncul darimana?" tanyanya heran memperhatikan sekitar dan langit bertabur bintang.

(Namakamu) tidak menjawab pertanyaan Ari lalu melirik Alwan dan Iqbaal bergantian. "Pasti ketauan." batinnya.

"Gak penting sekarang bebasin kucing itu." tunjuk (Namakamu) pada kandang didekat Alwan.

Ari menggeleng. "Lo harus jadi pacar gue dulu."

"Jangan (Namakamu)!" bukan Alwan tapi Iqbaal yang bersuara mencegah agar (Namakamu) menolak permintaan Ari yang tidak masuk akal itu.

"Ari gue tau siapa lo, jadi mana bisa gue jadi pacar lo dan lo pasti beralasan akan berubah jadiin gue satu-satunya tapi sorry, gue gak akan pernah percaya." jawab (Namakamu) memang fakta selama ini dilihatnya.

"Lo pasti denger dari Bella atau Steffi kan jangan didengerin mereka itu--"

"Nggak, gue pernah liat. Cepat bebasin kucing itu atau--"

"Atau apa? atau kucing itu dan dia jatuh ke kolam yang udah gue campur racun mematikan." lanjut Ari tersenyum licik.

(Namakamu) terdiam sejenak, Alwan dan Iqbaal meneguk ludah memandang kolam renang di sisinya.

"Ini gak ada ide atau apa sih? pangeran Alwan, si Iqbaal juga malah diem aja gue kan bingung." batin (Namakamu) kesal memperhatikan Iqbaal Alwan hanya mematung memandang kolam.

"Oke gue akan jawab, tapi lo harus lepasin kucing itu dulu." kata (Namakamu) memberi syarat semoga Ari mau setuju tapi gelengan saja yang Ari tunjukan.

"Ari, gue serius!" seru (Namakamu) gregetan.

"Oke, jangan pernah bohongin gue lagi," balas Ari masih ingat saat dipesta (Namakamu) membohongi dirinya namun setelah dilihat-lihat mungkin kali ini (Namakamu) serius dengan ucapannya dan ia yakin (Namakamu) sedang tertekan alias tidak ada pilihan lain.

Aliran listrik yang ada di kandang Iqbaal telah dicabut segera Alwan mengambil kandang itu lalu dengan cepat membawa (Namakamu) pergi. Ari yang sadar keadaaan langsung menarik (Namakamu) agar tetap bersamanya sehingga Alwan pergi tanpa (Namakamu).

"Sekarang hanya kita berdua, jadi apa jawabannya dan itu harus mau?" kata Ari memaksa.

(Namakamu) menghela napas berat juga kata yang harus diucapkannya sekarang. "Iya gue mau jadi pacar lo." lirih (Namakamu).

"Yang kenceng dong! teriak kalau perlu." Ari kurang puas mendengar ucapan (Namakamu) yang terdengar seperti bisikan itu.

"GUE MAU JADI PACAR ARI RAIHAN!" teriak (Namakamu) lantang bahkan dekat dengan telinga Ari, mudah-mudahan telinganya cepat rusak.

"Sweet girls," puji Ari mengusap telinganya agak berdengung tapi tidak apa karena keinginannya sudah terwujud detik ini.

(Namakamu) memutar bola matanya tidak tahan melihat Ari. "Sekarang gue bisa pergi kan?"

"Bentar dulu." Ari menghadang (Namakamu).

(Namakamu) berdecak. "Apa lagi sih?"

"Peluk gue dulu supaya gue percaya ini nyata," pinta Ari merentangkan kedua tangannya siap untuk (Namakamu) peluk.

"Gak gue--" terlalu lama Ari menarik (Namakamu) ke dalam pelukannya lalu tersenyum puas akhirnya impian selama ini menjadikan (Namakamu) sebagai pacar tercapai.

(Namakamu) pulang dengan wajah murung sudah ada Iqbaal disana kalau Alwan entah kemana (Namakamu) tidak peduli.

"Apa yang terjadi? wajahmu terlihat sedih." tanya Iqbaal khawatir mengikuti (Namakamu) nampak tak bersemangat setelah dari rumah Ari dan itu semua gara-gara Alwan. Iqbaal juga sudah memarahinya hingga Alwan pergi bahkan melupakan tadi sempat menolongnya.

(Namakamu) enggan menjawab meninggalkan Iqbaal yang terus bertanya-tanya.

****

Bagaimana dengan part ini?

Vote dan tinggalkan komentar ya

See you next chapter 👋👌

Pangeran Kucing [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang