29 - Pangeran Kucing

272 59 9
                                    

Ada yang masih menunggu kelanjutan dari cerita ini wahai kalian para readers 😁

Ditunggu loh vote dan komentarnya sejauh ini saat baca cb ini

Dan

Happy reading!

🐈🐈🐈

(Namakamu) masih bersama Iqbaal menikmati kebersamaan di rumput taman yang hijau sambil tiduran menghadap langit.

"Baal kok lo gak nembak gue?" tanya (Namakamu) melirik Iqbaal disebelahnya.

Iqbaal menoleh ke arah (Namakamu). "Memang kamu mau jadi pacar saya?" tanyanya.

(Namakamu) menggeleng. "Nggak! takut lo pergi ninggalin gue pas lagi sayang sayangnya."

"Saya pernah mendengar lagu itu." kata Iqbaal.

"Ini bukan soal lagu Iqbaal, ini serius." ujar (Namakamu) kesal.

Iqbaal kembali dibuat terkekeh kecil melihat ekspresi wajah (Namakamu) yang sedang ngambek. Kejadian beberapa saat yang lalu di kedai eskrim, hampir saja Iqbaal di tinggal di jalan sendirian tapi dengan sedikit rayuan akhirnya (Namakamu) mau bicara lagi dengannya.

Iqbaal berharap kehadiran dirinya di bumi ini bersama (Namakamu) akan lama bukan hanya sekedar menyapa lalu berucap perpisahan. Ia juga ingin  menjadi pangeran yang bisa diandalkan bukan hanya tergantung dari Alwan. Ia ingin berubah dan menata semua kehidupannya tapi apa di kerajaan nanti semua bakal baik-baik saja karena kehadirannya?

"Woy ngelamun aja mas!" seru (Namakamu) melambaikan tangannya ke wajah Iqbaal yang tengah menatap lurus ke langit.

Iqbaal bangun melirik (Namakamu). "Saya bukan penjual bakso sehingga kamu manggil saya dengan sebutan mas." protesnya tak terima.

"Makannya gue ngobrol dengerin malah ngelamun. Yuk pulang gue udah capek!" (Namakamu) beranjak dari duduknya.

"Yakin mau pisah dari saya?" tanya Iqbaal menggoda.

(Namakamu) mendengkus kesal. "Tuh kan nyebelinnya kumat. Apa perlu gue kasih sembur air supaya lo gak seaneh ini lagi."

"Jangan nanti ketampanan saya luntur sekitar nol koma nol-nol-nol-nol nolnya banyak deh." kata Iqbaal dengan over pedenya.

"Hilih Gie gik dingir ligi piki kicimiti" ucap (Namakamu) menye-menye.

"Kamu meledek saya? awas ya!" Iqbaal beranjak bersiap akan menggelitiki (Namakamu) tapi ternyata sudah kabur duluan menghindarinya.

----

Saat membuka pintu rumah pohon seseorang tengah duduk di sofa menatap ke arah (Namakamu) dan Iqbaal yang baru saja sampai.

"Ayah-ayah sudah kembali?" ujar Iqbaal takjub Ayahnya datang ke rumah pohon milik (Namakamu).

Henri tersenyum. "Iya putraku."

"Lalu bagaimana ayah bisa kesini ini dunia manusia?" tanya Iqbaal heran lalu duduk mendekati ayahnya.

"Alwan yang memberitahu jalan kesini dan kamu kenapa masih berdiri disana?" Henri menatap (Namakamu) yang masih mematung di depan pintu.

(Namakamu) tersenyum kikuk dan bingung harus bereaksi seperti apa. "Ayah eh maksud saya cal... raja maaf tidak ada makanan apapun disini." sesal (Namakamu) masih saja berdiri.

"Tidak apa-apa kenapa kamu tidak duduk?" tanya Henri.

Iqbaal beranjak menarik (Namakamu) agar duduk disebelahnya. (Namakamu) lagi-lagi hanya bisa tersenyum canggung ke arah Henri membuat Iqbaal terkekeh kecil melihat wajah (Namakamu) yang tegang.

"Jadi saya kesini ingin memberitahu kepada kamu putraku tentang kerajaan Gandara Apa yang terjadi hanya rekayasa." Henri menjelaskan maksud kedatangannya menemui Iqbaal.

"Maksud Ayah?" Iqbaal masih bingung.

"Ini rekayasa ibumu, dia ingin kamu berubah dia memang menjadikan Ayah seekor tikus tapi tidak lama ibumu merasa bersalah." ucap Henri lalu menghembuskan napas pelan tapi Iqbaal tak juga bereaksi karena terlalu terkejut dengan pembicaraan sang Ayah. "Kamu tidak pernah bukan berbicara kepada ibumu atau berniat menemuinya?" lanjut Henri menepuk bahu putranya.

Iqbaal mendongak. "Tapi aku lihat dia marah padaku ayah."

Henri menggeleng. "Tidak nak! coba kamu sapa atau katakan sesuatu sehingga kesalahpahaman yang tejadi tidak melebar kemana-mana." sarannya.

"Aku belum siap Ayah aku merasa ibu membenciku." Iqbaal malah tertunduk ada kesedihan di wajahnya.

"Ayah juga merasa begitu tapi cobalah temui dia dan bicara. Ayah pergi sampai bertemu di kerajaan." pamit Henri beranjak pergi dan menoleh sekilas pada Iqbaal hingga akhirnya benar-benar menghilang.

Iqbaal masih menunduk tidak mau menatap sang Ayah.

(Namakamu) menghela napas panjang menatap Iqbaal yang menunduk lesu.

"Baal liat gue! menurut lo gue benci gak sama lo waktu pertama kali ketemu?" tanya (Namakamu) membuat Iqbaal berhadapan dengannya.

Iqbaal mengangguk. "Bahkan kamu suka sekali menganggap saya pembohong." balasnya.

"Nah itu, tapi lama kelamaan setelah lo kenal gue apa yang terjadi?" tanya (Namakamu) lagi.

"Ternyata kamu baik dan sayang sama saya." jawabnya.

"Nah ini baru pangeran kucing kesayangan gue, jadi lo harus bicarakan apa yang harus dibicarakan pada ibu lo kan belum tentu dia itu marah atau benci ke elo." saran (Namakamu) tersenyum simpul.

"Tapi saya gak bisa..."

"Bisa Iqbaal!" potong (Namakamu) cepat. "Alwan aja relain gue buat lo bahkan dia bela-belain lo masa lo gak bisa? dan gue mau pulang soalnya besok sekolah dan inget lo harus dengarkan apa yang hati lo mau bukan karena paksaan siapapun." (Namakamu) tersenyum kembali dan beranjak pergi.

Iqbaal terdiam sesaat kemudian menyusul (Namakamu) yang sudah berada diluar.

"Saya antar kamu!" Iqbaal menggandeng tangan (Namakamu) agar berjalan bersamanya menuju rumah dan berhasil membuat (Namakamu) tersenyum senang mendapatkan perlakuan sederhana namun manis itu.

***

Jangan lupa tinggalkan jejak yaaaa💕

See you next chapter 👋🐱

Pangeran Kucing [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang