22 - Pangeran Kucing

320 55 6
                                    

🐈🐈🐈

Ketidakhadiran (Namakamu) di sekolah apalagi berbarengan dengan Iqbaal membuat Bella terganggu tapi menurut Steffi itu hal yang wajar. Bagi Bella tidak ada hal wajar atau hal apapun intinya dia sangat keberatan.

"Steff, gue yakin (Namakamu) sama Iqbaal janjian buat gak masuk sekolah terus jalan-jalan tanpa kita berduaan terus gue juga yakin..." Bella terus saja mengoceh kepada Steffi tentang Iqbaal juga (Namakamu).

Tidak tahan terus mendengar suara Bella apalagi tugas sejarah yang harus selesai satu jam lagi Steffi menyumpal mulut Bella dengan gumpalan kertas.

"Gue lagi ngerjain tugas pusing tau mending lo kerjain juga deh daripada gak bisa dapet nilai." keluh Steffi kembali mengerjakan tugas.

"Tapi Iqbaal..."

"Iqbaal atau (Namakamu) terserah mereka berdua deh mau ngapain, ribet amat lagian bukan urusan lo. Mending nih kerjain yang bener, oke!" ujar Steffi membukakan buku Bella agar segera mengerjakan tugas.

Bella cemberut namun mengerjakan tugas yang diberikan Steffi dengan kesal. Bagaimana bisa Bella mengerjakan tugas dengan pikiran di penuhi Iqbaal bersama (Namakamu) bermesraan di belakang dirinya. Pokoknya Bella tak bisa membiarkan hal itu terjadi. Big No. Pulang sekolah nanti ia akan mengunjungi rumah (Namakamu) untuk memastikan.

Ari bersiul bahagia menuju kelas (Namakamu) di jam istirahat tapi kebahagiannya sirna setelah tak melihat (Namakamu) di sana.

"Bella kemana (Namakamu)?" tanya Ari penasaran.

"Gue gak tau emang gue emaknya," jawab Bella kesal.

"Steffi dimana (Namakamu)?" Ari beralih bertanya kepada Steffi yang sibuk menulis.

Steffi mengangkat kepalanya. "Gue juga gak tau," ketus Steffi lagi-lagi dapat gangguan saat mengerjakan tugas yang susahnya minta ampun.

Brakk

"Jangan main-main sama gue kemana (Namakamu)?" kata Ari emosi membuat suasana kelas hening sebentar.

"Demi pohon toge kalau dicampur kuah bakso jadi enak, gue gak tau Ari dan gak usah gebrak meja gak tau apa gue lagi ngerjain tugas." Steffi menjawab dengan sedikit sabar.

Ari akhirnya pergi juga dan Bella mengikutinya. "Ari tunggu dulu!" panggilnya.

"Lo tadi bilang gak tau dimana (Namakamu)." Ari menghentikan langkahnya.

"Menurut gue dia lagi jalan-jalan deh sama Iqbaal soalnya mereka berdua barengan gak masuk sekolah." kata Bella memanasi.

"Gak mungkin!" ujar Ari tak percaya lagipula Iqbaal sedang ada di tempat yang hanya dirinya ketahui.

"Mungkin dong." balas Bella tidak kalah namun bukannya ikut setuju Ari malah meninggalkannya.

"Ari kok gue di tinggalin sih? padahal gue kasih kabar fakta eh dia malah pergi, dasar cowok!" gerutu Bella menghentakkan kakinya kesal.

***

(Namakamu) selesai mengompres luka di pelipis Iqbaal. Sebenarnya (Namakamu) ingin sekali membawa Iqbaal dan Alwan ke rumah sakit tapi bila terjadi sesuatu kepada mereka berdua saat diperiksa nanti, (Namakamu) harus menjawab apa atau beralasan bagaimana? benar-benar menyulitkan berurusan dengan anggota kerajaan.

Alwan akhirnya sadar lalu (Namakamu) menghampirinya.

"(Namakamu) terimakasih," ucap Alwan.

(Namakamu) hanya tersenyum tipis dengan wajah khawatir. "Gak ada yang sakit 'kan?" tanya (Namakamu) memastikan.

Alwan menggeleng sopan. "Tidak, bagaimana keadaan pangeran Iqbaal?"

(Namakamu) menghela napas bukannya Alwan fokus pada kesembuhannya malah memikirkan Iqbaal yang entah memikirkannya atau tidak.

"Dia masih pingsan, maaf ya aku gak bawa dia ke rumah sakit." kata (Namakamu) menyesal.

"Apa itu rumah sakit? apa akan membuat pangeran semakin sakit atau semakin menderita." tanya Alwan asing mendengar rumah tapi ada kata sakitnya.

"Nggaklah, justru di sana bisa buat orang sakit jadi sehat kembali." jelas (Namakamu).

"Oh... mereka seorang tabib sakti." Alwan mengangguk mengerti.

(Namakamu) menggaruk kepalanya dokter disamakan tabib kerajaan, apa sama?

"Mending kamu istirahat lagi, Iqbaal pasti baik-baik aja kok soalnya tadi udah aku obatin lukanya,"

"Terimakasih." ucap Alwan.

Ini siapa yang sakit, siapa yang terimakasih, batin (Namakamu) bingung.

Setelah menyiapkan makanan untuk Alwan dan Iqbaal ponsel (Namakamu) berdering. Nama Steffi tertera di sana segera (Namakamu) mengangkatnya.

"Halo Steffi! kenapa? gue kan udah titip surat ke sekolah." ucap (Namakamu) bingung.

"Bukan masalah itu (Nam), tapi si Bella mau ke rumah lo katanya lo lagi berduaan sama Iqbaal."

"What! si Bella ngomong gitu?" (Namakamu) terkejut.

"Iya lo beneran sakit kan? mana ada berduaan sama si Iqbaal."

"Iya," kata (Namakamu) tak enak.

"Kalau gitu pulang sekolah gue sama Bella ke rumah lo, bye!"

(Namakamu) menyimpan makanan di depan Alwan.

"Kamu makan dulu!" suruh (Namakamu) pada Alwan.

"Tapi aku..." Alwan akan menolak namun suara perutnya mengkhianati ucapannya.

"Makan aja, gak usah malu oh iya ini buat Iqbaal kalau sadar nanti. Aku mau pulang dulu kamu bisa kan jagain dia?" tanya (Namakamu) sebenarnya masih ingin mengurus kedua pangeran namun kedatangan Bella dan Steffi ke rumahnya nanti lebih penting.

"Tentu saja kamu hati-hati ya!" pesan Alwan laku tersenyum di mata (Namakamu) terlampau manis.

Tuh kan gak meleleh gimana coba ucapan Alwan pada (Namakamu) sudah seperti pacar yang ditinggal sebentar ke warung.

Daripada semakin baper lebih baik (Namakamu) cepat pulang lalu tidur di kasur layaknya orang sakit demam supaya Steffi maupun Bella tidak curiga kepadanya.

****

Jangan lupa Vote dan komentar yaa..

See you next chapter 👋

Pangeran Kucing [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang