🐈🐈🐈
Iqbaal memperhatikan (Namakamu) yang sibuk menggoyangkan ponsel di tangannya dari jauh. Entah (Namakamu) berpikir tentang apa ditambah (Namakamu) tidak mengingat siapa Iqbaal juga Alwan.
Dengan ragu Iqbaal mendekat pada (Namakamu) lalu duduk di pangkuannya persis yang dilakukan seekor kucing pada umumnya.
"(Namakamu)!" panggil Iqbaal.
(Namakamu) terkejut dengan Iqbaal yang sudah duduk di pangkuannya."Eh sejak kapan lo ada dipangkuan gue lo itu..."
"Biarkan saya disini. Saya lelah." potong Iqbaal.
"Kucing kayak lo bisa lelah? aneh," balas (Namakamu).
"Saya juga manusia tapi pangeran." jelas Iqbaal.
"Gak jelas." sahut (Namakamu) tak percaya.
"Saya memang seorang pangeran dan Alwan saudara tiri saya." lagi-lagi Iqbaal menjelaskan dan teringat waktu pertama bertemu (Namakamu) yang tak percaya dirinya seorang pangeran.
"Terus gue nanya?" (Namakamu) nampak tidak peduli.
Iqbaal memperhatikan ponsel di tangan (Namakamu). "Oh iya itu ponsel yang diberikan kamu kepada saya tapi saya lupa membawanya, dompetnya juga."
(Namakamu) mengerutkan keningnya merasa ada hal benar yang dikatakan Iqbaal tapi sedetik kemudian (Namakamu) tak percaya lagi.
"Udah jangan bohongin gue bilang aja kalian komplotan pencuri yang punya kekuatan sihir." ujar (Namakamu).
Tapi Iqbaal malah tertidur pulas karena merasa nyaman. (Namakamu) juga berhenti mengoceh lalu melihat ke arah yang Iqbaal sudah tidur di pangkuannya. Kalau dilihat-lihat kucing ini terlihat lucu namun tidak asing tapi, kucing siapa dan dimana (Namakamu) pernah melihatnya?
Alwan kembali ke istana sendirian setelah melihat interaksi antara Iqbaal dan (Namakamu). Ia yakin Iqbaal menyukai (Namakamu) tapi perasaannya tidak juga terbalaskan. Untuk sekarang biarkan mereka berdua dan Alwan akan mencari sang ayah untuk mengembalikan kerajaan seperti sediakala.
"Alwan!" panggil seseorang begitu Alwan akan masuk ke kamarnya.
Alwan menoleh. "Bunda."
"Darimana saja kamu? bunda pikir kamu lari ke bumi untuk bersembunyi." ujarnya lalu menghadirkan sebuah kursi untuk dirinya duduk.
"Aku tidak sembunyi aku hanya ingin jalan-jalan." jawab Alwan menunduk.
"Menemui Iqbaal." tebak Ratu dan Alwan mengangguk.
Ratu menghela napas pelan karena Alwan selalu saja melanggar larangannya untuk tidak bertemu Iqbaal. Anak itu selalu tidak tega kalau Iqbaal dalam kesulitan.
"Alwan, bunda ingin kamu menurut kali ini." pintanya sudah tidak tahu lagi dengan cara apa agar Alwan mengerti.
Alwan menatap sang bunda. "Aku selalu menuruti apa yang ibunda mau, tapi tentang keselamatan pangeran aku akan melakukan apapun."
"Kenapa kamu begitu menyayanginya? apa kamu tau dia itu anak yang tidak mau melihat pengorbanan orang lain apalagi sekarang ia pasti sedang jatuh cinta pada manusia." kata Ratu kesal.
"Ibunda tau?"
"Ya, bahkan kamu menginginkan gadis manusia itu juga kan? bagaimana kalau kita bekerja sama untuk memisahkan mereka, kamu mau melakukan untukku?" tanyanya menawarkan ide cukup menggiurkan.
Alwan berpikir sejenak.
"Jangan banyak berpikir Alwan! jalankan tugas ini dan kamu akan tau apa yang terjadi." ucap Ratu tersenyum simpul penuh arti. Jangan sampai gadis itu jatuh cinta pada Iqbaal." Lanjutnya dalam hati.
***
Alwan duduk termenung di sofa teringat kata-kata sang ibunda.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Iqbaal duduk di sebelah Alwan.
Alwan tersentak dari lamunannya lalu menggeleng. "Tidak ada, aku hanya menunggu (Namakamu) selesai masak."
Iqbaal mengangguk kecil dan menunggu masakan (Namakamu) tersaji.
(Namakamu) datang sambil membawa piring yang sedikit mengepulkan asap. "Ini dia masakan spektakuler ala chef (Namakamu)!" serunya meletakan piring di depan Iqbaal dan Alwan.
"Apa ini? kenapa bentuknya aneh." tanya Iqbaal memperhatikan masakan (Namakamu) terlihat asing kali ini.
(Namakamu) kembali dengan membawa tiga piring nasi lalu duduk. "Ini tuh potongan daging ayam atau ayam kecap, kucing mana paham." Namakamu menyimpan piring untuk Alwan, Iqbaal dan dirinya.
"Alwan juga tidak paham kenapa kamu menyalahkan saya sendirian?" Iqbaal kesal.
(Namakamu) beralih menatap Alwan. "Emang lo gak tau?"
Alwan pun mengangguk.
(Namakamu) menepuk jidatnya dan menggeleng kecil. "Kalian itu ... benar-benar gak paham makanan enak terus makanan sehari-harinya apa?" tanyanya heran.
"Apa saja, yang penting kamu yang masakan saya suka." jawab Iqbaal terkekeh.
"Diem kucing!" peringat (Namakamu).
"Saya pangeran." balas Iqbaal sementara Alwan memilih tidak ikutan.
"Kucing." kata (Namakamu).
"Pangeran."
"Kucing."
"Pang..."
"Makan tuh ayam." (Namakamu) tersenyum puas menutup mulut si kucing dengan sayap ayam. "Lo juga makan! Jangan lupa pake nasi atau kalian juga gak tau nasi? makan ajalah enak kok, ayo!" ujar (Namakamu) pusing jika menjelaskan satu persatu.
Disela-sela makannya Alwan melirik diam-diam (Namakamu) dan Iqbaal bergantian yang sedang lahap makan. Ia harus melakukan perintah sang ibunda atau mengabaikan saja?
***
Karena sudah larut malam (Namakamu) tidur di kamarnya sempat ada pertengkaran kecil dengan Iqbaal yang mau ikut tidur bersamanya namun akhirnya Iqbaal mengalah dengan tidur di sofa. Dan seperti biasa seorang Alwan hanya menjadi penonton saja.
Iqbaal sudah tidur nyenyak di sofa lagipula ia sedang jadi kucing sehingga sofa cukup besar untuk tidur seekor kucing. Alwan belum juga tidur dan membuka pintu kamar dimana (Namakamu) tidur. Ia menghela napas pelan lalu mengeluarkan kekuatannya kepada (Namakamu).
"Maaf!" kata Alwan lalu pergi.
******
Ternyata masih ada yang baca cerita ini makasih banyak ya... buat kamu💕
Masih mau lanjut?
Spam komentar dan vote ya
See you next chapter 👋🐱
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Kucing [IDR]
Fanfiction[COMPLETED] Ingin berteriak memanggil pertolongan namun suara kucing yang keluar. "Siapapun yang mendengar tolong, aku seorang pangeran, wajahku juga tampan," ucap Iqbaal Galendra Perwira memandang kendaraan asing yang melewatinya. "Suara siapa itu...