🐈🐈🐈
7 tahun sebelumnya....
Iqbaal Galendra perwira seorang anak keturunan raja Henry dan ratu Rinke sebentar lagi menginjak usia 7 tahun.
Ia sangat senang bermain di halaman belakang istana dan berlarian kesana-kemari dengan riang. Rinke memperhatikan putranya yang tumbuh dengan cepat tanpa disadari."Sini nak!" Rinke memanggil Iqbaal kecil yang aktif berlari kesana-kemari.
"Ibu!" Iqbaal menghambur memeluk Rinke lalu di gendongnya sang anak agar duduk di kursi.
"Kalau sudah besar kamu harus jadi pangeran yang tangguh dan menyayangi rakyat ya?" pesan Rinke mencolek hidung Iqbaal gemas.
Iqbaal kecil tersenyum. "Iya aku akan jadi pangeran tangguh!" ucapnya bersemangat sampai Rinke terkekeh geli melihat tingkah laku Iqbaal.
"Kamu mau makan?"
"Mauu!"
"Tapi tunggu di kamar ibu dulu ya jangan kemana-mana!"
Iqbaal kecil mengangguk menurut perkataan sang ibu menunggu di kamar namun sesuatu terjatuh disana membuat Iqbaal melihatnya dan ternyata sebuah bunga menyilaukan mata jatuh dari wadahnya lalu ia dengan telaten membereskannya hingga bunga kembali ditanam namun terlihat oleh sang ibu hingga makanan di tangannya terjatuh begitu saja.
"Kamu keluar! pergi!" teriak Rinke marah.
"Tapi Bu–" Iqbaal kecil ketakutan dan tidak tahu apa yang membuat sang ibu marah kepadanya.
"Keluar!" teriaknya lagi.
Henri yang mendengar keributan segera datang dan membawa Iqbaal ke dalam gendongannya. Iqbaal menangis tak tahu apa yang telah membuat sang ibu memarahinya dan disitulah kebencian sang ibu bermula.
***
Bunga Anomela adalah bunga kehidupan yang sangat di butuhkan oleh Rinke namun bunga itu mati karena tujuh tahun lalu saat Iqbaal masih kecil. Anaknya itu ah ia sudah tak peduli lagi apa yang dia lakukan. Karena dia kekuatannya menghilang karena dia pula Rinke tak bisa melakukan apa-apa.
"Ibu!"
Iqbaal terbangun dari tidurnya bermimpi dirinya saat dimarahi sang ibu karena sebuah bunga namun ia tidak tahu itu jenis bunga apa kemudian teringat dengan (Namakamu). Dimana gadis itu? katanya akan menemaninya kok menghilang?
"IQBAALLL?!"
Teriakan nyaring nan bising membuat Iqbaal terperanjat lalu buru-buru keluar dan melihat (Namakamu) sedang nangkring di atas pohon.
"Kamu kenapa bisa ada disitu?" tanya Iqbaal heran dengan kelakuan (Namakamu).
"Baal, sini naik! ini ada bunga tapi gue gak tau bunga apa?" (Namakamu) melambaikan tangan agar Iqbaal menyusul.
Iqbaal menggeleng. "Tidak! kamu saja yang turun." suruhnya tidak mau naik-naik pohon.
(Namakamu) berdecak, "buruan ih naik, tuh tangga ada." lalu Iqbaal menoleh ke arah tunjukan (Namakamu).
"Kalau kamu tadi naiknya gimana?" tanya Iqbaal bingung kalau tangganya disitu lalu (Namakamu) naiknya bagaimana?
"Adalah pokoknya ayo buruan nanti bunganya keburu layu!" panggil (Namakamu) agar Iqbaal segera naik.
"Tidak, kamu saja yang turun lagipula untuk apa pagi-pagi begini naik pohon mending lari keliling komplek saja lebih membakar kalori." ujar Iqbaal.
(Namakamu) menarik napas pelan susah juga membujuk Iqbaal naik kesini padahal diatas sini ada bunga yang (Namakamu) tidak tahu namanya. Kalau dicabut takut layu, kalau gak dicabut takut hilang, nanti kemana lagi (Namakamu) harus mencarinya bunga secantik ini?
"Baal!" (Namakamu) memanggil kembali setelah hening sesaat.
"Kamu gak bisa turun?" tanya Iqbaal melihat wajah (Namakamu) sepertinya memang kesulitan untuk turun dari pohon.
"Bukan, ambil pot disana terus lempar ke gue." titah (Namakamu).
"Tapi potnya yang ada tanahnya kan?"
"Ya iyalah masa ada ikannya, namanya bukan pot dong malah aquarium. Cepetan!" ucap (Namakamu) gerah sendiri.
"Tapi–"
"Jangan banyak tapi inget durasi woy!" peringat (Namakamu) melempar dedaunan ke arah Iqbaal.
Iqbaal buru-buru membawa pot sesuai permintaan (Namakamu) dengan naik tangga sehingga tergapai dengan baik oleh (Namakamu).
"Bunga apa ya ini cantik banget?" gumam (Namakamu) takjub lalu mencabutnya dari pohon dan dipindahkan dalam pot. "Nih, jangan sampe jatuh!" lanjutnya.
Iqbaal menerima pot yang diberikan (Namakamu) kemudian (Namakamu) turun dengan selamat.
"Kamu naik pohon hanya untuk mengambil bunga ini?" tanya Iqbaal tak habis pikir.
"Iya ini tuh bunga keren tau gue aja gak tau apa namanya." jawab (Namakamu) merebut bunga itu dari tangan Iqbaal.
Iqbaal memperhatikan sekolas bunga itu merasa pernah melihat namun tidak mungkin mana ada bunga dari kerajaannya nyasar di bumi. Ada-ada saja.
"(Namakamu)!"
"Hm." (Namakamu) masih memperhatikan bunga.
"Hari ini kamu gak sekolah?" tanya Iqbaal.
"Nggak gurunya rapat mendadak jadi libur dadakan juga."
"Kamu mau ngajarin saya kan?"
(Namakamu) langsung menyimpan bunga di teras menoleh ke Iqbaal. "Ngajarin apa dulu?"
"Pelajaran disekolah kamu." jawab Iqbaal.
"Tapi yang gue bisa aja ya soalnya gue juga gak pinter-pinter banget disekolah."
Iqbaal mengangguk dan (Namakamu) mengajarinya sesuai apa yang dia ketahui saat belajar di sekolah.
"Jadi organ jantung bertugas untuk memompa darah ke seluruh tubuh." ujar Iqbaal baru tahu setelah (Namakamu) menjelaskan dan kembali belajar. Kadang (Namakamu) tak bisa menjelaskan lebih detail karena memang ia tidak tahu sehingga mencari pelajaran yang dipahami.
"Semoga dengan ini, ibu bisa memaafkan saya." ujar Iqbaal menatap indahnya langit siang sambil menghela napas.
"Pasti dong! lo kan sudah berusaha menjadi pangeran yang bertanggung jawab. Semangat Iqbaal!" kata (Namakamu) mengepalkan tangan ke udara dan tersenyum pada Iqbaal membuat Iqbaal juga balas tersenyum.
***
Update lagi!
Jangan lupa vote dan komentar yaa
See you next chapter 👋🐱
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Kucing [IDR]
Fanfiction[COMPLETED] Ingin berteriak memanggil pertolongan namun suara kucing yang keluar. "Siapapun yang mendengar tolong, aku seorang pangeran, wajahku juga tampan," ucap Iqbaal Galendra Perwira memandang kendaraan asing yang melewatinya. "Suara siapa itu...