7. Satu Hari Bersama Yara

1K 116 9
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima menit yang lalu. Aku ingin segera ke warnet untuk mengerjakan tugas bahasa Indonesia tadi karena kalau bisa dicicil dari sekarang kenapa nggak? Pesanan gantungan kunci pun belum selesai, bahan bahannya juga kurang. Aku harus bisa menyelesaikan satu satu, minimal dicicil biar tidak terlalu berat.

Aku jalan pulang, jalan raya cukup ramai karena baru pada pulang sekolah, ada yang dijemput, ada yang nunggu angkot ada juga yang bawa kendaraan sendiri jadi harus ke parkiran.

Tiba tiba aku mendengar langkah kaki seseorang yang sedang lari sambil memanggil namaku, aku menyetop kursi rodaku dan Yara lari dari arah sana dengan nafas terengah-engah.

"Haduh capek banget ngejar lo, hufttt. Kenapa sih ga nunggu?" Ucap Yara sambil duduk ditrotoar dan minum air miliknya. Aku jadi tidak tega.

"Tapi kamu gak bilang buat saya tunggu." Aku menjawab jujur sambil minggir sedikit kearah trotoar. Yara menatapku lalu berucap,"Yaudah bikin janji harus nungguin gue kalo pulang ya."

"Gue mau ikut lo terus pokoknya."

Aku terheran sesaat, merasa senang tapi merasa tidak enak diwaktu yang bersamaan. Jujur aku senang bisa dekat dengan Yara tapi buat apa aku menunggunya? Arah rumah kami beda dan Yara juga bawa mobil sedangkan aku jalan kaki. Bukan merasa kegeeran tapi aneh.

"Kalau begitu saya pulang dulu ya, ada urusan nih," pamitku kepada Yara, dengan cepat Yara menahan roda dari kursi rodaku.

"Mau kemana? Ngapain?"

"Mengerjakan PR bahasa Indonesia tadi ke warnet lumayan nyicil dikit tugasnya."

"Kita ngerjain bareng aja ya! Pake laptop gue, gimana? Kebetulan gue punya dua laptop nanti satu buat lo satu buat gue. Biar lo juga ga terus terusan ke warnet, gak bagus lingkungannya." Ucapan Yara bikin aku kaget sekaligus bingung harus terima atau nggak. Aku juga tidak bisa munafik, aku tidak pernah ke warnet untuk urusan apapun itu, apalagi nanti lumayan lama untuk duduk disana.

Aku mengangguk dan Yara langsung mendorong kursi roda ku entah kemana. Intinya kita akan mengerjakan tugas bahasa Indonesia. Sampai akhirnya kita Yara membelokkan arah kursi rodaku ke warung minuman gitu, aku tidak tau.

"Nah kita ngerjain tugasnya disini aja ok? Lo mau minum apa? Biar gue traktir deh."

"Eh gausah, saya gak terlalu suka minuman seperti ini. Kamu minum sendiri aja ya, maaf."

"Yah, yaudah deh kita pesen kentang goreng aja sama air putih biar bisa makan bareng ya? Jangan nolak lagi gue marah nih."

"Iya."

Yara tersenyum puas mendengar jawabanku barusan. Setelah menyebutkan pesanan Yara mengeluarkan laptop dari tasnya, "Nah ini bisa lo pake buat ngerjain tugas bahasa Indonesia ya, gausah ga enakkan kita kan udah temenan."

Akhirnya Yara pindah ke arah posisi duduk jadi disampingku, kursinya tadi sudah disingkirkan agar kursi rodaku bisa masuk.

Hari ini memang aku tidak jualan karena berpikir ngerjain tugas terlebih dahulu saja daripada jualan.

Yara mengajariku bagaimana caranya untuk mengerjakan dengan baik, dari dulu aku bisa mengetik tapi kadang urusan merapihkan abang warnetnya yang bekerja, aku kurang mengerti. Untuk sekarang Yara mengajariku dengan pelan dan tidak marah ketika aku tanya ulang kalau lupa.

Aku mulai mengetik judul yang sudah aku tentukan tadi dikelas dan membuat latar belakang dari masalah yang akan aku bahas di tugas bahasa Indonesia ini.

Tadi Yara menelepon asistennya untuk membawa laptop satunya ke tempat ini dan sudah datang, aku dan Yara sama sama sibuk mengerjakan tugas. Bedanya Yara sudah sampai tujuan penelitian karena lebih dulu diberi tugasnya.

Sesekali aku dan Yara makan kentang goreng yang dipesan tadi, enak rasanya. Aku jarang makan seperti ini, kadang bikin sendiri aja daripada beli pastinya rasanya beda.

Hari sudah semakin sore, aku lihat sisi laptop Yara dan sudah jam setengah enam sore.

"Yara sepertinya sudah dulu, besok lanjut lagi. Ini sudah sore."

Yara mengangguk dan menyimpan tugasnya dan tugasku. Setelah selesai Yara mendorong kursi rodaku ke arah mobil putih yang terparkir didepan.

"Gue anterin lo ya, udah jam segini lo jalan sendirian bahaya."

Aku mengelak, "Gapapa kok, hari ini saya sudah merepotkan kamu, saya gamau lagi nyusahin sampai anter ke rumah."

"Gapapa, Andi. Gue anter lo pulang ya."

Aku mengangguk aja, Yara sungguh baik. Dengan bantuan supir sekaligus asisten Yara, akhirnya bisa duduk juga di kursi mobil Yara.

"Maaf merepotkan ya, pak," kataku setelah selesai semuanya. Bapak itu tersenyum lalu mengangguk.

Mobil pun jalan.

***

Setelah sampai didepan rumah, ibu melihat aku didalam mobil langsung lari. Muka ibu seperti panik. Mungkin berpikir kalau aku kenapa kenapa.

Yara turun lalu mengambil kursi rodaku dibantu bapak Malik.

"Kenapa nak? Ada yang sakit?" Tanya ibu sambil cemas. Aku menggeleng lalu menjawab, "Gak ada, bu. Andi dianter sama teman Andi sehabis ngerjain tugas."

Ibu menghela nafas lega, "Ibu kira kenapa nak, sampai ada mobil depan rumah kamu."

Akhirnya aku bisa duduk dikursi rodaku lagi. Aku mengucapkan terimakasih kepada bapak Malik dan Yara.

Aku juga tidak lupa mengenalkan Yara kepada ibu.

"Saya Yara, bu, temen Andi disekolah," ucap Yara sambil menyalim tangan ibu.

"Terimakasih, nak sudah antar Andi pulang ya, terimakasih."

"Sama sama bu. Kalau gitu Yara pamit pulang ya, bu." Ibu mengangguk.

"Andi gue pulang ya, besok lanjutin ngerjain tugas apa nggak?"

Aku besok harus berjualan jadi aku putuskan untuk tidak mengerjakan tugas dulu. Yara mengerti lalu pamit pulang.

Aku sadar, iya sadar, kalau aku tersenyum untuk hari ini. Satu hari bisa dibilang bersama Yara. Beruntung aku bisa mengenal Yara dengan baik.

Ibu menyuruhku masuk ke rumah. Aku mengangguk dan mulai membersihkan diri lalu menyiapkan makan malam hari ini.

______________________________________

*Aku mau cerita sedikit tentang cerita Heridson.

Jadi aku suka tiba tiba kebayang sosok orang pakai kursi roda, hidup sendiri dan ga punya sosok yang bisa membantunya hidup atau dia hidup sendiri. Aku bisa tiba tiba nangis gitu sama alur cerita yang aku bikin diotakku.

Susah menjelaskannya, intinya cerita ini benar benar pengen aku tulis biar Andi bisa nyata lewat tulisanku gak di otakku lagi.

Aku ngerasa Andi bener bener ada, dan kalo aku dikamar bisa kebayang, muka gak bisa aku bayangin yang bisa cuma badan sampai kaki aja.

Aku bukan anak indigo ya! Bukan banget tapi ya entah kenapa sosok Andi kayak ada tapi gak ada.

Tolong dimengerti ya:)

KALAU MASIH BINGUNG BOLEH TANYA.

Enjoy,
H.

HeridsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang