27. Sandiwara

734 80 8
                                    

Didepan gerbang terdengar suara motor yang mengebut. Tiba-tiba motor tersebut mengerem mendadak tepat didepanku. Sedikit lagi aku bisa saja tertabrak, apalagi mengenai kakiku.

Aku memberanikan diri untuk melihat siapa yang membawa motor, karena dia diam saja tidak minta maaf atas kejadian barusan. Aku melihatnya dengan intens dan tak mengucapkan kata apapun didepan pria itu.

Pria yang membawa motor itu adalah Oji. Rupanya dugaanku benar, dia adalah bagian dari markas ini. Kecurigaan ku semua akhirnya terjawab, mulai dari dia tidak suka padaku, kadang dia pun bermain dengan Melvin, Renki, Vitroy walau kadang terlihat olehku besoknya dia akan berpura pura tidak kenal lagi dengan Melvin.

Sekarang semuanya sudah jelas, semua orang yang jahat padaku, baik sekarang maupun masa lalu adalah satu. Entah apa yang ingin mereka dapatkan dariku sampai tega melakukan hal seperti itu.

Hidupku sudah rumit dari awal dan apakah selamanya akan seperti ini? Seperti aku yang terlahir tak pantas.

Aku menghela nafas didepan Oji. Ternyata dia sama sekali tidak meminta maaf.

"Ternyata kamu memang bagian dari sini, Oji," ucapku didepannya yang ditatap remeh olehnya.

"Terus kenapa? Suka suka gua lah mau lakuin apapun di hidup gua," jawabnya tak dengan suara melengking. Aku menggelengkan kepala tak menyangka.

"Oji, saya tau ini hidup kamu, tapi apa mungkin hidup dan mati kamu hanya untuk melakukan hal seperti ini tanpa memikirkan ibu dirumah?" Seharusnya dia berpikir kalau ibu memang membutuhkannya disetiap waktu. Ibu selalu memikulnya sendiri, Oji selalu melakukan seenaknya.

Dia diam menatapku, tatapannya seperti ingin menonjokku, bahkan tangannya pun menggenggam erat stang motor sampai memerah. Apapun resikonya aku siap, biarlah hari ini aku terluka karena membela yang benar dan mungkin menyadarkan mereka semua.

"Kalau kamu mau memukul saya silahkan, lampiaskan emosi kamu sama siapa pun yang memang pantas. Bukan seperti ibu, ibu seorang wanita yang merawatmu sampai sekarang. Ibu terlalu lemah untuk kamu tonjok. Atau kamu cari yang lemah? Tonjok saya aja, saya lemah, sangat lemah," kataku dengan lantang dan memukul dadaku. Apapun boleh dia lakukan padaku sekarang siapa tau dia juga punya emosi padaku yang tidak bisa dia lampiaskan.

Oji turun dari motor dan mencekik leher ku. Cengkramannya sangat sakit sampai aku susah bernafas. Terus aku berusaha untuk tetap bernafas sekarang tapi semakin lama cengkramannya semakin kuat.

Andai kaki ku berfungsi aku pasti bisa menendangnya. Tanganku sudah aku kerahkan tapi tidak lepas juga.

"Gua emang gak pernah suka sama lo, anjing! Karena lo selalu merebut semuanya! Lo ambil perhatian nyokap gua, lo ambil perhatian guru guru dar gua, lo juga ambil perhatian bokap gua! Anjing lah diri lo tuh! Sekarang emang harusnya gua langsung balas dendam ke lo bukan melalui bokap atau tante jalang lo itu. Sumpah demi apapun gua juga jijik ternyata bokap lo selalu main jalang! Gua sengaja masuk karena ingin tau lo dari keluarga yang seperti apa, dan wow yang gua dapat terlalu mengejutkan."

Dia tambah mencekik leherku disetiap beberapa kata yang ditekannya saat berbicara, itulah letak sakit hatinya seseorang ketika sedang marah seperti ini. Ternyata dia ada maksud untuk menjatuhkan aku, entah mau apa dia saat tau bagaimana keluargaku yang pasti semuanya sudah jelas sekarang.

"Dan lo tau apa yang diperbuat bokap lo yang lebih kejam dari apapun? Gua yakin lo bakal tambah benci atas semua yang sudah dia lakukan."

Dia melepaskan cengkeramannya pada leherku aku berusaha bernafas sebanyak mungkin karena kalau sebentar lagi dia tidak melepaskannya aku mungkin sudah menyusul mama.

HeridsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang