22. Ada Apa?

643 79 7
                                    

Jam istirahat sudah tiba, aku masih menunggu Yara untuk makan bersama karena dia sedang pergi ke kantin. Katanya dia mau beli makanan ringan yang ada coklatnya karena lagi pengen.

Ternyata begitu kembali Yara membeli banyak sekali coklat. Yara ingin membuka coklatnya tapi aku tahan karena harus makan terlebih dulu.

"Makan nasinya dulu, Yara," kataku sambil menunjuk kotak bekal dan mengambil coklat dari tangannya. Yara hanya mengangguk pasrah dan membuka bekal yang ku bawa.

"Andi, kenapa lo gak mau di panggil Heridson?" Tanyanya secara tiba-tiba. Aku mengunyah makanan ku dulu lalu ku jawab. "Karena itu nama seorang pria yang berselingkuh."

Yara terheran dan aku tau dia peka dengan itu. "Papa kamu?" Aku mengangguk.

"Andai bisa diganti pun bakal saya ganti namanya."

"Jangan, bagus kok nama Heridson. Setidaknya lo punya sesuatu yang bisa dikenang dari orang tua lo, yaa walaupun gak ada baiknya juga."

"Saya bahkan tidak tau dia seperti apa."

Kami melanjutkan makan sambil membahas karya ilmiah. Karena Yara pindah kelas jadi aku bisa lebih leluasa menanyakan hal-hal yang belum aku mengerti. Contohnya angket, ternyata kalau sudah menyebar angket pun harus di hitung agar dapat persentasi yang bakal menjadi jawaban. Tugas ini biasanya memang untuk mahasiswa kan? Tapi katanya ini sebagai pembelajaran untuk kedepannya jika kuliah. Ngomongin soal kuliah pun aku sama sekali belum punya biaya. Semoga saja setahun lagi tabunganku cukup untuk kuliah.

Kalaupun cukup ada hal yang aku takutin. Kalian tau kan rasanya berada di lingkungan baru yang dengan keadaan kamu tidak sesempurna mereka? Aku hanya takut pembullyan masih ada. Sempat terlintas dipikiran ku untuk tidak kuliah dan mulai merintis usaha sendiri. Ku sudah mulai berjualan dari sekarang dan aku sudah mulai mengerti soal penjualan dan lain lain.

"Andi, kalau lo nanti kuliah? Terus bayangan lo itu dimana?"

"Saya berpikir untuk tidak kuliah tapi merintis usaha aja." Yara seperti tidak setuju dengan ucapanku barusan.

"Kuliah sambil merintis usaha lebih keren tau! Kan lo pinter bisa dong ambil beasiswa, coba aja siapa tau rejeki lo buat kuliah. Nanti lo ambil bisnis."

"Saya pintar juga nggak, Yara. Kalau tidak lulus jalur beasiswa saya tidak punya uang untuk kuliah."

Yara membereskan semua kotak bekal dan sekarang membenarkan posisi duduknya menjadi menghadapku. "Gini ya, kalau lo punya kemauan untuk kuliah, gimana pun lo bakal mati matian nyari uang. Buktinya lo sekarang mati matian nyari uang buat hidup lo sanggup kan? Lo dari kecil udah hidup sendiri dan lo bisa ada di sekolah ini. Semua orang bisa berjuang dengan cara apapun."

"Sebenernya lo cuma takut lingkungan baru kan? Padahal lo juga pengen kuliah kayak yang lain."

"Kok kamu tau?"

"Saya memakai feeling dan itu benar bukan bapak Andi." Aku tertawa spontan mendengar Yara mengucap kata saya di kalimatnya barusan. Beda sekali dengan gaya Yara yang biasanya.

Aku pernah membaca kalimat kalau yang biasanya memberi saran, semangat, ataupun dorongan untuk seseorang adalah seseorang yang lebih rapuh dari segala masalah. Entah itu benar atau bukan tapi aku akan selalu ada untuk Yara dan membuatnya merasa kalau dia juga berhak untuk mendapatkan semua yang dia inginkan.

***

Hari ini aku mulai berjualan lagi. Aku akan menjual gantungan kunci yang ada dulu karena kemarin tidak sempat membuatnya. Yang tersisa hanya ada 10 gantungan semoga saja laku semua buat modal berikutnya.

Sebelum berangkat aku mengucapkan kalimat untuk diriku.

Semua yang kamu harapkan akan ada. Berjuang adalah kuncinya.

Semoga kalimat itu pun bisa kalian tekankan dalan kehidupan kalian masing masing.

Hari ini aku berpindah lokasi jualan, sebelumnya aku sudah bicara dengan mas Adit dan mas Adit sedih karena aku akan jarang disana. Katanya tidak ada teman mengobrol yang nyambung selain aku. Aku tersenyum kalau aku masih bisa berguna untuk orang.

Kalian ingat tempat yang kemarin akh jualan? Yang aku pulang dari beda jalan? Ya aku disini sekarang.

Ternyata disini jualanku habis terjual, aku mengucap syukur untuk itu. Aku menghitung uang yang aku dapatkan dan ternyata kurang untuk modal dan makan aku sekarang. Dirumah hanya tersisa satu telur sepertinya aku akan makan itu saja dan untuk bekal besok aku tidak bisa bawa.

Ku putuskan pulang, aku lewat jalur biasa tidak melewati jalur yang lebih jauh karena aku merasa lelah. Di jalan aku melihat mobil yang biasa mengantarkan Yara ke sekolah. Mobil itu berhenti di jajaran ruko yang menjual makanan makanan. Yang keluar adalah seorang laki laki dan supir Yara dibelakangnya. Aku memutuskan untuk lebih mendekat karena gaya berjalan laki laki itu sangat sangar sepertinya.

Mereka berjalan berdampingan dan aku melihat mereka memberi uang kepada orang yang mereka temui. Sepertinya mereka adalah orang orang yang bersekongkol. Setelag selesai memberi uang tersebut mereka kembali ke mobil dan pergi begitu saja. Gerombolan laki laki yang mereka temui tertawa setelah mereka pulang. Merasa puas kalau dilihat-lihat, apa mereka memanfaatkan laki laki itu?

Yang aku lihat laki laki itu sekitar berumur 40 sampai 50 tahunan, atau mungkin itu orang tua Yara?

Aku tidak ambil pusing, ku putuskan pulang saja. Tapi tiba-tiba seseorang membelokkan arah kursi rodaku dengan paksa.

Ada apa?!

______________________________________

Enjoy,
H.

HeridsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang