16. Dia Tau.

724 87 0
                                    

Pulang sekolah aku dan Yara sepakat untuk mengerjakan tugas bareng. Kali ini di perpustakaan sekolah, karena Yara harus merangkum materi dari buku lain dan hanya ada di perpustakaan.

Sekolah punya dua perpustakaan, untunglah satu di bawah dan satu di lantai dua. Jadi kami pergi ke perpustakaan lantai satu. Sekolah masih lumayan ramai karena ada yang ekskul. Sekarang di lapangan ada ekskul basket dan pencak silat.

Aku iri kalau melihat mereka bisa ekskul dan lakuin hal hal yang mereka suka tanpa hambatan apapun. Seperti bermain basket, atau futsal pokoknya yang bermain menggunakan kaki. Aku juga ingin merasakannya tapi menggerakkan kaki saja tidak terasa apa apa. Alhasil aku tidak mengikuti ekskul apapun, karena minder juga hehe.

"Lihat apa sih? Serius amat," ujar Yara yang juga mengedarkan pandangannya ke lapangan sekolah. "Itu lihat yang main basket, saya kagum."

"Eh tadi tugasnya udah cari tau?" Tanga Yara yang mungkin tau situasi. Dia sengaja mengalihkan pembicaraan tadi. Aku mengangguk, "Saya sudah tau. Biasanya karya tulis ilmiah itu ada lima bab dan nanti harus ada metode penelitian."

Yara berdehem mengerti kemudian bertanya, "Kalau gitu metode penelitiannya apa aja?"

"Yang saya tau ada wawancara, sama angket. Itu saja sepertinya."

Akhirnya kami sampai di perpustakaan, lumayan sepi kalau perpustakaan bawah karena yang di lantai dua fasilitas meja dan kursinya lebih nyaman. Mungkin Yara juga mengerti aku.

Yara mencari buku sementara aku mengetik materi yang harus aku lengkap lagi di bab dua karya tulis ilmiah. Sumber yang aku cari ada yang dari buku dan internet juga.

"Andi, ini ada buku yang berhubungan sama minat baca. Siapa tau aja bisa jadi referensi tulisannya."

Aku mengambil buku itu dan membacanya. "Eh ada untuk materinya,"

"Bagus deh," saut Yara kemudian.

Kami sibuk dengan tugas sehingga hening. Yara tampak serius dengan tulisannya dan terlihat rapi sekali.

"Tulisan kamu bagus, apalagi yang ini." Aku menunjuk judul dan sub judul dari rangkuman Yara. "Oalah ini namanya lettering, Ndi."

"Itu spidol khusus ya?"

"Ini emang yang buat lettering gitu, lebih bagusnya pake ini. Pen brush namanya. Kalo cuma ada spidol biasa bisa kok cuma rada ekstra kerja menurut gue."

"Boleh coba?" Yara memberi pen brush miliknya dan aku mencoba di buku tulis milikku, ternyata tidak gampang mengayunkan tangan.

"Wih gila, baru pertama kali coba uda lumayan banget."

Aku tidak percaya, "Beneran?"

"Gue dulu pertama kali pegang pen brush gak langsung bagus. Keren deh."

"Sekarang udah lebih jago karena latihan terus kan." Dia mengangguk. Aku mengembalikan kembali pen brush miliknya dan fokus mengerjakan tugas. Tak terasa aku sudah menyempurnakan bab dua. Sekarang lanjut bab tiga.

Ternyata bab tiga sudah harus menentukan metode penelitian yang di pakai. Kalau wawancara aku tidak yakin ada yang mau di wawancarai oleh ku. Untuk angket aku bimbang, belum lagi menghitungnya.

"Menurut kamu, saya pakai metode wawancara atau angket saja?"

"Kayaknya angket lebih bagus sih."

"Harus dihitung hasilnya nanti itu yang buat saya bingung."

"Nanti gue bantu, santai aja, Ndi."

"Terimakasih."

Aku memutuskan mengerjakan tugas yang lain yaitu biologi. Tugas ini harus di bawa besok dan lumayan banyak ada 15 soal. Semuanya isian.

"Andi," panggil Yara setelah menutup buku rangkuman yang dia tulis tadi. Aku menengok ke arahnya.

"Kenapa lo gak coba ngelawan mereka aja sih?" Aku kaget atas pertanyaan Yara tadi. Sepertinya Yara tau soal kemarin.

"Siapa?" Aku berpura-pura tidak tahu.

"Gue kemarin liat. Gue tau lo tau apa yang gue bilang."

Seluruh tubuhku kaku, aku tidak bisa jawab apapun. Masalah kemarin aku tidak mau Yara tau karena aku hanya ingin bersamanya tanpa membahas hal hal yang buat sakit hati. "Saya mau lawan juga saya tidak tau kenapa mereka seperti itu, saya merasa tidak pernah ada salah. Balik lagi ke mereka, kalau aku lawan aku mungkin akan dapat hal lebih dari itu."

Yara terlihat gemas atas jawabanku. "Lo gak tau kenapa mereka begitu?" Tanya Yara dan aku hanya menggelengkan kepala.

"Dari awal masuk sekolah saya sudah di ganggu dan di ejek."

"Wah gila tuh orang. Jujur selama ini gue tau semuaaaa yang di lakuin dia ke lo! Gue tau semua orang di sekolah gak ada yang berani sama berandalan satu itu. Bahkan kemaren yang bantu lo itu pun gue marah sampe gemetar." Ya benar, seluruh sekolah tau aku di bully, apa yang Melvin lakuin tapi tidak ada yang mau ikut campur dan menolongku.

Bahkan dimana mereka membully ku yang paling parah, tidak ada satupun yang membantu.

"Mungkin bukan saya tapi masa lalu saya."

"Maksud lo?"

______________________________________

Enjoy,
H.

HeridsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang