17. Mulai Menceritakan

707 85 5
                                    

"Maksud lo?

Aku tau pertanyaan ini sama saja menceritakan semuanya. Mungkin aku harus sudah percaya pada Yara karena dia sangat baik dan mau berteman padaku.

"Saya anak yatim piatu, seperti yang kamu lihat saya tinggal sendiri dirumah. Apapun saya lakukan sendiri walaupun sakit bahkan melukai diri saya sendiri. Mama saya meninggalkan saya waktu umur dua tahun, akibat kecelakaan. Karena itu juga saya kehilangan fungsi kedua kaki saya," ucapku yang menarik perhatian Yara lebih lagi. Seperti tatapan peduli bukan penasaran.

"Lo... Mau ceritain hidup lo ke gue?" Tanyanya karena mungkin tidak menyangka akan percaya secepat itu. Aku mengangguk. "Saya harap kamu bisa dipercaya, karena saya orang yang tidak mudah percaya setelah kehidupan masa lalu hidup saya. Ini rahasia terbesar hidup saya dan yang tau hanya aku dan Tuhan. Saya bahkan berharap bercerita tentang hidup saya kepada kamu bisa sedikit meringankan." Yara mengangguk pasti seolah tidak akan ingkar janji kepadaku. Katanya ikuti kata hati adalah yang paling benar dan kata hatiku bilang ya aku harus percaya padanya.

"Kamu tau apa yang menyebabkan kecelakaan itu?" Tanyaku yang menatap ke arah keluar melalui jendela perpustakaan lalu beralih kepadanya.

"Mobil rusak? Atau disengaja?"

Aku tertawa kecil dan menggelengkan kepalaku. "Papa selingkuh dengan kakak dari mamaku sendiri." Sehabis mengucapkan kalimat itu Yara melotot dengan tangan yang menutupi mulutnya. Orang lain pun kaget dengan kisah hidup ini, apalagi aku yang mungkin terlibat dalam masalah ini.

Aku melanjutkan cerita. "Saat itu saya, mama dan tante saya, adik dari mama keluar. Kita pulang ke rumah dan ternyata mama melihat hal itu, melihat hal yang paling menyakitkan dalam hidupnya."

Aku menarik nafas karena tiba tiba-tiba dadaku sesak. "Andi, gak usah dilanjutin. Kalau berat lo cukup cerita itu aja."

Kata katanya membuatku tersenyum, memang berat tapi mari aku bagikan kisahku kepada orang pertama yang menjadi temanku.

"Mama marah dan melabrak papa tetapi papa seolah tidak peduli, mama marah dan menyuruh saya dan tanteku masuk kedalam mobil. Mama mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi dan tidak konsentrasi. Kamu tau selanjutnya kan?"

"Kecelakaan?"

"Ya, karena itu saya kehilangan mama, dan tidak bisa berjalan sampai sekarang." Kalimat ini yang membuat air mataku jatuh didepan Yara. Aku menangis dan tidak bisa berhenti, tangisku tertahan karena di perpustakaan. Aku bisa lihat Yara menangis juga tapi berusaha menyembunyikannya. Beberapakali Yara menghapus air matanya.

"Andi lebih baik kita cari tempat yang pas kalau lo mau lebih mengeluarkan emosi yang lo pendam selama ini."

Berusaha menarik nafas agar lebih tenang, aku setuju dengan Yara lebih baik pindah. Kami memutuskan pindah ke taman sekolah yang biasa kita makan berdua.

Tak lupa Yara beli minum agar aku bisa lebih tenang. Kebaikan ini yang buat aku lebih percaya. Kami duduk dan diam untuk beberapa saat, Yara juga tidak seperti yang terlalu penasaran dia menunggu aku siap untuk cerita. Aku mengucap syukur karena dia.

"Saya berada di gendongan tante saya dan katanya saya terlepas dari gendongan tante. Setelahnya tante tidak ingat apapun lagi kejadian itu."

"Lo tau cerita ini dari tante lo?"

"Ya." Aku menatap lurus ke depan dan tanganku meremas botol minum, pernahkah kalian rasakan kalau meremas sesuatu untuk melampiaskan emosi itu dapat meredamnya sedikit? Itu yang bisa aku lakukan sekarang.

"Setelahnya berumur 12 tahun, mamaes meninggalkan saya sendiri. Hidup yang sulit pun dimulai saat itu. Saya harus mencari uang sendiri untuk makan, sulitnya mendapatkan uang sudah saya rasakan dari dulu." Aku kembali menangis karena sesak sekali. Dulu merasa tidak bisa hidup lagi setelah semuanya hilang. Tapi yang namanya semangat akan ada kalau kamu tanamkan itu.

Yara mendekat ke arahku dan mengusap bahuku sambil mengusap matanya juga, aku menatap Yara dan tersenyum. Air mata ini seolah tidak mau berhenti. Akhirnya kami menangis tetapi sambil tertawa.

Belum semuanya aku ceritakan tapi entah kenapa aku merasa ringan seperti tanpa beban lagi. Aku percaya bahwa Yara adalah orang yang tepat untuk menjadi teman berbagi cerita. Aku juga berharap Yara memiliki pemikiran seperti itu dan mau menceritakan apapun yang terjadi didalam hidupnya kepadaku.

"Terimakasih sudah mendengar cerita saya. Ini memang belum semua tapi saya merasa lebih ringan dari yang kemarin. Yara, saya percaya penuh sama kamu. Tolong hanya kamu yang tau cerita ini."

"Iya, gue gak akan cerita masalah lo sama siapa pun. Terimakasih udah percaya sama gue untuk ceritain itu semua, kalo lo mau cerita tunggu sampe sanggup aja jangan dipaksain."

Yara melanjutkan kembali, "Gue berharap lo juga bisa nerima gue sebagai teman dengan latar belakang keluarga yang... Yaa.. seperti itu lah. Nanti akan gue ceritakan kalau sudah siap ya."

Aku mengangguk dan tersenyum tulus padanya, "Setiap orang punya masalah di hidupnya. Saya siap mendengar cerita kamu seperti kamu juga tadi."

"Lalu hubungannya dengan Melvin apa?"

______________________________________

Enjoy,
H.

HeridsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang