19. Sama - sama Terluka

697 92 10
                                    

Sekarang adalah jam istirahat kedua, aku dan Yara hanya bertemu tadi waktu istirahat pertama. Karena kebelet aku memutuskan pergi ke toilet. Aku memilih toilet yang dekat dari kelas. Sesampainya di sana aku melihat toilet sepi tidak ada satu orang pun.

Setelah selesai, aku keluar dari toilet dan bertemu Melvin dan kawan-kawannya. Aku tetap ingin berjalan lewat arah kanan tapi di cegat, arah kiri dan dicegat juga.

"Gak bisa lewat ya?" Tanya Renki dengan muka yang mengejek dan didukung oleh Melvin dan Vitroy. Aku menarik nafas karena merasa lelah selalu begini.

Melvin menatapku dengan tatapan benci, aku juga tidak kalah, aku menatap matanya. Benar, mata itu sangat mirip dengan foto tante. Semakin aku tatap Melvin semakin emosi, dia mengepalkan tangannya.

"Apa liat liat gue? Huh?" Dia nunduk dengan memegang kedua sisi kursi rodaku dari depan. "Gue gak suka ditatap balik. Artinya lo nantangin hidup lo."

"Kamu yang merasa tertantang," ucapku yang masih menatap matanya. Melvin terlihat geram dari mulutnya, semakin aku tatap semakin aku yakin kalau dia adalah anak tante.

Melvin berdiri kembali dengan tawa yang meremehkan. "Sebenarnya apa kamu lakukan ke saya itu kenapa? Dari awal saya masuk saya bahkan ga pernah bikin ulah sama kamu." Kalau benar dia ingin membalas dendam lantas kenapa harus dibalas? Bukankah harusnya aku yang balas dendam? Karena pihak mamaku yang hancur bukan pihak keluarganya.  Aku bingung.

Aku tidak tau apa lagi yang akan terjadi selanjutnya. Sekarang Vitroy dan Renki tiba memegang sisi kanan dan kiri ku lalu Melvin dibelakang. "Gue belum bisa puas sebelum lo ke siksa atau mati deh nyusul mama lo." Aku terkejut mendengar ucapannya barusan. "Maksud kamu apa?" Melvin tidak menjawab melainkan memberi aba aba kepada Vitroy dan Renki.

"Satu, dua, tiga. Jatohin!"

Aku jatuh dengan posisi nungging, daguku menyentuh lantai dan sakit sekali. Aku tidak bisa bergerak sama sekali apa yang harus aku lakukan. Melvin menjatuhkan ku ke samping dan aku dapat merasakan sakit yang luar biasa di pinggang sebelah kanan.

Untunglah aku masih bisa bangun dengan bantuan tanganku. Daguku berdarah dan tidak berhenti-henti.

Banyak orang yang melihat tapi tidak satu pun yang membantuku, mereka semua takut dengan Melvin, mereka takut akan mengalami sama sepertiku. "MELVIN, VITROY, RENKI KE RUANGAN SAYA SEKARANG JUGA!" ibu kepala sekolah teriak tak lama dengan satpam yang membawa Melvin dkk. Aku dibantu oleh guru guru lainnya dan juga petugas UKS.

Darahku terus mengucur dari dahi, petugas UKS langsung menekan lukaku agar tidak semakin banyak darah yang keluar. Aku tidak dibawa ke UKS tapi ke rumah sakit karena dugaannya daguku robek.

Mama kenapa Andi yang harus menerima semua ini? Kenapa hidup Andi selalu penuh misteri, Ma?
Andi sendiri tanpa siapa siapa dalam situasi seperti ini.

Aku menunduk dan menangis aku merasa dadaku sesak seperti ada yang menindih. Pinggangku sakit dan nyerii.

Doain Andi kenapa kenapa ya, Ma, biar Andi bisa nyusul mama sesegera mungkin.

***

Aku sudah di ruangan rawat inap, sendiri tanpa siapa pun yang menemani aku. Tadi daguku dijahit, karena robek dengan robekan horizontal, untunglah gigiku dalam keadaan baik.

Aku merenung, lalu mulai menangis dengan keadaanku. Di depan pintu aku seperti melihat mama. Aku percaya itu mama! Tapi mama tidak mendekat ke arahku, mama berdiri di depan pintu ruanganku dengan senyum pilu, itu yang mama rasakan selama ini? Berarti mama tidak tenang. Aku menangis karena merasa gagal membahagiakan mama. Aku masih berusaha sadar apa itu benar benar mama sampai akhirnya pintu terbuka dan Yara datang.

"Andi!" Yara teriak dan mendekati aku. Aku tersenyum melihat Yara datang aku jadi punya teman. "Masih ada yang sakit?" Aku menggeleng lalu mengalihkan mataku ke pintu, dan mama sudah tidak ada. Aku tersenyum pedih dengan air mata yang keluar, mama tadi pasti ingin menemaniku.

Terimakasih, mama.

"Ada apa, Andi?"

"Tadi saya melihat mama didekat pintu, tapi begitu kamu datang, mama hilang." Aku masih menatap tempat mama berdiri.

"Maaf, Andi. Gara gara gue lo gak bisa liat lagi."

Aku menggeleng, "Justru mungkin mama nunggu kamu buat menemani saya. Terimakasih sudah datang," ucapku dengan memberanikan diri memegang tangan Yara. Dia sama sekali tidak menolak, aku butuh seseorang yang bisa aku genggam. "Kalau kamu tidak suka kamu bisa bilang, Yara."

"Nggak, lo bisa pegang tangan gue. Gue tau lo juga butuh pegangan dari seseorang untuk saat ini, sama seperti gue." Aku dan Yara menangis satu dengan yang lain. Menumpahkan segala rasa sakit bersama, kapan perasaan lega itu datang? Kapan merasa bahagia untuk selamanya?

Yara menangis lebih kencang dan menidurkan kepalanya di tanganku. Aku bisa lihat luka dipunggung Yara. Aku terdiam tak percaya, hari ini aku dan Yara sama sama terluka.

______________________________________

Maaf kalau up nya lama banget ya, aku harap lembar ini bisa mengobati huehehhe.

Enjoy,
H.


HeridsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang