28. Akhirnya

860 74 3
                                    

Aku terbangun dengan pandangan pertama adalah langit langit putih. Aku harus semakin menjelaskan pengelihatan aku untuk menyesuaikan cahaya disekitar. Ternyata aku berada di rumah sakit, aku tidak lupa kejadian yang terjadi tapi yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang membawa aku ke sini.

Disini tidak ada orang sama sekali. Aku sendiri. Sakit kepalaku masih ada sedikit dan rada pusing. Aku tidak tau apa penyebabnya sampai pusing dan sakit kepala yang parah didalam hidupku.

Dipikiran ku sekarang dimana Oji dan papa? Kira kira mereka sama dirumah sakit ini atau beda?

Tiba tiba saja seseorang masuk ternyata suster yang mungkin akan mengecek keadaanku. Suster itu mengecek infus dan menanyakan keadaanku.

"Suster, apa ada orang yang membawa saya ke sini?" Tanyaku.

"Yang membawa warga tetapi ada seorang anak kecil yang katanya memberitahu warga," jawab suster itu lalu berpamitan untuk keluar.

Anak kecil yang memanggil warga? Aku tidak ambil pusing, takut kepalaku tambah sakit dan menambah beban pikiran. Yang pasti anak itu pasti baik sampai mau menolong.

Aku memutuskan untuk tidur kembali, aku memejamkan mata berusaha bisa tertidur tapi tidak bisa. Tiba-tiba aku kepikiran Yara, apa dia tau aku seperti ini? Selain itu aku juga takut terjadi apa apa dengan Yara setelah kejadian ini.

Semoga saja Tante Vela selalu memantau Yara dari papanya.

Pintu terbuka dan terlihat Anya! Jangan bilang Anya yang menolongku?

"Kak Andi!" Dia berteriak dan menghampiri lalu duduk dikursi sebelah tempat tidurku. Aku tersenyum bisa melihatnya kembali setelah sekian lama tidak bertemu.

"Anya apa kabar?"

"Anya baik kok kak, kakak gak kenapa kenapa lagi kan?"

Aku menggeleng. "Kamu yang nolong kakak?"

Wajah Anya seperti ketakutan atas pertanyaan ku barusan. "Aku emang bantu kakak tapi maaf Anya baru bantu waktu udah parah ya kak, sebenarnya Anya ada disana liat semuanya." Wajah Anya merasa bersalah, dia menunduk karena merasa takut.

Aku mengelus rambutnya agar dia tidak terlalu takut lagi. "Terimakasih ya, sudah menolong kami semua. Kakak gak marah, Anya melindungi diri tapi menolong juga. Itu sudah bagus Anya, terimakasih ya."

Senyum Anya kembali lagi dan memelukku sambil berucap, "Kak Andi juga sudah baik sama Anya."

Kami berdua asik bercerita, ternyata Anya juga menolong Oji. Katanya Oji selamat dan lagi dalam perawatan. Aku bersyukur bahwa Oji dalam keadaan selamat karena rasanya tidak mungkin Oji selamat karena sudah terlalu lama menahan sakit.

Aku juga menanyakan Anya tentang hal hal sekitar kejadian termasuk papa. Tapi Anya tidak tau soal itu karena katanya Anya datang saat semua sudah baik baik saja.

"Kakak, mau telepon siapa?"

Aku bingung karena pertanyaannya.

"Maksud kamu?"

"Siapa tau kakak mau telepon siapa gitu, Anya ada telepon nih."

Aku tidak punya nomor telepon siapapun selain ibu, Tante Vela.

"Anya apa kakak yang satunya itu ada yang menemani?"

"Gak ada kak."

Aku meminta telepon Anya dan menelepon ibu terlebih dahulu. Kebetulan nomor ibu selalu aku simpan.

Ibu tidak mengangkat telepon beberapa kali, sampai akhirnya mengangkatnya.

"Ibu?"

"Iya nak?" Jawab ibu diseberang sana. Aku tidak kuat kalau mengucapkan ini.

HeridsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang