11. Sedikit Kisah

831 104 2
                                    

AKU MAU BERTERIMAKASIH SAMA KALIAN SEMUA YANG SUDAH BACA, DAN VOTE SAMPE SEKARANG UDAH 1K+ PEMBACA.

BENER BENER DILUAR DUGAAN AKU:)

TERIMAKASIH AKU TERHARU BGT❤️❤️❤️
MAAF, LAGI LAGI MAAF KALAU JELEK KARENA AKU BELUM PINTER BGT NULISNYA.

I LOVE YOU GUYS😭❤️

______________________________________

Pesanan gantungan kunci kemarin sudah selesai, sekarang aku berniat mengantarnya ke rumah yang memesan. Sengaja aku lebih cepat mengerjakannya karena takut tidak selesai nantinya. Tugas banyak dan aku juga harus buat gantungan kunci lainnya untuk berjualan.

Sekarang sudah pulang sekolah, aku juga sudah mengetik sedikit materi untuk tugas bahasa Indonesia kemarin dan tugas lainnya.

Aku berniat pamit sekarang.

"Yara, saya mau pergi dulu ada pesanan yang harus diantar, terimakasih untuk hari ini," kataku pamit kepada Yara sambil merapikan semuanya dan memasukkan alat tulis serta buku yang aku keluarkan.

"Mau antar pesanan kemana?" Tanyanya yang juga ikut merapikan barang barangnya.

"Saya juga belum tau persisnya dimana, saya bakal cari alamat ini," jawabku sambil menunjukkan kertas alamat kepada Yara. Dia melihatnya dan seperti berpikir.

"Gue tau nih! Deket banget dari sekolah."

"Dimana? Tolong kasih tau saya."

Dia menyipitkan matanya sambil berucap, "Gue ikut aja, gimana?"

"Boleh. Terimakasih ya."

Sebelum berangkat, Yara menaruh semua barangnya ke mobil dan kita pergi tidak naik mobil karena permintaanku. Takut merepotkan lagipula kata Yara dekat.

Kata Yara kita sudah setengah perjalanan dan tidak sampai 10 menit.

"Nah kita tinggal nyari nomor rumahnya, di kertas nomor 54 nih."

Mataku juga mencari dimana nomor rumahnya, sampai belokan gang lainnya belum juga ketemu, sampai sini masih nomor 48. Akhirnya rumah itu ketemu tidak jauh dari gang sebelumnya.

Diluar pagar ada bel, dan aku memencetnya sampai tiga kali barulah ibu yang kemarin memesan keluar.

"Bu, ini pesanannya. Tolong dilihat siapa tau ada yang kurang bagus menurut ibu," ujarku sambil memberikan plastik berisikan gantungan kuncinya.

"Wahh, ini bagus banget, jahitannya juga rapi. Terima kasih karena sudah mau mengantar ke sini. Saya Saya tidak sempat ke sana karena karena sibuk urusan ulang tahun juga, ini masih banyak yang harus diurus," kata ibu tersebut sambil memberikan sisa pembayaran kemarin. Aku dan Yara berpamitan karena hari semakin sore dan Yara juga sudah ditunggu oleh sopirnya.

"Sejak kapan lo mulai jualan gantungan kunci?" Tanya Yara tiba-tiba.

"Jualan gantungan kunci baru saya mulai jualan waktu saya umur 14 tahun. Saya juga jualan tapi ikut orang," jawabku dengan jujur. Tidak ada salahnya jika aku bercerita kepada teman sendiri. Lagipula Yara selama ini sudah baik.

"Maksudnya ikut orang apa?" Sepertinya Yara tidak mengerti.

"Dulu saya pernah jualan kue bolu tetapi kue bolu itu bikinan orang dan saya yang berjualan, nantinya saya diberi upah sesuai hasil kue bolu yang laku. Kalau laku 5 aku bisa dapat lima ribu rupiah karena satu bolu aku di upah seribu rupiah." Aku teringat kembali bagaimana susahnya menjual satu bolu. Tetapi bagaimanapun aku tidak boleh menyerah saat itu, aku harus bisa makan. Akhirnya ada seorang ibu yang membeli, langsung dibeli tiga saat itu. Dan bertambah lagi sampai laku delapan.

"Emangnya keluarga lo kemana? Kok lo udah mulai jualan?"

"Udah tidak ada."

"Hmm, maaf kalau nanyanya kurang enak. Gak usah dijelasin."

"Gapapa," jawabku cepat karena tidak apa kalau dia menanyakan, artinya ada rasa peduli didalam diri Yara terhadapku.

Kami sampai disekolah kembali, Yara pulang dan sempat mengajak untuk pulang bareng, aku tidak mau. Yara mengerti dan pamit pulang terlebih dahulu.

Sekarang pukul lima sore, aku memutuskan untuk tidak jualan gantungan kunci karena tidak enak badan.

Sampai dirumah aku lihat ibu dan Oji bertengkar, sampai ibu menangis karena dibentak.

"Oji!" Bentak ku spontan, sakit rasanya melihat ibu di bentak dengan keras sambil menangis.

Oji melihat ke arahku dengan remeh, lalu berjalan dengan sengit dengan senyum miring di wajahnya.

"Mau apa lo cacat! Gak usah ikut campur, ini urusan gue. Kalo gak bisa apa apa diem aja jangan sok jagoan!" Benar benar tidak ada perasaan, sakit rasanya dibilang seperti itu.

"Oji jaga omongan mu!" Ucap ibu tiba tiba, Oji semakin emosi dan mendorong ibu ke belakang.

"Wah, ibu bela orang cacat ini?" Oji menunjukku dengan penuh emosi dan tekanan disetiap ucapannya.

"Jangan bentak ibu, Oji. Kalau ada yang salah bilang jangan bersikap kasar sama ibu kamu sendiri."

Sebelum Oji memukulku, tetangga datang dan menahan Oji. Tapi Oji melepaskan tangannya dan pergi begitu saja. Kenapa dia seperti itu?

Setelah semua tenang dan terkendali, ibu bercerita kepadaku bahwa Oji tidak suka ibu terlalu baik kepadaku, katanya ibu selalu memanjakan ku dan aku berpikir apa karena itu juga Oji bersikap semena mena kepadaku? Selalu menganggap aku ini rendah dan tidak bisa apa apa.

Ibu meminta maaf atas perilaku Oji selama ini terhadap ku.

"Udah bu, tidak usah dipikirin. Andi sebisa mungkin tidak terlalu pikirkan."

"Kamu memang anak baik, nak."

Aku tersenyum sambil berucap, "Ibu sekarang masuk ya. Kalau ada apa apa teriak aja bu. Siapa tau ada yang dengar tetangga. Andi gak bisa langsung bangun cepat kalau ada apa apa." Ibu tersenyum dan mengangguk mengerti. Setelah semuanya selesai aku masuk rumah.

Aku kembali teringat kejadian dalam hidupku. Nanti aku ceritakan di lembar berikutnya.

______________________________________

Enjoy,
H

HeridsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang