"Kamu memang tidak pernah menghargai papa"
***
Rasa ragu ini semakin menyelimuti hatinya ketika melihat gadis itu tengah tertawa kecil menyaksikan tayangan lucu di televisi, apa dia harus mengatakannya? Sungguh dia bimbang.
"Ali"
Dia sedikit kaget ketika namanya dipanggil, rupanya gadis itu menyadari keberadaannya.
"Ngapain di situ? Ada apa?" Gadis ini memutar tubuhnya sehingga sekarang menatap penuh pada Ali.
Sebelum menjawab Ali melangkah lebih dekat. "Ma'af non, saya mau bilang sesuatu"
"Apa?"
"Tadi saya enggak sengaja ketemu sama mbak Jihan, dia berpesan agar non membaca pesan dari mbak Jihan"
Mendengar nama itu raut wajah gadis yang tak lain adalah Prilly ini langsung berubah dari yang tadinya santai menjadi datar "Dia ngomong apa aja sama lo?"
"Mbak Jihan juga minta tolong agar saya ikut menjelaskan sama non kalau mbak Jihan enggak punya hubungan apa-apa sama mas Kevin" ucap Ali dengan suara pelan, dia hanya tidak mau gadis ini salah paham dengan mengira bahwa dia membela Jihan.
"Dengar ya Li, mau siapapun yang coba jelasin ke gue juga gue enggak percaya. Gue sadar selama ini ternyata ada beberapa kejanggalan yang terjadi tapi gue coba abain, mulai dari Jihan yang tahu alamat rumah Kevin, tante Nadira yang kelihatannya akrab banget sama Jihan, gue enggak percaya Li sama penjelasan bohong itu"
Ali mengangguk kecil sebagai pertanda setuju akan semua ucapan Prilly "Ya non, saya juga enggak maksa non buat percaya. Saya hanya menyampaikan pesan dari mbak Jihan, itu saja"
"Pokoknya kalau lo ketemu lagi sama dia dan dia ngomong macam-macam lagi bilang aja lo enggak mau ikut campur, jangan mentang-mentang lo pdkt sama dia terus kasihan jadi belain dia"
Sebelah alis Ali terangkat naik mendengar ucapan kalimat Prilly yang sedikit emosi, gadis ini selalu saja beranggapan bahwa ia menyukai semua wanita di sekelilingnya.
Tanpa keduanya sadari ada sosok lain yang mendengar obrolan keduanya, sosok itu tersenyum smirk "Jadi lagi konflik sama sahabat dan pacarnya"
.
.
.
Pukul 19.00 waktu setempat, Prilly masih setia mewarnai kuku-kuku kakinya dengan kutek warna maroon, sesekali ia tersenyum melihat hasil tangannya yang dianggap sempurna di kakinya.'Tok tok'
"Masuk"
Tak lama kemudian pintu terbuka sedikit, bi Narsih memunculkan setengah badannya dari balik pintu "Non, dipanggil tuan buat berangkat"
Prilly menghela nafas kasar "Kan udah Prilly bilang tadi kalau Prilly enggak ikut, biar mereka aja" lalu kembali menunduk melanjutkan aktivitas mewarnainya.
"Tapi non_"
"Bibi bilang aja aku enggak ikut"
Bi Narsih mengangguk walau tak dilihat oleh gadis itu, menutup kembali pintu kamar kemudian menuruni anak tangga menuju tuannya yang sudah menunggu di bawah.
![](https://img.wattpad.com/cover/216223287-288-k683341.jpg)