"Alexa hamil"
***
'Plak'
"Aws" Jihan meringis memegang sebelah kanan pipinya yang terasa panas akibat gamparan dari perempuan di hadapannya, membalikan tatapan ke arah pelaku yang telah menamparkan, Jihan menatap kesal. "Lo gila?"
"Lo yang gila. Kenapa lo datang ke rumah gue dan kasih hasil lab gue ke nyokap gue ha?" Ya, perempuan ini adalah Alexa yang sekarang sedang berteriak emosi bagai orang kesetanan.
"Gue kan udah minta lo balikin hasil lab gue, terus kenapa lo malah nyebarin soal penyakit gue ke sosmed?" Meski pada dasarnya ia adalah sosok yang penyabar namun rasanya sikap itu tak berlaku ketika sudah berhadapan dengan Alexa, biang dari kekacauan yang dihadapinya sejak beberapa hari lalu.
"Heh dengar, gara-gara lo kedua orang tua gue marah besar dan nyuruh gue buat panggil Ivan ke rumah"
"Bagus dong. Harusnya lo terima kasih sama gue karena berkat gue lo bisa nikah sama cowok lo"
"Lo_"
"Ada apa ini?"
Keduanya sama-sama menolehkan pandangan pada sosok yang baru hadir di tengah mereka. Menampilkan ekspresi berbeda dengan Jihan yang menghirup udara menormalkan nafasnya sedangkan Alexa yang terlihat sedikit gugup.
"Bukan urusan lo" dengan kesal Alexa beranjak pergi, tak mau lama-lama berada di hadapan sosok yang bisa semakin memancing emosinya.
Setelah kepergian Alexa, perempuan itu -- Prilly, berbalik menatap Jihan. "Lo kenapa bohong soal sakit lo?"
Sejenak, Jihan terpaku pada pertanyaan yang diajukan Prilly. Apa sahabatnya ini mulai memaafkannya ataukah hanya iba seperti yang lainnya? "Gue enggak mau dapat belas kasihan dari orang"
"Lo kan tahu gue juga enggak suka yang namanya belas kasihan. Jadi lo enggak akan dapat itu dari gue"
Terdiam lalu mengangguk, Jihan tak tahu harus menjawab seperti apa lagi. Tak disangkanya, sebelah tangan Prilly memegang bahunya.
"Kalau lo butuh bantuan, jangan segan bilang sama gue" Prilly tersenyum kecil lantas beranjak duluan dari Jihan. Tak ia sadari bahwa kalimatnya barusan mampu menciptakan sebuah rasa hangat di hati Jihan.
***
Alexa duduk dengan wajah kesal menatap pria yang duduk di sofa depannya, jika tidak melakukan ancaman bunuh diri di cafe pria itu mungkin saja Ivan tetap kekeh tidak mau datang dan bertemu dengan kedua orang tuanya.
Lima menit mereka berdua duduk di ruang tamu, Budiman dan Chika datang dengan wajah yang terbilang datar. Bahkan lelaki itu hanya mengangguk pada salam dari Ivan.
"Kamu yang bernama Ivan?"
Yang ditanya pun mengangguk. "Ya, saya om"
Budiman menghela nafas. "Langsung saja, putri kami Alexa sekarang ini tengah mengandung. Dan saat ditanya dia mengatakan bahwa lelaki yang mestinya bertanggung jawab atas kehamilannya adalah kamu, Ivan"
Ivan mengangguk, sudah ia duga bahwa Alexa akan mengatakan pada semua orang bahwa ia adalah ayah dari janin yang ada di perut perempuan itu. "Saya memang punya hubungan dengan Alexa, om. Dan jujur, selama itu pun saya akui bahwa kami telah melakukan hal di luar batas orang pacaran"
Mereka semua diam mendengarkan penuturan Ivan. Siapapun mampu menangkap sorot kesedihan yang mendalam dari pancaran mata Chika, ibu beranak satu ini berusaha meredam tangisnya mendengar kelakuan putrinya.