Part 34

1.3K 132 3
                                    

***

Pada dasarnya Atanasia Aprillia tetaplah sosok keras yang memiliki keinginan kuat untuk melakukan apapun yang diinginkan. Meski sang papa enggan merestui rencana pernikahannya dalam waktu dekat ini, namun Prilly tetap bersama Ali bertandang ke sebuah boutique elit di pusat kota untuk melihat dan memilih model busana yang akan dikenakan di hari bahagia mereka nanti.

"Sayang, berarti nanti kita balik lagi buat jemput ibu kan?" Prilly menghampiri Ali yang baru selesai mengenakan jaket, kedua tangannya tergerak untuk merapikan atasan yang dikenakan calon suaminya itu.

Mengangguk kecil, Ali menjawab. "Atau kalau enggak ibu datang sama pakde dan bude" mereka saling tatap dan melempar senyum manis, membuat beberapa pengunjung dan juga staff mencuri pandang untuk melihat keromantisan keduanya.

"Jadi gimana Prill, Ali? Mau yang itu apa yang masih di gambar?"

"Tadi katanya mau yang masih dirancang, ya kan non?" Jawab Ali pada pertanyaan dari Eliza sang pemilik boutique, ia lalu menatap gadis di sebelahnya yang mengangguk antusias pada kalimat terakhirnya yang berupa pertanyaan.

"Ya El, aku mau model kebaya dan gaun yang gambarnya aku lihat tadi, setelan jas Ali juga yah"

Eliza, perempuan cantik berambut cokelat ini tersenyum manis dan mengangguk. "Okey Prill, Li, akan segera kami buatkan ya. Nanti akan kami hubungi ketika sudah jadi"

Kedua sepasang kekasih ini tersenyum dan saling berjabat tangan dengan Eliza sebelum beranjak pergi. Tersirat dari wajah keduanya kebahagian yang sangat mereka dambakan karena sebentar lagi hubungan mereka akan diresmikan.

***

Sore ini kota metropolitan diguyur hujan yang lumayan deras, mengunci segala aktivitas beberapa masyarakat menjadi terhambat di tempat. Banjir di beberapa sudut kota menjadi penyebab terjadinya kemacetan meski belum waktunya pulang kerja.

Sama halnya dengan Prilly, dia harus membatalkan niatnya untuk pulang ke rumah menggunakan taxi karena hujan yang semakin menguyur dengan deras. Hingga pada akhirnya, ia mengulur waktunya lebih lama di rumah sakit sembari menunggu hujan reda dan Ali pulang kerja.

"Gimana? Jadi nunggu Ali aja kan?" Jihan harap-harap cemas menanti jawaban dari Prilly yang baru saja mematikan layar gawai, ketika sebuah anggukan menjadi jawaban atas pertanyaannya, Jihan tersenyum lebar karena pertanda ia takkan sendiri di sini sampai nanti jam pulang kerja. "Gimana sama persiapan pernikahan kalian?" Sejauh ini ia juga bersyukur karena Prilly menjadi lebih sering mengunjunginya, mungkin hikmah yang bisa ia petik dari cobaan penyakit yang menimpanya adalah membaiknya hubungan persahabatannya dengan Prilly.

"Good, doain ya semoga semuanya lancar sampai hari H"

Jihan mengangguk dan melempar senyum, tentu ia akan memanjatkan doa agar rencana baik nan bahagia sahabatnya bisa terealisasikan tanpa ada kendala berarti.

"Eh lo mau ke mana?" Prilly bangkit dari duduknya ketika melihat Jihan hendak turun dari ranjang pasien, dengan sabar ia membantu memegangi infus yang digunakan Jihan, mengantar perempuan itu hingga sampai di depan pintu kamar mandi.
.

.

.

Kevin berjalan gusar di lorong rumah sakit, hawa dingin yang semakin menusuk pori-pori kulitnya dari pakaian setengah basah di tubuhnya diabaikannya begitu saja. Perasaannya tak karuan ketika beberapa jam lalu mengetahui sebuah fakta bahwa keturunan ayahnya atau benih calon adiknya kini tumbuh berkembang di rahim perempuan lain.

CINTA MEMILIH KITA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang