8 // Surat Lagi

4.2K 289 2
                                    

"Oh astaga Shakiraaaaa!!!" teriakku gemas melihat tingkah Shakira, teman sekaligus pekerjaku yang sibuk bergosip dan bukannya bekerja. Ini sudah kesekian kalinya dalam satu minggu ini aku menegurnya. Benar-benar keterlaluan!

"Hehehe... Oh hei boss." Katanya tanpa dosa.

"Lebih baik kau bekerja dengan benar, dan sekali lagi ketahuan menggosip, tidak ada ampun bagimu! Mungkin kau memang temanku dan pacar sahabatku, tapi kau bekerja di perusahaanku! Perhatikan itu baik-baik!" tegasku.

Shakira masih saja menampilkan cengirannya. Aku hanya bisa menghela nafas. Dia benar-benar ratu gossip! Rasanya kesal sekali melihatnya selalu saja bergosip ria dan meninggalkan pekerjaan begitu saja. Huh! Dasar pekerja malas! Harusnya dia mencontoh Edgar, pacarnya yang adalah Elf rajin dan TIDAK mengumbar gosip!

Aku segera kembali ke ruang kerjaku setelah selesai inspeksi. Para Elf benar-benar suka sekali tertawa dan bergosip! Aku sebenarnya tidak masalah dengan dua hal kesukaan mereka itu, hanya saja jangan sampai menganggu pekerjaan! Itu hal yang paling aku tidak suka.

Tok tok tok

Pintu diketuk dan langsung dibuka. Seperti biasa, itu pasti Edgar. Hanya dia yang berani masuk tanpa ijin dariku.

"Ada apa Ed?" tanyaku sambil terus menekuni laporan daftar permintaan anak-anak untuk natal satu sebentar lagi. Bahkan satu setengah bulan lagi akan masuk bulan Desember.

Entah kenapa, semakin lama semakin banyak anak-anak yang meminta hal-hal yang aneh dan membuatku geleng-geleng kepala. Imajinasi mereka sungguh luar biasa. Bahkan ada seorang anak yang meminta senapan seorang penembak jitu. Ada juga yang menginginkan pesawat pribadi. Lalu ada anak yang meminta istana Versailles sebagai kadonya. Oh my!

Aku merasa senang sekali karena mereka dipenuhi imajinasi tingkat tinggi, tapi masalahnya bagaimana memberikan semua itu dan mencari ganti yang mereka inginkan??! Ck.

"Mmm... Aku rasa kau ingin membaca surat ini, Nick. Surat dari seorang anak-..."

"Seorang anak dengan permintaan aneh? Oh ya. Taruh saja di sana Ed, bersama dengan kumpulan surat sejenisnya. Nanti akan kubaca setelah selesai dengan laporan ini." Kataku tanpa menoleh ke arahnya sama sekali. Edgar pasti sudah tahu maksudku. Di pojokan ruang kerjaku sudah ditumpuk surat-surat dengan permintaan aneh anak-anak. Dia bisa menumpuk surat yang dibawanya LAGI di sana.

"No!"

Aku mendongak. Menatap Edgar yang sekarang berjalan mendekat ke arah mejaku. Ada apa? Kenapa dengan surat itu?

"Ini dari Caroline untukmu." Kata Edgar sambil menyerahkan surat berwarna pink itu tepat di hadapanku.

Caroline?

"Siapa Caroline?" tanyaku sampai mengerutkan dahi.

"Aish... astaga Nick. Kau lupa dengan anak setahun yang lalu??? Caroline! Anak yang memberikan surat yang isinya melamarmu!!! Yang saat kau balik ke North Pole, kau mengurung diri seminggu di kamar! Bagaimana mungkin kau lupa sekarang!" kata Edgar gemas.

Oh, aku mengingatnya sekarang. Caroline. Gadis kecil bermata cokelat dan punya senyum yang begitu tulus. Ah, ternyata sudah satu tahun berlalu dan aku hampir saja melupakannya. Padahal pertemuan dengannya begitu berkesan, kenapa aku malah melupakannya?

Aku segera mengambil surat itu dan membukanya. Deg. Rasanya aku jadi gugup ingin membacanya. Apa isi suratnya kali ini? Oh, tidak mungkin dia akan melamarku lagi kan?

Dear Santa,

Aku tahu kau pasti sangat sibuk dengan pekerjaanmu membagikan kebahagiaan di seluruh dunia. Aku tahu kau sungguh luar biasa dengan pekerjaan luar biasamu. Tetap semangat ya!!!

Oh iya. Walau tahun lalu kau tidak bisa menemuiku, apakah tahun ini kau bisa menemuiku? Apakah kau mempunyai waktu? Aku ingin sekali bertemu denganmu. Bertemu langsung...

Aku akan menunggumu. Di pagi natal, di bangku taman depan danau.

Love,
Caroline

Aku membaca surat itu berulang kali. Berulang-ulang hingga Edgar mengetuk keras mejaku, barulah aku tersadar. Oh astaga, Caroline masih mengingatku! Dia masih mengingatku! Dia masih mempercayai keberadaanku sebagai Santa! Rasanya hatiku bersorak bahagia.

Edgar berdehem keras sekali. Sampai aku benar-benar baru tersadar kalau Edgar sedari tadi berdiri di hadapanku. Oh, sepertinya pikiranku hanya terfokus pada surat ini.

"Kau ingin menemuinya?" tanya Edgar.

"TENTU SAJA!" jawabku penuh semangat. Tak bisa kubayangkan bagaimana satu setengah bulan lagi aku akan bertemu dengan Caroline.

"Mau mendengar nasihatku?"

Aku mengerutkan dahi. Apa maksud Edgar? Ini tidak seperti aku akan mengambil suatu keputusan sehingga butuh nasihat. Aku hanya akan bertemu dengan Caroline. Apa perlu dinasihati? Sepertinya tidak perlu.

"Hei boss... bagaimana pun ini bukan hal remeh yang bisa dianggap enteng." Kata Edgar tanpa menunggu jawabanku.

"Maksudmu?"

"Bagaimana pun, Caroline itu manusia. Umurnya bertambah! Sekalipun dia ingat siapa kau sampai sepuluh tahun mendatang, apakah dia tidak akan curiga kenapa kau masih berpenampilan sama dan tidak berubah? Sampai kapan kau akan menemuinya?" tegur Edgar.

Lagi-lagi aku tertegun.

Edgar benar. Caroline itu manusia. Umurnya bertambah. Jika aku bertemu dengannya terus, suatu saat dia pasti akan curiga bagaimana aku tidak berubah dan bertambah tua. Lalu bagaimana aku akan menjelaskannya jika saat itu tiba? Saat dia bertanya?Sedangkan aku hanya boleh mengatakan siapa aku sebenarnya kepada orang yang benar-benar akan menjadi istriku kelak.

Oh astaga, kenapa ini begitu rumit!

Tapi Edgar sendiri yang menyuruhku menunggu sepuluh tahu lagi kan? Kenapa sekarang malah memberikanku nasihat seperti ini!

"Nick... sebenarnya, kau itu bukan hanya penasaran kan? Kau itu tertarik kepadanya? Kepada Caroline?" tanya Edgar yang telak menghantamku.

Aku menghembuskan nafas kasar dan pasrah. Mungkin sejak awal, rasa penasaranku itu berubah menjadi rasa ketertarikan luar biasa. Terlebih ketika aku bertemu langsung dengannya. Bagiku, Caroline berbeda! Dia sangat berbeda dan dia tidak sama seperti anak lainnya, atau wanita lainnya! Walau dia masih anak-anak, tapi aku bisa merasakan perbedaan itu!

Tapi aku tidak mungkin mengakuinya...

Aku bisa mendengar helaan nafas kesal Edgar. Tentu dia kesal karena ketidakjujuranku. Dia itu sudah menjadi sahabatku ratusan tahun, dan dia pasti tahu dengan jelas saat aku berbohong ataupun menyangkal.

"Temuilah dia. Kalau tidak salah, hari janjiannya bertemu denganmu itu akan terjadi hujan besar. Jangan sampai dia basah kuyup dan sakit karenamu." Kata Edgar dengan senyum tipis, lalu pergi meninggalkan ruang kerjaku.

Aku pun tersenyum lega. Edgar memberikan ijinnya dan membiarkan aku bebas di hari Natal. 25 Desember di pagi hari. Ya, mungkin aku akan menemuinya sekali atau dua kali lagi. Sampai akhirnya, dia akan lupa dan tidak percaya lagi siapa itu 'Santa'. Tapi sebelum saat itu tiba, aku masih ingin menikmati senyum dan tawanya yang begitu menyentuh hatiku. Biarlah urusan nanti, diurus nanti saja!

Santa is Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang