23 // Nyonya Claus

3.4K 245 1
                                    

Nick POV

"Hey Kak... kakak pacarnya Kak Olin?" tanya seorang anak yang entah kapan sudah masuk ke dalam ruangan ini. Apa dia anak-anak panti ini juga?

"Bukan." Jawabku sambil berjongkok di depan anak itu.

Mana mungkin aku jawab 'iya'. Caroline saja belum mengiyakan pertanyaanku di perpustakaan tadi sebelum ciuman. Niatnya juga aku bertanya, tapi masalah seperti ini datang. Bahkan tadi jantungku nyaris berhenti saat melihat Caroline diperlakukan kasar oleh tiga orang berbaju hitam itu!

Tapi aku pun tidak bisa seenaknya memukul, sekalipun aku mau menghajar mereka. Jadi aku hanya menggunakan magic untuk mempengaruhi perasaan mereka. Seperti mensugesti mereka dan membuat mereka segera pergi. Setidaknya cara ini lebih baik kan?

"Jadi kakak siapa?" tanya seorang anak dari gerombolan anak-anak yang ramai di ambang pintu. Wah, banyak sekali anak kecil? Aku malah antusias melihat mereka. Sepertinya mereka berusia sekitar enam sampai sepuluh tahun.

"Kalau kakak bilang kakak ini Santa Claus, kalian percaya?" tanyaku.

Yah, aku tahu sih jawabannya pasti tidak. Mereka kan tahunya Santa itu pria tua, perut buncit, jenggot putih panjang, seragam berwarna merah, topi merah, sepatu boots, juga tawa 'ho-ho-ho'. Aku mana ada mirip-miripnya sama Santa yang seperti itu! Aku sudah pernah mendeskripsikan diriku sendiri kan?

"Wooaaahhhhhhh... jangan-jangan kakak ini jelmaannya Santa ya? Pantes tampan!" tanya anak yang berbadan gemuk.

Ha?

"Oh! Gawat dong. Berarti kakak ini lagi menyelidiki apa kita ini anak baik atau bukan! Aduhh gawat, tadi aku kan baru saja mencuri-curi kue dari dapur!!!" kata seorang anak berambut cepak panik.

Aku malah semakin melongo tidak percaya.

Gerombolan anak-anak itu mulai berbisik-bisik dan ketakutan tidak mendapat kado karena berbuat nakal. Oh astaga, ternyata mereka benar-benar mempercayai aku seorang Santa? Seorang Santa yang 'menjelma' jadi manusia tampan? Wow! Menarik sekali!!!

"Tidak... tidak. Kalau kalian berjanji tidak akan berbuat nakal lagi, pasti kalian mendapat kado." Kataku dengan senyum lebar.

Tentu saja mereka akan mendapat kado. Anak sebandel apapun akan mendapat kado, hanya saja anak yang nakal akan diberi kado kosong. Walau sehari setelah natal, mereka akan menemukan kado yang berisi permintaan mereka. Setidaknya mereka jadi menyadari kalau diri mereka salah. Hei, kasihan sekali kalau anak-anak itu tidak mendapat kado! Lagipula, kalau mereka sudah nakal, lalu tidak mendapat kado, mereka akan membenciku dan tidak percaya padaku sama sekali!

Tiba-tiba seorang anak menarikku berdiri dan mengajakku mengobrol di luar. Anak-anak yang lain pun ikut menarik-narikku. Mungkin mereka tertarik berbicara dengan Santa? Hahaha.

"Tapi benarkah kakak ini Santa?" tanya seorang anak perempuan kecil berkepang dua saat aku baru saja duduk bersama semua anak-anak itu di karpet sebuah ruangan yang cukup luas. Mungkin mereka menggunakan tempat ini untuk bermain, karena banyak mainan di pojok ruangan.

"Ya, tentu saja." Jawabku jujur. Kenapa aku jujur? Karena aku yakin mereka masih polos. Tidak seperti orang dewasa yang akan menertawakan kejujuranku, dan menghina-hinaku. Mereka polos, walau suatu saat nanti mereka akan lupa siapa aku.

"Kalau begitu, kakak pasti tau namaku dan apa permintaanku. Aku sudah mengirimkan suratku pada Santa." Kata anak itu lagi.

Tentu saja. Mari coba ku ingat-ingat dan sedikit magic pasti akan membantuku. Jujur saja, aku tidak mungkin kan mengingat jutaan anak-anak di dunia? Itu hal mustahil, sekalipun aku sudah membaca surat-surat mereka sepanjang tahun! Lagipula perusahaanku mempunyai database setiap anak-anak, dan aku tinggal mengetikkan nama mereka di sana. Tapi karena aku tidak sedang berada di North Pole, jadi aku harus menggunakan sedikit magic.

"Hm... Namamu Ami, dan kau menginginkan boneka beruang berwarna putih dengan topi berwarna pink seperti yang kau lihat saat festival bulan lalu. Benar?" tanyaku penuh keyakinan.

"YA! Ya ampun, bagaimana kakak mengetahuinya?!" teriak Ami tidak percaya. Aku pun hanya terkekeh geli mendengar kekagetannya.

"Berarti kakak juga tahu siapa namaku?" Tanya anak yang mengaku mencuri kue dari dapur tadi.

"Tentu saja, Mike."

Lalu semua terkagum-kagum. Ah, itu hanya hal sederhana yang kulakukan dengan magic. Walau benar aku ini memang Santa. Tapi aku senang karena sepuluh orang anak-anak yang mengelilingiku ini begitu semangat mengobrol denganku. Bahkan mereka bertanya-tanya tentang North Pole. Yah, walau pertanyaan mereka itu berkisar seperti apa rasanya aku tinggal bersama beruang dan pinguin. Ck. North Pole di bumi memang seperti itu, tapi mana mungkin aku tinggal di sana?! Aku bisa mati beku!

Aku senang bercerita, dan aku mulai menikmati kebersamaan di panti asuhan ini. Mike bahkan menyajikanku kue yang aku yakin dia pasti mengambilnya diam-diam dari dapur. Ck.. dasar! Walau memang perutku terasa lapar karena acara makan malamku batal, tapi semua itu tergantikan dengan melihat tawa-tawa dari anak-anak yang bercanda bersamaku.

"Kak, kakak kan Santa. Apa kakak punya nama?" tanya Kayla, anak perempuan paling mungil yang duduk di pangkuanku.

"Tentu saja!"

"Siapa?" tanya Mike penasaran.

"Namaku sama seperti kau..." kataku sambil menatap dan menunjuk seorang anak perempuan di sebelah kiriku. Dia anak yang paling diam.

"NICKY???" teriak sembilan orang anak itu tidak percaya. Aku mengangguk. Dulu kedua orang tuaku memanggilku Nicky. Tapi setelah mereka pergi, semua orang memanggilku Nick. Terdengar lebih dewasa kan? Hehe.

"Nama kakak Nicole juga?" tanya anak pendiam itu tidak percaya dengan suaranya yang pelan. Tentu saja aku terkekeh geli. Namaku memang punya panggilan seperti namanya, tapi namaku bukan nama perempuan.

"Namaku Nicholas. Tapi teman-temanku memanggilku Nick. Sama seperti namamu. Dulu aku juga dipanggil Nicky..." jelasku.

"Kalau begitu, ayo Nicky Claus. Kita makan malam. Ini sudah terlambat sekali!" Aku segera menoleh dan mendapati Caroline menerobos anak-anak dan mengulurkan tangannya untuk menarikku berdiri. Aku segera menyambutnya.

"Nicky Claus?" tanyaku bingung.

"Siapa tau Claus itu nama keluarga Santa. Kan kau ini Santa. Hehe... Udah ah, yuk makan." Ajak Caroline yang sudah mengganti bajunya dengan baju rumah.

Aku pun tersenyum. Ya, Claus itu nama keluarga. Keluarga Claus. Keluargaku!

"Hei, kalian juga! Ayo cepet, kita mau makan nih!!! Jarang-jarang kan kita bisa makan bareng Santa Claus?!" kata Caroline kepada anak-anak sambil menatapku mengejek. Ah, tapi kenyataannya memang seperti itu, Caroline. Aku ini Santa sesungguhnya!

"Kalau gitu, ayo tuan Claus. Masakan nyonya Claus enak loh!!!" kata Ami sambil menarik tanganku.

Nyonya Claus?

"Heh! Nyonya Claus?! Siapa itu! Kakak yang masak semuanya tau!!!" omel Caroline sambil menyubit pipi tembem Ami dengan gemas.

"Iya, emang kakak. Tapi kita ga percaya ah kalau kakak dan Kak Nick itu bukan pacaran! Pasti ada apa-apanya!" timpal Mike.

Aku pun hanya bisa tertawa mendengarnya. Dasar anak-anak. Pikiran mereka kenapa tidak sesuai umur sih? Masih kecil tapi bisa saja mereka meledek orang dewasa.

Tapi, nyonya Claus ya? Hahaha, mungkin suatu hari nanti itu akan terjadi...

Santa is Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang