26 // 50:50

3.5K 228 2
                                    

Nick POV

Sekarang sudah tanggal sepuluh Desember. Tapi Caroline tidak pernah mengkonfirmasi apapun yang berhubungan dengan malam itu. Aku pun tidak berani menyinggung masalah itu. Aku ingin Caroline tidak merasa terbebani, dan nyaman dengan kehadiranku.

Jangan tanya apa saja yang telah aku lakukan selama seminggu ini, karena terlalu banyak yang aku lakukan untuk mendapatkan perhatian Caroline! Mulai dari mengajaknya dinner romantis, makan siang bersama setiap hari, membantu pekerjaannya sehingga dia bisa menemaniku saat bercerita di perpustakaan, menemani Caroline menghias panti asuhan dengan berbagai ornamen natal yang sengaja ku kirim ke panti asuhan dengan tanpa nama, mengelilingi kota yang sudah dipenuhi dengan nuansa natal, dan masih banyak lagi. Ini baru seminggu, tapi rasanya seperti sudah setahun penuh aku bersamanya!

Sayangnya, semua yang ku lakukan seperti sia-sia, karena Caroline malah bertanya apakah aku akan datang ke pernikahan Nina besok dengan wanita lain! Oh astaga, hanya Caroline yang ada di pikiranku, mana mungkin aku akan mengajak wanita lain! Sepertinya aku harus memperjelas semua ini sebelum Caroline berpikir lebih aneh lagi terhadapku.

"Apa gue butuh seminggu lagi buat yakinin lu kalau gue seriusan jadiin lu calon Nyonya Claus??" tanyaku serius setelah menjelaskan kalau Caroline adalah wanita pertama yang membuatku benar-benar merasa gila karenanya!

"Engghh...aku..."

"Caroline."

"Mm... yah, aku... Emm.."

"Caroline..."

"Aku... aku..."

Aku hanya bisa menghela nafas. Caroline mau bilang apa sebenarnya??? Apa dia mau hubungan kami berwarna abu-abu? Aku hanya ingin membuat hubungan kami jelas, tapi kenapa rasanya sulit sekali!

"Ya sudah, ga usah ngerasa terpaksa gitu. Ayo makan, nanti ditegur Pak Budi kalau kelamaan." Kataku sambil memamerkan senyum.

Jujur saja, aku tidak mungkin bisa marah sama Caroline. Aku ingin bicara serius, aku ingin kejelasan... tapi aku tidak ingin mempersulit Caroline. Aku ingin Caroline dengan sendirinya bilang kalau dia ingin aku bersamanya.

"Udahh... nanti-nanti aja mikirinnya. Toh masih lama juga waktu yang kita punya. Iya kan?" kataku meyakinkan Caroline. Dan meyakinkah diriku sendiri.

Masih lama?

Tidak! Hanya tinggal lima belas hari lagi. LIMA BELAS HARI!

Jujur, dalam hatiku, aku sedikit takut karena semua ini benar-benar seperti gambling! Taruhannya terlalu berat, walaupun dari awalnya aku optimis sembilan puluh persen bisa mendapatkan Caroline. Tapi seiring berjalannya waktu, peluangku untuk mendapatkan Caroline lima puluh banding lima puluh persen! 50 : 50!

Seharian ini pikiranku terus terganggu dengan pembicaraanku dan Caroline tadi siang. Walau aku bisa bersikap seperti biasanya di depan Caroline, tapi tidak dengan pikiranku. Arrghhh... Caroline benar-benar membuatku pikiranku tidak karuan!

Andai saja sekarang Edgar meneleponku dan memberiku saran agar aku bisa mendapatkan Caroline! Aku benar-benar butuh sahabatku yang tidak ingin aku telepon sebelum aku mendapatkan Caroline! Aaaarrghhhh mneyebalkan!

Baru saja aku ingin menelepon Jessica untuk 'curhat', tapi Edgar meneleponku. Wow! Panjang umur!

"HALO!??" jawabku senang.

"Hei boss, gue ga suka cara lu jawab telepon. Terlalu seneng! Itu artinya ada hal buruk yang terjadi." Kata Edgar dengan nada suara menyebalkan.

"Sembarangan! Tapi emang bener sih... bukan hal buruk, tapi bikin hari gue jadi buruk." Jawabku membenarkan dugaan Edgar.

"Lu belum dapetin Caroline karena dia ga memberi lu jawaban apa-apa, tapi lu juga ga berniat buat maksa dia. Sedangkan waktu lu semakin menipis. Bener ga?" tebak Edgar.

Astaga, apa Edgar itu paranormal?! Kenapa bisa benar semua? Dia memata-matai semua yang ku lakukan??? Tapi aku tidak merasa ada yang mengikuti. "Gimana caranya lu tau detail gitu?! Gue bahkan ga kasih tau Jessica!" kataku tidak percaya.

"Heh, gue ini udah jadi temen lu SEUMUR HIDUP! Tanda lahir lu yang ada di bokong aja gue tau, masa kayak gini ga bisa ketebak?!"

"Hah?"

"Ck! Dasar lu! Nyebut diri lu Santa yang bisa bawa kebahagiaan, tapi diri lu sendiri galau pake banget! Gimana sih!"

"Isshhh... Ed, ga ada hubungannya! Rese lu! Niat lu nelepon mau bikin gue keki ya!"

"Bukan! Justru gue mau nanya lu udah ada perkembangan atau belum. Gue kan sahabat yang baik, dan gue mulai capek sama kerjaan lu nih! Mana tau lu udah dapetin Caroline, jadi gue bisa suruh lu balik kerja. Tapi ternyata, baru aja angkat telepon, gue langsung tau kalau ga bisa nyuruh lu balik dalam waktu deket!" Omel Edgar.

"Hehe.. ya gitu deh. Gue juga mau ini cepet-cepet selesai. Tapi... lu tau lah, gue ketemu Caroline itu duluuuuuu banget. Everything has changed! Sepuluh hari mana bisa bikin seseorang jadi milik kita."

"Lah, mana keyakinan lu?"

"Lenyap seiring dengan waktu..." jawabku sambil menerawang langit-langit kamar.

Bahkan keyakinanku semakin lenyap dan menguap. Entah masih tersisa atau tidak, tapi yang jelas sekarang aku benar-benar bingung. Banyak sekali pertanyaan dalam kepalaku. Pertanyaan yang begitu meragukan, seperti apakah Caroline juga mempunyai perasaan yang sama sepertiku? Apa Caroline hanya menganggap aku sebagai teman? Apa Caroline masih menyukai Josh?

Huft.

Rasanya lebih susah menebak-nebak jawaban Caroline daripada mendiamkan seorang anak kecil yang menangis!

"Bro. Denger baik-baik ya. Lu kira gue dan Shakira bisa pacaran bertahun-tahun itu karena langsung begitu aja? Enggak! Lu tau perjalanan kisah gue sama Shakira! Butuh waktu yang lama sampai akhirnya gue dan Shakira bisa seperti sekarang, dan bahkan masih terus bersama sampai ga tau kapan karena keegoisan gue nunggu lu yang masih betah jomblo!"

Iya iya. Aku tahu jelas. Edgar suka sama Shakira entah berapa ratus tahun yang lalu. Aku bingung apa yang disukai Edgar dari Shakira, walau memang Shakira itu cantik tapi hobinya yang suka gosip itu membuat nilai penampilannya turun di mataku. Tapi sepertinya tidak bagi Edgar. Setelah lika-liku karena Shakira yang lebih suka kebebasan, keluarga besar mereka yang tidak setuju, juga patah hati karena sikap Shakira yang cuek, akhirnya Edgar berhasil juga membuat Shakira tidak bisa melihat orang lain.

Tapi itu kisah mereka! Kisahku itu lebih rumit! Aku harus mendapatkan seseorang dalam dua puluh lima hari, sedangkan Edgar mempunyai waktu bertahun-tahun! Dan perlu Edgar tahu kalau... "Gue udah ga betah jomblo, asisten gue yang maha pinter! Terus maksud lu apa bilang keegoisan lu nunggu gue? Lu mau bilang kalau sebenernya semua masalah itu di gue, hah?! Gue yang egois, gitu???"

"Nah, itu lu tau. Sadar juga lu. Nyatanya tuh emang gitu. Lu egois!"

"WHAT?!" teriakku tidak percaya. Edgar itu mau kupecat ya??! Apa dia lupa kalau dia sedang bicara dengan bossnya??

"Yah kalau engga, terus apa? Jelas-jelas lu egois. Ga bisa sabar, dan mau semua berjalan dalam waktu sekejap. Inget boss, semua itu ga bisa instan! Lu emang bisa berencana, tapi belum tentu semua rencana lu bakal sukses! Sekarang tidur, dan besok coba lagi. Natal masih dua minggu lebih satu hari."

Lagi-lagi, kata-kata Edgar benar-benar telak memukulku dan membuatku tertegun.

"Good luck. Gue nunggu lu balik kerja! See ya..."

Santa is Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang