Enam jam lagi, pintu portal terbuka. Aku benar-benar tidak sabar untuk bertemu dengan Caroline. Oh, rasanya ingin sekali aku segera bertemu dengannya! Aku tidak sabar ingin melihat bagaimana rupanya, bagaimana keadaannya, bagaimana senyum dan tawanya... aku ingin segera melihatnya!
Katakan saja bahwa aku gila, tapi aku memang seperti orang gila!
Surat itu, surat Caroline untukku itu benar-benar seperti memberikan harapan kepadaku kalau Caroline adalah benar calon yang tepat untukku! Sekarang dia bukan lagi anak-anak dan aku tidak akan lagi disebut pedofil! Lihat, dia bahkan tidak berubah seperti wanita lintah darat lainnya. Dia ingat padaku! Dia percaya keberadaanku!
Surat-surat yang sampai ke North Pole adalah surat-surat yang punya kekuatan kepercayaan kepadaku, dan itulah buktinya kalau Caroline masih percaya Santa itu ada. Aku itu ada!
Oh my, aku benar-benar tidak bisa bersabar!!!
"Nick..."
Aku segera menoleh ke arah suara itu. Edgar. "Ya ada apa, Ed?" tanyaku semangat. Bukan semangat karena Edgar bertanya kepadaku, tapi semangat karena tidak sabar menunggu portal dibuka!
"Mmhh... Tetua memanggilmu." Kata Edgar gugup.
Tubuhku menegang. Rasanya semua semangat yang kumiliki tadi lenyap tidak bersisa. Kepalaku terasa kosong. Kata-kata Edgar terus menggema di telingaku.
Tetua memanggil? Ichthus memanggilku? Apa masalahku sampai tetua memanggilku? Terakhir kali aku dipanggil, alasannya sangat masuk akal karena aku membuat satu negara tidak mendapatkan kado. Banyak kesedihan natal pada tahun itu, dan aku benar-benar menyesal. Tapi sekarang? Ini pasti bukan masalah Shakira kemarin kan? Walau terjadi kekacauan, tapi kado terkirim semua dan tidak ada yang terlewat. Aku yakin itu!
"Ichthus memanggil?" tanyaku pelan. Edgar tidak menjawab, dan hanya mengangguk. Wajahnya pun sama tegangnya sepertiku.
Percayalah, aku benar-benar merasa khawatir sekarang. Rasa takut menyergapku, dan udara tiba-tiba terasa dingin. Siapa yang tidak tahu Ichthus? Dia tetua, dan disebut demikian karena dia sudah ada sejak ayah dari kakek buyutku menjadi Santa. Bahkan mungkin sebelumnya. Dia tetua yang paling diagung-agungkan. Dia yang mengatur semua yang ada, dan dia satu-satunya yang selalu membuatku gentar.
Semua yang terjadi di North Pole diketahui oleh Ichthus. Semua! Bukan hanya Santa yang diawasinya, tapi juga Cupid, Easter Bunny, peri gigi... semuanya tunduk kepada dia. Kami mendengar setiap nasihat dan patuh kepadanya. Tegurannya itu seperti malapetaka buat kami!
Aku menghela nafas dan mencoba tenang. Aku menggunakan magic, dan pergi ke tempat dimana Ichthus berada. Aku tidak boleh membiarkannya menungguku. Walau aku tahu Ichthus adalah penyabar, tapi dia tetua yang harus dihormati.
Dalam sekejab, aku berada di depan sebuah gerbang kayu besar. Di sekitarnya adalah benteng yang menjulang tinggi. Seperti mengetahui kedatanganku, pintu itu terbuka dengan sendirinya. Aku mengambil nafas banyak-banyak dan mempersiapkan diriku. Setelah aku rasa hatiku mantap, aku pun berjalan masuk ke dalam istana megah itu.
Percayalah, istana ini luar biasa! Hanya gerbangnya saja yang berbahan kayu, dan walau hanya beberapa kali aku ke istana ini, tapi aku hafal luar biasa isi istana ini. Lantainya yang terbuat dari emas murni, dengan dinding-dindingnya yang terbuat dari permata terindah yang pernah ada. Suara-suara nyanyian indah dua puluh empat jam menghiasi istana tanpa penjaga ini.
Sungguh, walau tidak ada satupun yang berjaga, tapi tidak ada yang berani untuk merampok ataupun masuk diam-diam ke dalam istana ini! Siapa juga yang mau berhadapan dengan Ichthus!? Aku saja bisa menghitung dengan jari berapa kali aku ke sini.
Pertama, saat aku lahir. Ayah membawaku, tapi saat itu aku masih terlalu kecil dan tidak tahu apa-apa. Kedua, saat aku dinobatkan menggantikan ayahku sebagai Santa. Ketiga, saat kedua orang tuaku meninggal. Keempat, saat mempertanggungjawabkan masalah kado yang tidak terkirim. Dan itu berarti ini kali kelima aku datang ke tempat ini.
Aku segera memasuki ruangan tahta. Bagiku, Ichthus tidak seperti tetua, tapi lebih seperti raja. Dia duduk di kursi tahtanya. Begitu berwibawa, berkharisma, begitu bijaksana, dan begitu luar biasa. Siapapun di hadapannya akan ciut. Dan itu yang aku rasakan sekarang.
Padahal Ichthus seperti manusia bumi, Ichthus terlihat seperti orang tua yang hanya memakai kemeja putih dengan celana bahan hitam. Tapi auranya lah yang tidak bisa membuat siapapun tidak gentar berada di dekatnya.
"Kau sudah makan malam?" tanya Ichthus saat aku berlutut menghadapnya.
Aku tidak bilang kalau Ichthus itu kejam, justru sebaliknya! Hanya saja, siapa yang tidak gentar dengan seluruh kesempurnaan yang dimiliki Ichthus? Semua orang pasti takut karena begitu merasa kecil di hadapannya.
"Belum..." jawabku jujur.
"Kalau begitu, ayo kita makan bersama sebelum kau pergi ke bumi." Ajak Ichthus. Aku pun hanya bisa mengangguk dan berjalan mengekor di belakangnya ke arah meja makan.
Di meja makan yang panjang itu, sudah tersaji makan malam untuk dua orang. Aku langsung mengambil tempat di seberang Ichthus. Makanan di hadapanku ini terlihat begitu lezat, tapi aku merasa hambar saat semuanya masuk ke dalam mulut. Jujur saja, aku tidak peduli dengan semua rasa nikmat ini. Aku terlalu gugup berada di ruangan ini!
"Nikmatilah... kau tahu kan, kalau di tempat ini waktu itu terhenti. Seberapa lama kau berada di sini, waktu di luar sana tidak berubah. Oh ayolah, tidak usah gugup." Kata Ichthus yang terlihat sangat menikmati makan malamnya.
Bagaimanapun aku mencoba menikmati, tetap saja tidak bisa. Hatiku begitu tidak tenang karena berada di tempat ini!
"Kau menyukai Caroline?" tanya Ichthus tiba-tiba. Aku tersedak, tapi segera kuraih segelas air yang ada di hadapanku dan meminumnya. Bisa kudengar kekehan Ichthus karena sikapku. Ugh, malunya! Tapi tentu saja dia tahu. Ichthus tahu semua yang terjadi di dunia ini!
"Dia berubah menjadi wanita yang cantik. Apa kau sudah melihat fotonya?" tanya Ichthus lagi. Aku hanya bisa menggeleng. Database perusahaanku hanya terus meng-update data anak-anak yang mengirim surat kepadaku. Begitu Caroline berhenti mengirim surat, tidak ada lagi data mengenainya.
Surat yang dikirimnya hari ini pun termasuk langka, karena jarang sekali ada yang mempercayai keberadaan Santa hingga usia dua puluh empat tahun. Mungkin karena itu database perusahaanku tidak mempunyai keterangan apa-apa mengenainya.
"Saat kau ke bumi nanti, kau pasti akan langsung mengetahui yang mana dia. Walau dia sudah banyak berubah, aku yakin kau masih mengenalnya. Bahkan tanpa foto sekalipun." Kata Ichthus masih menyantap makan malamnya. Aku meragukan kata-katanya. Benarkah aku bisa langsung mengenalnya setelah dua belas tahun lebih, bahkan nyaris tiga belas tahun?
"Jadi, kau menyukainya bukan? Aku perlu mendengar pengakuanmu." Kata Ichthus yang sudah menatap tepat di kedua mataku. Aku balas menatapnya dengan yakin. Bahkan lebih dari yakin, karena aku percaya terhadap perasaanku sendiri.
"Ya, aku menyukainya." Jawabku mantap.
"Bagus. Kejarlah dia, dan kalau bisa bawa dia ke North Pole."
Aku langsung tersenyum lebar. Itu artinya Ichthus menyetujuinya bukan? Ichthus menyetujui jika aku menjadikan Caroline sebagai istriku??!
"Ah! Tapi perlu kau ingat..."
Senyumku luntur seketika. Kata 'tapi' benar-benar tidak enak didengar. Dan aku tahu, ini artinya nasihat penting yang harus aku patuhi.
"Ingat kalau kau punya pekerjaan sebagai Santa. Edgar bukan Santa, walau dia rela menggantikanmu bekerja. Jangan gegabah dan ceroboh. Gunakan magic secara bijak, dan pertanggungjawabkan apapun yang akan terjadi nanti. Mengerti?"
"MENGERTI!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Santa is Falling in Love
RomanceChristmas Edition : Dear Santa, Terima kasih karena sudah mengirimkan kado kepadaku setiap tahunnya. They are really amazing! And ... You are amazing too! Tiap malam dalam setahun, aku selalu memikirkan bagaimana rupamu. Well, you must be handsome...