14 // Caroline-ku

4.2K 278 4
                                    

Nick POV

Ternyata tidak percuma aku menghabiskan waktu menunggu di perpustakaan sampai Caroline pulang. Bahkan dia sendiri yang mengajakku pulang. Tapi yang membuatku lebih senang adalah saat dia memanggil namaku! Ternyata dia masih ingat denganku! Sekarang aku benar-benar yakin, dialah Caroline-ku. Yah, walau dia belum menjadi milikku, tapi dia akan menjadi milikku suatu saat nanti.

"Mmm... Nick?" panggil Caroline.

"Ya???" sahutku penuh semangat. Ah, rasanya begitu senang namaku dipanggil Caroline. Padahal dia hanya memanggil namaku! Hanya namaku!

"Ga masalah kalau gue panggil 'Nick' aja kan? Mm.. atau gue panggil Bap-.."

"Cukup Nick aja!" potongku cepat. Ya astaga, mana mungkin aku mau dipanggil dengan embel-embel 'Bapak' di depan namaku. Aku bahkan hanya beda satu tahun dengannya. Umurku dua puluh lima tahun. Aku masih muda dan forever young!

"Ah ya, kalau begitu aku panggil Nick saja." Kata Caroline canggung.

Jujur, aku bisa melihat dengan jelas kegugupannya. Bahkan Caroline benar-benar terus menunduk karena tidak mau melihatku. Ada apa dengannya? Apa ada yang salah dengan wajahku? Tapi, kami tidak melakukan apa-apa sampai dia harus segugup itu. Kami hanya jalan berdua!

Tapi karena Caroline diam, aku pun bingung mau bicara apa. Masa iya aku langsung bertanya bagaimana perasaan dia kepadaku? Itu terlalu... kurang ajar menurutku. Walau itu hal yang ingin sekali aku tanyakan sekarang juga. Jujur saja, aku sangat tidak suka bersabar!

Huft.

"Nick, kenapa... kenapa lu bilang ke Pak Budi kalau lu nungguin gue?" tanya Caroline memecah keheningan panjang.

"Ya karena gue emang nungguin lu. Lu lagi kerja, ga mungkin gue ganggu lu kerja. Jadi, gue nunggu lu sampai selesai kerja di perpustakaan. Apa gue ganggu lu?" tanya gue hati-hati.

"Mm... Enggak sih. Tapi lu nungguin gue dari siang sampai jam enam. Itu... lama banget."

"Ah, engga juga kok! Hehe... lagian gue juga seneng nungguin lu. Di sana ada banyak anak-anak yang menyenangkan! Mereka begitu suka mendengar cerita." Jawabku jujur.

Sudah aku bilang kan kalau aku suka anak-anak? Dan anak-anak yang ada di perpustakaan tadi begitu menyenangkan! Mereka mendengar ceritaku begitu antusias, jadi aku sangat semangat bercerita. Tapi aku juga setia mendengarkan cerita mereka. Bahkan sempat mereka menceritakan kepadaku tentang 'Santa'. Tentu saja aku bahagia karena mereka percaya kepadaku!

Aku sadar saat Caroline menatapku kaget saat mata kami bertemu. Tapi karena dia buru-buru pergi, jadi aku tak berani memanggilnya. Lagipula dia sedang bekerja, dan tidak baik kalau aku menganggu pekerjaannya kan?

Saat anak-anak pulang jam lima sore, dan perpustakaan sepi. Aku pun jadi merasa lelah karena terlalu banyak tertawa. Tanpa sadar, aku malah jatuh tertidur. Tapi aku sangat bersyukur karena melihat Caroline membangunkanku. Ini pertama kalinya aku melihat wajah secantiknya saat aku bangun tidur.

"You love kids, don't you?"

"Yes, I do! They are honest, lovely, and .. I love when they happy!" kataku sambil melompat ke depan Caroline. Rasanya kesal juga kalau seseorang mengobrol denganmu, tapi dia tidak melihat ke arahmu. Dan itu yang dilakukan Caroline terhadapku.

Caroline yang berjalan menunduk kaget karena aku tiba-tiba berada di depannya, bahkan dia malah menabrakku. Untung saja aku cukup sigap dan menahan punggungnya sebelum dia akan terjungkir ke belakang. Caroline mendongak kaget dan melihat ke arahku. Akhirnya... aku bisa juga melihat lagi wajahnya dengan jelas. Wajah cantiknya yang membuatku terpesona.

"Hei, temenin gue makan malam ya." kataku yang langsung menarik tangannya.

"Nickkk... hei! Tapi gue belum setuju!!!" tolak Caroline.

"Gue ga ngajak kok! Gue ngasih tau, dan gue juga ga terima penolakan. Kata Pak Budi, lu juga selesai kerja langsung pulang kok. Jadi, kita makan dulu. Nanti jam delapan gue anter lu pulang seperti jam pulang kerja lu. Gimana?" tawarku masih menarik tangannya ke arah parkiran mobilku.

Caroline tidak lagi meronta, bahkan menurut dan merelakan tangannya yang ditarik olehku sampai ke depan mobil. Aku senang Caroline menurut, bahkan sekarang dia terlihat 'sedikit' tersenyum ke arahku. Setidaknya itu lebih baik daripada wajahnya terlihat datar dan seperti membenciku.

"Silahkan masuk..." kataku sambil membukakan pintu mobil.

"Wow, gue ga pernah dibukain pintu mobil kayak gini." Kata Caroline sambil terkekeh geli. Benarkah? Apa dia tidak pernah dibukakan pintu oleh 'pacar'nya?

Segera setelah Caroline masuk ke dalam mobil, aku berlari kecil ke bagian mobil lainnya dan masuk melalui pintu pengemudi. Menggunakan seatbelt dan tersenyum lebar ke arah Caroline.

"We have our first date!" kataku penuh cengiran.

Caroline membalasku dengan dengusan, tapi kemudian tertawa kecil. Like I've said before, senyum dan tawanya itu benar-benar mampu membuatku bertekuk lutut dan menginginkannya. Itulah yang aku rasakan sekarang.

Ingin sekali aku memilikinya untuk diriku sendiri! Tapi... apa boleh?

"Caroline..." panggilku sambil fokus menyetir. Aku tidak mau sampai menabrak seseorang saat aku membawa my girlfriend wanna be bersamaku.

"Ya?"

"Mmm..." Jujur aku tidak yakin ingin menanyakan pertanyaan ini, tapi rasanya aku harus. Walau aku takut mendengar jawabannya. Ah! Rasanya kesal sekali, jadi aku harus bertanya atau tetap diam? Tapi aku sudah keburu memanggilnya.

"Ada apa Nick?" tanya Caroline.

"Apa... apa lu udah punya pacar?" tanyaku dengan suara sepelan mungkin. Rasanya tidak rela menanyakan hal itu. Tapi kebetulan, suara motor yang lewat di sebelah mobilku benar-benar menenggelamkan suaraku. Suara motornya lebih mirip suara bajaj!

"Maaf Nick, tadi lu tanya apa?"

"Apa lu udah punya pacar?" tanyaku kedua kali dengan suara yang lebih keras. Rasanya benar-benar sulit mengeluarkan pertanyaan ini dari mulutku. Tapi sialnya, kali ini ada truk yang membunyikan klakson keras sekali di samping mobilku.

Astaga! Jangan bilang aku harus mengulang pertanyaanku lagi!

"Aisshhh... suara truknya! Maaf Nick, bisa lu ulang pertanyaannya?"

Dengan sabar dan menghela nafas panjang, akhirnya aku pun bertanya lagi. Tapi entah kenapa, kali ini juga ada lagi gangguan. Aku nyaris menabrak kucing yang sedang menyebrang jalan dan tepat sekali pertanyaanku terputus!

Ada apa dengan semua ini?! Tiga kali aku ingin bertanya dengan susah payah, dan tiga-tiganya aku gagal bertanya!

"Jadi, lu mau tanya apa?" tanya Caroline.

"Maaf, lupain aja!" kataku kesal.

"Oh ... ya sudah."

Huft...

Santa is Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang