12 // 25 days

4K 288 5
                                    

Di sinilah aku sekarang. Indonesia. Mengendarai Ferrari mengelilingi kota Jakarta yang begitu macet. Ah, seharusnya aku menggunakan magic saja agar langsung bisa ke panti asuhan itu! Sekarang aku malah terjebak macet luar biasa! Berjam-jam pula!

Akhirnya aku menghabiskan waktu dengan menelepon Jessica sambil menunggu mobil di depanku bergerak. Berbasa-basi dan sekedar mengobrol tentang bagaimana keadaannya yang aku yakin sekarang sudah berumur... empat puluh tiga tahun? Yah, entah bagaimana rupanya sekarang. Aku hanya bisa meledeknya habis-habisan.

Jalanan terlihat lebih longgar, dan aku pun bisa menghela nafas lega. Akhirnya! Aku segera memacu mobilku lebih cepat. Rasanya ingin sekali aku segera sampai dan menemui Caroline. Tapi sayangnya, saking terlalu cepat aku nyaris menabrak seseorang yang menyebrang jalan. Seorang wanita!

Sial! Ini pertama kalinya aku mengendarai mobil sampai menabrak seseorang! Yang benar saja!?!

Aku segera keluar dari mobil dan menghampiri wanita itu. "Tidak apa-apa?" tanyaku.

"Tidak apa-apa.." jawab wanita itu sambil mengambil tasnya yang terjatuh karena kaget hampir ditabrak tadi. Yah, untungnya aku mengerem tepat waktu, kalau tidak bukan hanya tas wanita itu saja yang jatuh, tapi wanita itu juga bisa terpental.

"Saya minta maa-..." kata-kataku seperti terpotong. Mengambang begitu saja saat wanita itu mendongak dan menatapku.

Saat itulah kurasa waktu berhenti. Begitu juga dengan detak jantungku. Oh astaga, mata itu. Bahkan senyum itu. Ichthus benar, aku pasti mengenalinya sekalipun dia berubah menjadi seorang wanita yang begitu cantik seperti sekarang ini. Dengan rambut panjang bergelombang, dengan pulasan make up tipis, dengan tubuh bertambah tinggi, bahkan dengan baju terusan yang bermotif bunga. Tanpa foto, aku bisa mengenalinya.

"Caroline..."

Senyum wanita itu langsung pudar dan tergantikan dengan wajah kaget. Tapi hanya sebentar, sampai wajahnya kembali datar. Bahkan tanpa senyum. Entah apa salahku, tapi wanita itu menatapku dingin. Sangat dingin seakan aku seorang yang perlu dijauhi.

"Maaf, gue ga apa-apa dan sepertinya lu salah orang. Gue pergi dulu." Kata wanita itu cepat, lalu beranjak pergi.

Aku mencekal tangannya. Tidak, aku tidak mungkin salah orang. Dia Caroline-ku. Dia adalah gadis yang menulis surat untukku. Aku yakin dengan pasti. Bahkan sangat yakin! Dia Caroline!

"Caroline..." panggilku sekali lagi.

"Tolong lepasin atau gue bakal teriak!" ancamnya sambil melotot ke arahku.

"Gue Nick. Nicholas. Apa lu lupa?"

"Maaf, tapi gue ga inget siapa lu!"

"Please, lu ga mungkin lupa. Gue Nick!"

"Lepas!!!" Teriak Caroline lalu menghempaskan tanganku begitu saja. Aku masih terpaku di tempat melihat Caroline pergi, bahkan berlari menjauh dariku.

Dia... dia berubah menjadi begitu cantik. Dia sangat cantik. Dia bukan lagi seorang anak kecil seperti tiga belas tahun yang lalu. Dia bukan lagi gadis kecil yang dikuncir dua dan menggunakan pita. Dia tumbuh dengan begitu sempurna dan luar biasa!

Klakson puluhan mobil langsung menyadarkanku. Oh astaga, bagaimana mungkin aku malah memarkir mobil di tengah jalan seperti ini. Dengan segera, aku masuk ke dalam mobil dan langsung melajukannya entah kemana. Setidaknya, hatiku sudah lega melihat Caroline. Bahkan senyum terus terkembang di bibirku.

Ponselku berdering, dan langsung kuangkat.

"Hei, tadi ada apa?! Lu nabrak seseorang??? Lu bahkan belum ketemu wanita lu, jangan lu bikin masalah dulu!!!" omel Jessica. Ah iya, dia pasti panik saat aku begitu saja mematikan telepon karena kaget hampir menabrak Caroline.

"Sayangnya, gue udah ketemu dia, Jess..." kataku sambil mengingat-ingat pertemuanku tadi. Detak jantungku bahkan sekarang berkali-kali lebih cepat dari biasanya, dan rasanya aku tidak bisa berhenti memikirkan wajah cantiknya di kepalaku.

"Lu serius?! Oh astaga Nick, tunggu bentar. Gue bakal telepon Edgar, dan kita conference call bertiga! Gila aja, lu harus cerita ke kita bertiga!!!" teriak Jessica heboh.

"Halo?" jawab Edgar.

"Ed, your boss!!! He met her!!! Gila, ini bahkan belum satu hari dia ada di Indonesia! Dia bahkan baru beberapa jam dan dia udah ketemu sama targetnya!!!" Jelas Jessica.

"Hei. Dia bukan 'target'! Dia punya nama. Caroline!" protesku.

"Serius?! Oh my, gila aja lu boss! Lu udah ketemu sama target lu! Gue kira ga akan gampang nyari cewek itu, tapi ternyata kurang dari sehari lu langsung ketemu dia. Gue bener-bener ga percaya. But that's good." Kata Edgar.

"Maksudnya?" tanyaku dan Jessica berbarengan.

"Loh, kok malah nanya sih! Boss... you just have twenty five days to get her. Oh actually, less than twenty five! Jadi lebih cepet lu ketemu, lebih banyak waktu yang lu punya kan? Lagipula, bukannya ini kesempatan terakhir lu? Di surat itu udah jelas kan tertulis. 'Untuk yang terakhir kalinya'. Jadi, ga akan ada kesempatan lain. Now or never. Lu dapetin hatinya sekarang, atau engga sama sekali." Jelas Edgar.

Aku terdiam.

Edgar benar. Oh astaga, kenapa aku sepertinya lupa kalau aku hanya punya dua puluh lima hari untuk mendapatkan hatinya Caroline?! Bodohnya aku!

"Kalau gitu, gue Cuma bisa ngucapin semoga beruntung ya. Bye..." kata Jessica lalu memutuskan sambungan.

"Good luck, bro! Tapi jangan lama-lama. Gue bukan Santa, dan gue ga bisa ngurusin kerjaan lu sendiri. Bye!" kata Edgar yang juga memutuskan sambungan.

Aku segera meminggirkan mobil dan merenungi kata-kata Edgar.

Dua puluh lima hari. Aku benar-benar tidak percaya kalau aku hanya punya waktu sesedikit itu untuk mendapatkan Caroline. Belum lagi sikap Caroline yang sepertinya defensif terhadapku. Oh my, apakah aku sanggup?

Ini lebih sulit dari yang ku bayangkan!

Ini tidak seperti game yang jika kalah, aku bisa menekan tombol reset dan mengulangi permainan. Ini hanya satu kesempatan dan satu kali. Kalah artinya gagal untuk selamanya!

Huft.

But wait!

Aku ini bukan orang pesimis seperti ini! Sejak kapan aku menjadi seorang pesimis? Aku ini orang paling optimis yang pernah ada. Tentu saja aku bisa mendapatkan Caroline! Aku yakin. Lagipula, aku punya magic kan? Aku ini Santa, dan Caroline sendiri yang bilang betapa luar biasanya diriku!

Sekalipun Caroline bersembunyi di manapun di bawah kolong langit, aku bisa menemukannya! Aku akan terus mengejarnya, bahkan hingga detik-detik terakhir! Tidak ada kata menyerah dalam kamusku! Ya, aku akan mendapatkannya!

Dan sekarang, dimanakah Caroline?

Santa is Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang