Nb : Part ini berbeda dari part sebelumnya
Typo bertebaran~Selamat membaca~
Gelap,
Kata itulah yang mendeskripsikan kondisi kamar Kim Wendy saat ini meskipun sang bulan sudah menyapa tapi sang pemilik kamar enggan menyalakan penerangan sekedar untuk memberikan kesan adanya kehidupan di dalamnya.
Tak ada lagi semangat dalam hidupnya sejak papa nya telah memutuskan sesuatu yang dapat mengubah seluruh atensi dalam hidupnya.
Keputusan yang dianggap menyakitinya dan sang adik telah diputuskan sepihak oleh papa nya. "Ini adalah keputusan terbaik untuk kita semua", kalimat itu masih saja terngiang di kepalanya hingga detik ini. Keputusan terbaik?
Haha..sungguh lucu rasanya saat sang papa mengatakan itu. Mungkin terbaik untuk papa nya tapi tidak untuk dia dan adiknya. Ingin rasanya menangis dengan keras dan menolak keputusan sang papa, tapi punya hak apa dia? Dia hanyalah anak kecil yang pendapatnya tidak akan didengar.
Mama...
Sungguh dia sangat merindukan mengucapkan kata itu. Merindukan pelukannya, merindukan usapannya dan merindukan semua yang dilakukan wanita yang dipanggilnya mama. Andaikan dia tidak datang, mungkin hidup keluarganya masih baik-baik saja sampai saat ini. Andaikan dan hanya andaikan yang bisa diucapkannya.Meninggalkan tempat peraduannya, Wendy kemudian berjalan menuju pintu utama rumah mereka, dan benar saja dia melihat adiknya Yeri duduk di teras menatap gerbang rumahnya.
"Kenapa masih disini? Ayo masuk ini sudah malam, angin berhembus kencang" ajak Wendy dengan mengusap-usap lengan adiknya itu
"Kakak duluan saja, Yeri masih mau disini" jawab Yeri tanpa mengalihkan pandangannya
"Nanti adek masuk angin gimana?" Ucapnya lirih tapi yang ditunggu untuk menjawab tak memberikan respon apapun "ayo dek" ajaknya lagi sedikit memaksa.
Saat pandangan mereka bertemu, sungguh Wendy menyesal menatap dua bola mata milik adiknya itu, pandangan itu sungguh Wendy tak ingin melihatnya. Terlihat sangat jelas menggambarkan kesakitan dan kekosongan yang selama ini mereka rasakan. Kedua mata itu mulai berkaca-kaca dan bisa dihitung, dalam beberapa detik lagi air mata itu akan menetes. Masih dengan mempertahankan senyuman tipis miliknya, dia membingkai wajah Yeri dengan kedua telapak tangannya untuk menghapus air mata yang sudah luruh itu seolah mengatakan semuanya akan baik-baik saja. "Ayo kita masuk"
"Tapi kak, ini sudah malam kenapa mama belum pulang?" tanya nya lirih
Ya tuhan kenapa semua ini harus terjadi kepada dirinya dan juga adiknya. Jawaban seperti apa yang harus diberikannya? Tak bisakah waktu dapat diputar kembali?
"Nanti mama akan pulang" jawab Wendy seadanya
"Nanti itu kapan? Besok atau kapan?"
"Nanti mama pasti pulang dek, sekarang ayo masuk istirahat, mama pasti marah kalau tau adek belum tidur jam segini" ucapnya berusaha mengalihkan topik pembicaraan yang ditanyakan adiknya, yang bahkan sebenarnya dia dan adiknya sendiri sudah tau pasti jawabannya seperti apa
Dengan perlahan kedua anak itu mulai meninggalkan teras rumah dan menuju kamar Wendy untuk melarikan diri sejenak dari semua fakta yang mereka hadapi, "Kakak bakal menemani adek sampe besok bangun lagi kan?" tanya Yeri lirih yang dibalas dengan anggukan kepala serta dekapan erat pada tubuh Yeri
Setelah memastikan Yeri tertidur dengan nyenyak, Wendy perlahan bangkit dan menuju balkon kamarnya. Duduk dan merenungi kembali dengan apa yang terjadi dalam hidupnya akhir-akhir ini. Memikirkan langkah apa yang harus dia ambil agar dirinya dan juga Yeri bisa bangkit lagi memulai semuanya dari nol kembali. Semakin dipikirkan rasanya semakin berat dan rasa sakit itu semakin terasa. Kepada siapa lagi dia harus mengeluh dan mengadu?
"Gak kuat...mama kakak gak kuat" suaranya lirih seakan sesuatu mencekik lehernya. "Kakak gak kuat mama" ucapnya lagi dengan terbata-bata. Kenapa semesta sangat tidak adil dengan kehidupannya? Apakah Tuhan membencinya sehingga memberikan hukuman seperti ini? Hidup yang awalnya baik-baik saja dipenuhi canda tawa, tiba-tiba dalam satu hari berubah begitu saja, dia...tidak, mereka seakan dijatuhkan ke lubang yang paling dalam dan tak berujung bahkan orang lain pun ragu untuk menolongnya.
Memukul-mukul dadanya berharap sesak yang dirasakannya cepat menghilang, tapi sepertinya semuanya sia-sia, bukan menghilang justru dia lebih merasakan sesak yang sebenarnya. Haruskah untuk saat ini dia menyerah dan meminta pertolongan pada sang ayah? Tapi yang menjadi pertanyaannya apakah ayahnya masih peduli dengan mereka? Bahkan setelah kejadian itu ayahnya lebih memilih pulang ke tempat neneknya dan meninggalkan dirinya dan sang adik di rumah mereka, hanya berdua ditemani para Art yang bekerja paruh waktu.
Bolehkah sekarang juga dia ikut ibunya? Tapi bagaimana dengan adiknya? Siapa yang akan merawatnya nanti? Siapa yang akan menjaganya? Lalu apa yang harus dilakukannya sekarang? Tidak bisakah ada yang membantunya untuk saat ini? "Aku lelah.." ucapnya dengan isakan yang semakin keras, bahkan sampai dia tidak menyadari keberadaan seseorang yang memandangnya dengan pandangan yang sulit diartikan
"Kakak..." panggil Yeri lirih, segera Wendy hapus air matanya dan berbalik tersenyum menyambut kedatangan adiknya itu. Dia harus kuat kan? Hanya dia yang sekarang menjadi tumpuan adiknya disaat orang yang paling dibutuhkan tidak lagi peduli pada mereka berdua.
"Kenapa terbangun? Adek haus atau ingin apa?" tanya nya lembut,
Yang dilakukan Yeri hanya menggelengkan kepalanya dan lekas memeluk tubuh mungil Wendy, "Mama_""Hmb..?" Wendy semakin mengeratkan pelukannya pada Yeri dan menunggu kelanjutan kalimat yang akan terucap dari bibir adiknya
"Mama__adek bertemu mama" bisiknya pelan,
"mama berjanji akan menunggu kita" lanjutnya lagi dengan seulas senyum dibibirnya disertai lelehan air mata yang entah kenapa tidak ingin berhenti menetes. "M-mama_""Shuttt, sudah jangan dilanjutkan kakak tau kok" potong Wendy dengan cepat karena dia sudah tidak tahan mendengar lebih banyak isakan Yeri. Dengan posisi saling memandang , Wendy lebih leluasa membaca setiap ekspresi yang dikeluarkan Yeri. Dia sekarang paham ternyata adiknya lebih rapuh dari dia, Yeri tidak sekuat yang ada dalam pikiran orang lain, Yeri itu lemah tapi berusaha menjadi orang yang sok kuat, sekali dia melepaskan genggaman tangannya pada Yeri, dia yakin Yeri akan lebih memilih menyerah daripada menahan sakit terlalu lama.
"Jangan tinggalkan Yeri sendirian kak, Yeri takut_" pintanya sesenggukan dengan putus asa
"Tidak akan, kakak akan selalu dengan Yeri" sahut Wendy dengan penuh keyakinan. Benar, dia tidak boleh menyerah, ada adiknya yang masih membutuhkan dirinya, membutuhkan pertolongan dan perlindungannya.
"Terima kasih" lirihnya
Lalu tatapannya mengarah ke langit, tersenyum seolah mencari kekuatan dari atas sana "Wendy berjanji akan melindungi dan menjaga Yeri ma, mama tidak usah khawatir, tunggu Wendy dan Yeri seperti janji mama, semoga kita dipertemukan di kehidupan selanjutnya"
End
Susah banget nyari moment Wendy Yeri yang berdua
Maaf kalau jelek tidak sesuai ekspektasi, masih belajar nulis yang seperti itu 😁
Tolong berikan vote dan comment nya
~23-Mei-2020~