Nb :
~ Part nya agak panjang ya, jika tidak suka skip saja~ Typo bertebaran
Ini sudah satu minggu lebih tiga hari Yeri benar-benar menutup diri dari semua orang. Pekerjaan yang dilakukannya saat ini hanyalah pulang sekolah telat, mengurung diri di kamar, menghindar dari keluarganya dan menangis setiap harinya. Jika kalian tanya bagaimana keadaan mata Yeri menangis terus menerus? Yang pasti setiap hari selalu bengkak dan terlihat sangat jelas lingkar hitam yang menghiasi matanya, tubuh yang semakin kurus karena buruknya pola makan seorang Kim Yerim dan yang terakhir sekarang tubuhnya diserang demam tapi tidak seorangpun yang tau.
Sebenarnya Irene dan Suho sangat mengkhawatirkan keadaan Yeri, setiap akan memeriksa keadaannya Yeri selalu menghindar dan menjauh saat kedua orang tuannya hendak memegang bagian tubuhnya.
Dalam lubuk hati Yeri ingin sekali berdamai dengan keadaan, menanyakan kebenaran yang selama ini ada dalam pikirannya, jikapun akan ada anggota baru dia akan berusaha menerimanya meskipun hatinya sangat berat. Tapi setiap membaur dengan keluarganya tak sesekali Yeri masih melihat mamanya mual, padahal waktu itu sudah enam hari sejak mamanya pingsan, dan yang awalnya dia telah mendeklarasikan akan berdamai entah kenapa Yeri mendadak semakin tidak menyukai keadaan mamanya yang sekarang.Dengan mengendap-endap seperti pencuri Yeri berjalan sepelan mungkin agar tidak ada yang mengetahui jika dirinya akan meninggalkan rumah. Memastikan semua lampu ruangan telah redup Yeri bergegas meninggalkan rumah sebelum ada yang menyadarinya, berbekal jaket tebal, uang secukupnya dan masker Yeri siap menuju tempat yang akan ditujunya. Dan tanpa sepengetahuan Yeri seorang wanita dewasa memicingkan mata dari lantai dua rumahnya menatap kepergiannya.
'Bukankah ini sudah terlalu malam untuk keluar dari rumah sendirian?' gumamnya pelan setelah melihat waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Segera Irene berlari menyusul putrinya dengan mengambil kunci mobil tak lupa membawa ponsel dan dompet. Irene sangat khawatir dengan keadaan Yeri sekarang dia benar-benar takut hal buruk akan terjadi pada putrinya.
Menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri Irene harap-harap cemas tentang keberadaan Yeri. Dia berharap segera menemukan anaknya itu dan akan menyeretnya pulang. Air matanya semakin mengalir deras sadar sekarang sudah menunjukkan pukul sebelas malam tapi anak bungsunya itu belum juga dia temukan.
Irene menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Berusaha selalu menghubungi Yeri tapi selalu operator yang menjawabnya, "Kamu dimana sih dek?" gumam Irene.
Mata Irene mendadak terhenti pada seorang gadis yang menyebrang dengan jalan yang sedikit sempoyongan menuju halte yang tidak jauh dari tempat dia berhenti sekarang. Tanpa membuang waktu lagi Irene segera keluar dari mobilnya setelah memarkirkannya di pinggir jalan. Berlari menghampiri gadis yang sekarang terduduk di halte seorang diri,
"Kim Yerim" sapa Irene yang membuat gadis itu sedikit terkejut, lalu matanya tanpa diperintah menatap mata Irene yang memandangnya teduh sarat akan kekhawatiran."Apa yang adek lakukan malam-malam begini disini sendirian?" tanya Irene pelan mendekatkan posisi duduknya disamping Yeri
"B-b-bagaimana mama bisa sampai disini? Mama berlari?" tanyanya kembali pada Irene
"Mama disini karena adek. Pulang ya nak, jangan disini sendirian" ajak Irene memberanikan tangannya menyentuh wajah anaknya itu. Irene tersentak saat menyadari suhu tubuh Yeri yang tidak normal, lalu kedua tangannya menyentuh tangan dan wajah Yeri bergantian, "Adek sakit nak? Kita ke dokter sekarang ya"
Yeri hanya tersenyum tipis menggelengkan kepalanya, "Adek sudah beli obat, tidak perlu ke dokter ma" ucapnya sangat pelan bahkan nyaris seperti berbisik sambil menunjukkan kantong kresek yang dibawanya