Calista termenung, kembali memandangi isi pesan tersebut. Dirinya menebak-nebak siapa sang pengirim pesan.
Sepertinya ada seseorang yang muncul dalam pikirannya. Namun, ia menggelengkan kepalanya, ia tak mau menuduh sembarang orang.
Calista memperhatikan sekeliling kamarnya, sunyi. Diluar juga tak terdengar suara apapun. Tadi memang Dena pamit untuk pergi sebentar bersama Daniel, meninggalkan Calista sendirian, karna Raka juga baru saja pulang karna mendapatkan pesan dari Bundanya.
Jadi parno kalo kayak gini, seumur-umur Calista mendingan digosipin daripada dikirim pesan sama orang yang ia tak kenal.
Jarinya langsung mencari kontak seseorang, berharap semoga orang itu bisa datang kerumahnya. Menemaninya sampai Dena pulang.
Calista meletakkan ponselnya ditelinga, menunggu nada sambung terdengar dengan was-was. Ah, ia benci suasana semacam ini.
"Anggra" nadanya riang menyapa Anggra yang akhirnya mengangkat telponnya.
"Kenapa Ta?" tanya Anggra.
"Kerumah gue ya, gue tunggu" ini bukan sebuah pertanyaan yang butuh jawaban, ini adalah sebuah perintah yang tak bisa dibantah.
Calista sendiri terlanjur takut bila harus bertanya, kalo misalnya nanti Anggra gak bisa kan bahaya, nanti dia bakal gak tenang untuk beberapa waktu kedepan.
"Ini lagi dijalan sama Alvaro, tadi gue juga abis ditelpon Raka suruh kerumah lu" ujar Anggra setelah terkekeh.
Calista membuang nafas lega, memang Raka tak pernah membiarkannya seorang diri. Dan juga merasa senang, bahwa Anggra dan Alvaro selalu siap menemaninya.
"Yaudah cepetan ya, tapi jangan ngebut" Calista langsung menutup telponnya, meremas ponsel dalam genggamannya dengan gelisah. Ah, ia ingin Anggra dan Alvaro cepat datang.
Ia bangkit, lalu berjalan kearah rak buku miliknya, mengambil salah satu buku yang menarik perhatiannya. Kalau dipikir-pikir, ia tak pernah merasa memiliki buku seperti ini.
Buku bersampul hitam dengan tulisan judul berwarna merah bertuliskan "Memento" Calista mengerutkan dahinya, ia tak mengerti arti dari judul buku tersebut.
Memberanikan diri membuka lembaran pertama dari buku tersebut. Kedua matanya membola, merasa kaget karena menemukan foto dirinya seorang diri, sepertinya ini diambil saat hari bazar diadakan.
Bukan, bukan hanya foto dirinya yang membiat dia kaget, tapi juga sebuah kalimat yang ada tepat dibawah foto dirinya. Tulisan berbahasa Inggris, dengan tinta berwarna merah.
"You move, I do not stay silent. He is mine, and truly mine"
Calista segera menutup buku tersebut, lalu menyimpannya kembali, ia bisa mendengar derap langkah kaki mulai mendekat kearah pintu kamarnya.
Calista benar-benar benci keadaan seperti ini, ia perlahan berjalan kearah pintu kamarnya. Dalam hati ia tak berhenti berdo'a, semoga tidak seperti yang ada dalam bayangannya.
Saat membuka pintu kamarnya, ia bernafas lega. Ternyata didepan pintu kamarnya, sudah berdiri Anggra dan Alvaro dengan kedua tangan mereka penuh dengan belanjaan.
Calista tersenyum, sementara Anggra yang mengetahui ada yang berbeda dari sikap Calista memilih untuk diam, berharap semoga Calista cepat memberitahu yang lain.
Mereka semua tak pernah ada yang bisa menyimpan rahasia lama-lama, mereka pasti akan berbagi cerita dengan sendirinya, mereka tak perlu memaksa, cukup diam dan tunggu waktunya.
Calista menarik tangan keduanya, berjalan cepat kearah tangga, Anggra dan Alvaro hanya pasrah.
Mereka bertiga duduk di atas sofa, mulai memakan satu persatu snack yang sempat Alvaro dan Anggra beli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calista
Teen FictionCalista. Seorang gadis yang bertahun-tahun telah mencintai orang yang sama, jatuh pada orang yang sama, dan terluka oleh orang yang sama. Mencintai dalam diam adalah pilihan baginya. Pilihan untuk tetap bertahan pada zona nyamannya atau melepaskan d...