"Na, gak usah sekolah dulu ya" Calista masih terus membujuk Dena yang ingin berangkat bersekolah bersamanya. Ia melarang dikarenakan kondisi sahabatnya tersebut tidak lagi memungkinkan untuk pergi ke sekolah.
Hari ini, suhu tubuh Dena naik dan Calista tau apa penyebabnya. Karena dirinya yang selalu memikirkan banyak hal yang penting maupun tidak penting, ia jadi mudah terkena penyakit. Seperti pagi ini.
Dena lagi-lagi menggeleng mendengar suara bernada bujukan tersebut sambil memegangi kepalanya yang masih pusing.
"Sekolah sehari doang mah gak bakal ketinggalan pelajaran Na. Sehari aja ya" kali ini Calista memakai senjata rahasianya, ia mengucapkan itu sambil menunjukkan wajah yang memelas. Jika saja kondisinya tidak seperti ini. Calista pun enggan menyuruh Dena diam di rumah.
Berhasil. Dena menatap kearahnya dan berakhir dengan menghela nafas, namun kemudian mengangguk setuju. Sedikit ragu tapi dirinya tidak ingin melihat wajah melas tersebut.
"Yaudah, nanti obatnya diminum ya" Calista pergi meninggalkan Dena, menyisakan Anggra yang masih menatap Dena.
"Nanti pulang sekolah gue beliin bubur kesukaan lu ya" ujar Anggra sambil mengelus surai hitam milik Dena.
Membuat Dena tersenyum tipis, sambil mengangguk semangat. Memang aneh, dikala banyak orang yang sedang sakit membenci makanan cair bernama bubur tersebut, tetapi Dena sangat menyukai makanan tersebut. Entah apa alasannya.
"Yaudah gue berangkat dulu ya, bye" Anggra pamit dengan tangan kanan yang melambai kearah Dena.
"Hati-hati" ucap Dena lirih.
Calista, Raka, dan Alvaro masih berdiri didepan kamar Dena. Menunggu kemunculan Anggra untuk berangkat bersama hari ini, Alvaro menatap pintu kamar Dena, tak tega juga kalo cewek seaktif Dena terbaring di kasur dan tiba-tiba jadi pendiem gitu.
"Gue juga gak usah sekolah lah, mau jagain Dena aja rasanya. Gak tega gue ninggalin dia"
Anggra dengan gerakan refleksnya langsung menabok tepat di kepala Alvaro yang sedang menatap pintu dihadapannya itu.
"Enak aja, bilang aja lu males sekolah" ujar Anggra yang tau niat utama Alvaro tidak sekolah.
"Itu salah satunya" ucap Alvaro diiringi dengan cengiran khas dirinya.
Calista yang mendengarkan tuturan kedua sahabatnya tersebut hanya menggelengkan kepala.
"Yeu buntut kuda. Udah ayo berangkat" Calista menarik telinga Alvaro tanpa belas kasihan. Sontak membuat Alvaro berteriak kesakitan, dan juga berhasil membuat Anggra dan Raka tertawa.
Dan siapa sangka, ternyata Dena yang mendengar percakapan para sahabatnya juga ikut terkekeh di dalam kamarnya, ia merasa sedikit terhibur akan obrolan yang ia dengarkan tadi.
***
Calista hanya bisa menatap kearah lantai yang menjadi pijakannya sekrang, untung disampingnya saat ini kosong ya tentunya karena Dena tidak sekolah. Ia hanya belum ingin orang tau apa yang tengah terjadi.
Untuk ketiga kalinya, Calista menerima sebuah tulisan berbahasa Inggris, tak lupa dengan tinta merahnya.Awalnya Calista hanya iseng melihat kearah bawah mejanya, dan menemukan sebuah kertas yang berbentuk bulat tak beraturan, siapa sangka saat ia membuka kertas tersebut ia menemukan tulisan yang serupa. Tulisan yang sampai hari ini tak ia mengerti.
'I think the game has begin. I can't wait to see your expression'
Calista menghela nafas, kemudian matanya melirik kearah depan, menemukan seseorang yang tengah tertawa didepan sana, ia tidak lama lama menatap orang tersebut karena orang itu cepat sadar karena tengah di perhatikan olehnya. Senyuman yang tak bisa di artikan tersebut diberikannya untuk Calista,
KAMU SEDANG MEMBACA
Calista
Teen FictionCalista. Seorang gadis yang bertahun-tahun telah mencintai orang yang sama, jatuh pada orang yang sama, dan terluka oleh orang yang sama. Mencintai dalam diam adalah pilihan baginya. Pilihan untuk tetap bertahan pada zona nyamannya atau melepaskan d...