Mulai membaik

11 3 0
                                    

Cringg.. Bunyi telfon membuat pandangan Dinda teralihkan. Sang ketua OSIS Iqbal mentelfonnya membuat Dinda segera keluar dari kamar Tasya.

"Hallo.. "

"Woi.. Lo ngapain ngga berangkat? Pake acara barengan lagi sama Tasya. Kitakan harus evaluasi hari ini, lo ngerti ngga sih? "

"Yaa sorry"

"Lo kenapa ngga berangkat? "

"Gua nemenin Tasya"

"Tuh orang emang kenapa?"

"Bal, lo ngga tau apa belaga polos? "

"Sumpah Din gua ngga tau, emang Tasya kenapa? "

"Kemarin di tempat baca ratna, laras, sama Tasya di serang oleh segerombolan orang ngga tau diri"

"Apa?? "

"Dan Tasya coba ngelindungi si Ratna dengan ilmu karatenya yang belum sempurna, lo kan tau sendiri watak Tasya kayak apa"

"Emang dasar tuh orang keras kepala"

"Lo sama Elang pimpin aja rapat evaluasinya, toh Laras berangkat"

"Ya udah deh, Din nanti sepulang sekolah gua ke rumah Tasya"

"Yaa bagus deh kalau gitu"

Tak berselang lama, sekarang giliran telfon Tasya yang berbunyi. Tasya masih sungkan untuk menjawab telfon iapun hanya melirik sepintas saja.

"Sya, Raka telfon tuh"

"Angkat aja Din bilang gua lagi ngga enak badan, tapi lo iangan ceritain kejadian ini"

Dinda langsung meraih hp Tasya yang tergeletak di atas meja belajarnya. Dengan tulus Dinda menuruti apa kata Tasya karena Dinda tahu bagaimana rasanya di posisi Tasya.

"Hallo? "

"Tasya mana? "

Raka menjawab cepat ucapan dari Dinda. Raka tau bagaimana suara sahabatnya itu jadi tidak salah dia langsung bertanya dimana sahabatnya itu.

"Dia di rumah"

"Kenapa ngga berangkat? "

"Tasya sakit"

"Tumben dia ngga bilang sama gua"

"Yaa.. Mana gua tau"

Dinda langsung mematikan telfon tersebut sebelum kembali ke kamar Tasya. Tasya sudah tahu watak Raka mungkin ia akan datang se waktu pulang sekolah. Tasya menyibakkan selimutnya dan menatap kaca cermin.
"Separah inikah gua Din? "

Tasya melihat wajahnya benar benar di penuhi dengan luka lebam. Bahkan bisa jadi ayahnya tidak bisa mengenalnya secara jelas karena banyak sekali memar di wajah Tasya. Dinda melihat Tasya dengan rasa iba tak seharusnya teman seperjuangannya itu terluka separah ini.

"Sya.. Maafin gua ngga bisa ngebantu lo"

Tasya langsung melepaskan kaca cermin yang di genggamnya. Ia mulai menatap serius mata Dinda.

"Din, lo ngga salah kok. Ini murni kesalahan gua"

Tasya meraih tangan Dinda ia sadar bahwa Dinda tidak seharusnya menyalahkan diri.

"Gua sedih lihat lo kayak gini Sya"

"Udahlah Din toh ini hidup gua. Gua ngga mau lo nyalahin diri lo"

"Gua beruntung banget bisa kenal sama lo Sya"

Dinda langsung menarik tubuh Tasya dan memeluk hangat tubuhnya. Mereka kedua sahabat dalam organisasi yang saling mengerti satu sama lain.

---0---

Suara ketukan pintu kembali terdengar di luar. Dinda memilih untuk ia yang membukakan pintu karena keadaan Tasya masih belum benar - benar pulih. Dinda harap bahwa yang datang adalah Langit agar sang sahabatnya bisa di obati dengan baik.

"Kak Langit.. "

Seru Dinda melihat laki laki itu sudah ada di depannya.

"Siang.. "

"Tasya di kamar kak"

Dinda menutup pintu rumah Tasya dan menghantarkan Langit menuju ke kamar Tasya yang sebelumnya sudah di tapikan oleh Dinda. Laki - laki itu melihat gadis itu sedang memperhatikan wajahnya di cermin. Luka yang banyak di temukan di bagian wajahnya.

"Apa kabar Sya? "

"Eh kak Langit, kapan datangnya? "

"Barusan"

Langit melangkah mendekati Tasya.

"Biar gua obati ya"

Tasya hanya menjawab dengan anggukan. Saat ini wajah Langit sangat dekat di hadapan Tasya. Seorang mahasiswa kedokteran yang di gemari di kalangan adik kelasnya karena ketampanan dan kecerdasannya. Langit mulai mengeluarkan p3k miliknya. Ia mengeluarkan kapas bersih, Langit menuangkan alkohol diatas kapas tersebut. Ia mengoleskannya di luka Tasya. Langit memang benar benar tampan tapi Tasya tak pernah merasakan rasa yang berbeda kepada anak dari waka kesiswaan tersebut. Dengan hati - hati Langit mengobati luka demi luka yang ada di tubuh Tasya.

"Au.. Pelan pelan kak"

Langit tertawa geli menatap gadis itu.

"Ini udah pelan"

Setelah semuanya selesai Tasya tampak sedikit membaik. Langit memberikan beberapa resep dan anjuran untuk Tasya. Sayangnya Langit tidak bisa lama lama menemani Tasya karena ia harus kembali untuk mengikuti kuliah.

"Pokoknya lo harus nurut apa kata gua! " Ejek Langit.

"Iya kalau Tasya ingat, makasih ya kak "

"Sama - sama, Dinda tolong beliin obat yang udah gua tulis ya"

"Siap kak Langit"

"Cepat sembuh Sya"

Ujar laki laki itu mengacak acak rambut Tasya dan berharap gadi itu segera pulih seperti semula. Dinda menghantarkan Langit menuju ke luar rumah dan meninggalkan Tasya di dalam kamarnya.

Apakah ini yang dinamakan takdir? Untuk berusaha menyukaimu saja aku tidak bisa.

MetamorfosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang